Si Ceroboh, Natasha

114 11 9
                                    

Sudah hampir genap empat tahun dia pergi, dan aku masih mencintainya. Tak peduli seberapa banyak rasa sakit yang dia beri. Tak peduli seberapa dalam luka yang dia torehkan. Tak peduli sudah seberapa hancurnya hatiku karena dia.

Tentu saja aku rindu, rindu semua tentangnya. Tawanya, candanya, peluk hangatnya, rengekan manjanya, suara indahnya. Aku sangat rindu.

Hari ini, sama seperti waktu itu saat pertama kali aku berjumpa denganya. Langit sedang tidak terlalu panas, karena banyak awan yang menutupi sinar matahari.

Akhir-akhir ini, aku sengaja mengunjungi banyak tempat yang sering kita kunjungi dulu. Karena ini adalah cara termudah mengobati rinduku padanya.

Salah satunya tempat ini ....

Satu sudut sekolah --yang bukan asal sekolah kita-- menjadi saksi bisu bagaimana dramanya pertemuanku dengan dia.

Masih teringat sangat jelas olehku, semua hal yang terjadi ditempat ini. Tidak satupun terlewatkan.

Bagaimana wajah gelisahnya, raungan tangisnya, tingkah cerobohnya ....

Ah, aku sangat rindu!

Siapa yang tahu, pertemuan kita saat itu akan jadi awal yang menbuatku terhanyut sampai detik ini?

Saat itu ... Empat tahun yang lalu ...

______

Olimpiade sudah selesai, aku memutuskan untuk beristirahat di Mushola sesudah melaksanakan shalat Dzuhur. Aku harus cepat-cepat pulang, sebab melihat langit yang sudah sedikit mendung. Bisa-bisa nanti sore hujan, aku paling tidak bisa terkena hujan.

Padahal aku suka hujan, hahaha.

Bukan karena aku anak penyuka suasana melankolis, lalu menulis beberapa bait puisi sendu ditemani secangkir kopi dan sepiring biskuit coklat. Aku suka hujan, karena suasananya dingin, dan tenang. Tubuhku memiliki suhu yang selalu panas, saat hujan akan terasa sangat nyaman.

Agenda Shalat dan istirahat sudah selesai. Dengan rambut yang masih setengah basah bekas wudhu, aku keluar dari Mushola untuk segera pulang ke rumah, yang lumayan jauh dari sekolah tempat olimpiade berlangsung.

Baru beberapa langkah, atensiku teralihkan pada seorang cewek yang sedari tadi mondar-mandir kebingungan, seperti sedang mencari sesuatu.

Kelihatannya dia sebaya denganku karena sama-sama memakai seragam SMA, tentunya beda sekolah. Setelah aku telisik --ah! Aku ingat! Dia yang selalu bersaing denganku disetiap olimpiade.

Dengan beberapa pertimabangan kecil, akhirnya aku memutuskan untuk menemui dan membantunya.

"Permisi, Teh ... Ada yang bisa saya bantu?"

Dia berjengit kaget, saat mendengar suaraku, "Ouh, sorry, kenapa?

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku sekali lagi. "Dari tadi saya lihat, kamu seperti sedang mencari sesuatu, benar?"

Dia mengangguk lesu, "Iya, hp aku hilang. Aku enggak tahu aku yang lupa, atau emang diambil orang,"

Oh, begitu. Pantas terlihat sangat gusar. Zaman sekarang mana ada remaja yang bisa hidup tenang tanpa barang kecil itu.

"Coba kamu inget-inget lagi, deh, sebelum ke sini, kamu kemana dulu?" saranku.

Dia mendengus kesal, "Ya ini aku lagi apa kalo enggak lagi mikir?! Orang namanya udah lupa ya enggak bakalan inget lah! Ada-ada aja."

Aih, wanita ....

"Iya, iya, maaf. Saya bantu cari, ya?"

"Enggak usah. Sana pulang aja, aku bisa sendiri." ketusnya.

Impossible || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang