Ada yang kangen Sama Juna?
Pendukung Juna bahagia di part ini karena sepenuhnya aku kasih part ini buat Juna dan Nai. Tapi Adit dan Ian juga kusebut. Hahaha ...Selamat membaca.
.
.
.
♡♡♡Pagi ini, awan terlihat cerah. Semangat baru Naina tekadkan dalam hati. Walaupun masih ada sisa gangguan tentang Ian dalam hatinya, tapi ia berusaha menepis. Jangan sampai masalah dengan Ian membuat semangatnya redup. Naina duduk di kursi kerjanya, siap menghadapi pekerjaan yang menumpuk.
Deringan telepon mengalihkan perhatian Naina. Ia bergegas meraih gagang telepon karena Juna yang menghubunginya.
"Iya, Pak," sapanya pada sang atasan.
"Bawakan berkas hasil rapat kemarin," perintahnya.
"Iya, Pak."
Sambungan telepon terputus. Naina bergegas memastikan berkas itu sebelum dibawa ke ruangan Juna. Sekarang tugasnya lebih banyak berinteraksi dengan Juna daripada Frida. Ia bergegas menuju ruangan Juna sambil membawa berkas yang diinginkan atasannya itu. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu ruangan Juna. Naina menghela napas sejenak sebelum membuka pintu ruangan Juna. Pintu pun ia bukan dan beranjak masuk. Juna masih fokus pada berkas di hadapannya. Senyum Naina sungging.
Aku sebenarnya lebih suka lihat dia pakai seragam dokter daripada pakai jas.
Naina meletakkan berkas yang diminta Juna ke atas meja. "Ini berkas yang Bapak minta."
Juna hanya mengangguk. Tatapannya masih pads berkas yang sedang ia pelajari. Naina masih berdiri di depan meja kerja Juna. Ada perasaan ragu untuk mengungkapkan.
"Thank you for helping me," ucap Naina ragu.
"Just a coincidence," balasnya tanpa menatap Naina.
Kepala Naina mengangguk, lalu bergegas meninggalkan ruangan Juna. Setidaknya, dia sudah berterima kasih pada Juna karena menolong saat Ian mencekal lengannya.
"Wait!"
Langkah Naina terhenti sebelum membuka pintu. Ia membalikan tubuh. Pandangannya tertuju pada Juna.
"Mama memintamu datang ke rumah nanti sore. Beliau meminta berkas laporan gudang." Juna menyampaikan.
Kepala Naina kembali mengangguk, lalu kembali membalikkan tubuh untuk keluar dari ruangan Juna.
"Satu lagi."
Naina menghela napas. Tubuh kembali ia balikan. Juna tersenyum tipis. Sukses membuat Naina kesal. Raut Naina terlihat menahan sabar. Sabar menghadapi atasannya yang bertele-tele.
"Siapkan berkas untuk meeting dengan direktur PT. Superindo," lanjutnya.
"Ada lagi?" tanya Naina memastikan jika semuanya sudah cukup.
"Sudah. Kamu boleh pergi." Juna mengusir halus.
Naina bergegas meninggalkan ruangan Juna. Ia menghempaskan tubuh di atas kursi setelah tiba di ruangannya. Pandangannya beralih pada buket mawar dan sekotak kado di atas mejanya. Ada notes kertas di sisi meja yang kosong. Diraihnya notes itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nervous
RandomMemilih dijodohkan atau mencari pasangan sendiri itu memang sulit. Hal itu terjadi pada Naina Aulia Hermawan. Dia terpaksa menerima perjodohan melalui sebuah biro jodoh dari sebuah aplikasi -Madam Rose- yang ditawarkan oleh kakaknya, Reina Farha Her...