12. See You Goodbye

1.8K 324 27
                                    

Please, tap bintang dulu sebelum baca.
Tap bintang itu gratis, kok, jadi apa susahnya menghargai karyaku?

Selamat membaca.

♡♡♡

Sebelumnya, aku mau ngenalin dulu, seperti apa Amel ini sampai Juna nggak bisa move on dari dia. Nemulah foto ini di postingannya Dr. Arjuna, Sp.A di dunia real.

Dr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dr. Amelia Hauri, Sp.A
29 tahun
.
.
.
♡♡♡

"Mama nggak berhak ikut campur dengan pekerjaan Juna," kata Juna pada Frida.

"Mama memang nggak berhak, Juna. Mama hanya mengingatkan. Kamu memilih jadi penerus perusahaan, melanjutkan bisnis Papa kamu, atau tetap jadi dokter yang menjadikanmu tenggelam bersama kenangan pahit dengan Amel." Frida menatap putranya penuh harap.

Juna menyandarkan tubuh pada kepala kursi. Percakapannya dengan sang mama selalu terngiang dalam benak setiap mengingat keputusan yang telah ia ambil. Ia merasa berat untuk mengambil keputusan karena harus mengundurkan diri sebagai dokter, meninggalkan cita-cita dan kenangannya bersama Amel. Tapi dia terpaksa menerima permintaan sang mama karena tak ingin melihat mamanya bekerja keras, dan ia membenarkan ucapannya. Jika Juna masih menggeluti dunia kedokteran, maka akan susah melupakan Amel. Hampir semua kenangan bersama Amel ada di rumah sakit itu.

Kini, ia resmi menjabat sebagai direktur di perusahaan milik mamanya. Juna beranjak dari kursi karena teringat akan ada rapat dengan para staf beberapa menit lagi, dan Naina belum mendatanginya untuk memberikan berkas. Pandangannya tertuju pada Naina ketika sudah keluar dari ruangannya. Dahinya berkerut saat melihat Naina sedang memijit pelipis. Sukar. Juna berjalan menghampiri meja Naina.

"Bagaimana persiapan rapat?" tanya Juna.

Naina terkesiap mendengar pertanyaan Juna. Ia beranjak dari kursinya. "Sudah, Pak. Lima belas menit lagi akan dimulai," jawabnya menunduk.

"Kenapa kamu nggak kasih tau aku?" Juna mengintrogasi.

"Saya sengaja menjeda dua menit karena ada berkas untuk presentasi yang belum selesai saya koreksi."

"Cepat selesaikan. Aku mau menemui Mama dulu." Juna beranjak dari hadapan Naina setelah mengatakan hal itu.

Naina menghela napas panjang. Pikirannya kacau. Tak sepenuhnya fokus pada pekerjaan. Sudah berusaha melupakan kejadian di mana ia dipermalukan, tapi tetap saja masih dihantui kejadian itu. Ia bahkan mengabaikan telepon dan pesan dari Ian. Pertama kali Naina menanggung malu dan dituduh perusak rumah tangga orang. Jelas-jelas ia dan Ian belum ada hubungan apa pun. Bagaimana jika Naina dan Ian benar memiliki hubungan? Mungkin Sisi akan terus mengusiknya.

NervousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang