Mama

16 4 1
                                    

"Assalamualaikum, Mah, Juna pulang!" teriakku memberi tahu mama. Kebiasaan kecil itu tidak bisa hilang ternyata.

"Mandi, terus istirahat dulu gih. Nanti Mama buatin Teh terus diantar ke kamar kamu," perintah Mama.

Aku tersenyum lalu memeluk Mama sebentar. Sepenat apapun, pelukan Mama akan selalu jadi obat untukku. Menjadi tempat ternyaman dikala banyak sekali badai yang menerpa.

"Dah, sana. Kamu bau asep! Abis kerja atau abis apa sih? Pulang kok bau asep gini?" gurau Bunda.

"Abis makan sama Hisyam, Ma. Yaudah, aku mandi dulu, ya Ma,"

Siang ini aku memutuskan untuk pulang ke rumah Mama, setelah mengantar Hisyam ke apartemenku. Beberapa hari terakhir, tidurku tak nyenyak sama sekali. Ada banyak hal yang harus kuceritakan kepada Mama, agar semuanya terasa lebih lega.

Urusan dengan kamar mandi sudah selesai. Aku berjalan ke dapur dan mendapati Mama sedang membuat secangkir teh hangat untukku.

"Nah, gini kan seger kelihatannya," kata Mama.

Aku hanya tersenyum sebagai jawaban. Lantas segera menyicip teh hangat buatan Mama. "Makasih, Ma,"

Mama mengusap pundakku lembut. "Apapun buat kamu, sayang."

Hening beberapa saat. Aku bingung harus mulai dari mana. Terlalu banyak yang ingin aku ceritakan.

"Ada apa, Arjuna?" tanya Mama tiba-tiba yang sedikit mengagetkanku.

Pasti Mama tahu alasan aku pulang ke rumah dengan tiba-tiba. Aku menghela napas, untuk bersiap bercerita pada Mama.

"Sebentar lagi, Sasha menikah, Ma," kataku memulai bercerita. "Rasanya masih sangat sakit. Apalagi akhir-akhir ini, aku sering bertemu dengan Natasha. Bahkan lebih parahnya, tadi siang aku bertemu dengan bunda," aku berusaha tegar untuk melanjutkan bicara.

"Bunda bilang, sebenarnya Natasha enggak bahagia dengan pernikahan ini. Selama ini Natasha menderita. Tapi Bunda sama ayah udah gak bisa lakuin apapun. Keputusan itu sudah mutlak. Mau gak mau, Natasha harus terima itu semua. Aku ... aku sakit hati lihat Natasha sedih."

"Tapi aku juga tahu. Di sini aku adalah kandidat paling lemah. Aku gak punya kekuatan apapaun bahkan hanya untuk sedikit menentang. Aku gak punya kekuatan apapun, Ma."

Mata Mama berembun. Tangannya terus mengusap bahuku pelan. "Arjuna. Di dunia ini banyak hal yang kita inginkan, sebenarnya malah harus kita relakan. Salah satunya masalah kamu dan Natasha. Mama sangat menyayangkan dengan perjodohan sepihak ini. Rasanya akan sangat sakit untuk Natasha. Tapi kita orang luar, Nak. Kita tidak ada hubungan apapun dengan keputusan keluarga Natasha. Kita tidak memiliki kuasa apapun untuk menentang," kata Mama.

"Mama tahu, ini pasti sangat sulit untuk kalian hadapi. Tapi tidak ada jalan lagi. Mungkin ini akhir kisah kalian. Mau ataupun tidak kamu harus menerima kenyataan. Kamu pasti kuat sayang, Mama yakin, anak Mama ini kuat," Mama mengakhiri obrolan ini dengan memelukku erat. Sambil terus mengusap bahuku dan bergumam aku anak kuat, aku anak kuat.

Terus seperti itu beberapa saat. Sampai aku merasa sudah lebih tenang, aku mengurai pelukan tersebut. "Makasih, Ma. Aku yakin, Aku, Natasha dan semua yang terlibat dalam masalah ini, akan hidup bahagia. Sesuai dengan apa yang udah tuhan kasih untuk takdir kita."

Mama kembali memelukku. Mengecup pelipisku lembut. "Arjuan hebat! Mama bangga sama kamu,"

Aku tersenyum. Iya Mama benar. Ini adalah akhir dari kisah aku dan Natasha. Besok hari kita akan membuat cerita yang baru. Tanpa bersinggungan lagi. Tanpa harus saling terlibat lagi.

Bukankah level cinta tertinggi itu, adalah merelakan?

Tapi apakah pantas aku rela melihat dia dengan yang lain, sedangkan dia tidak bahagia?

Semuanya begitu rumit. Bahkan mereka tega, mengorbankan kebahagiaan seseorang yang katanya mereka sebut dengan 'cucu kesayangan' hanya untuk menyambung bisnis. Apa mereka tidak sadar, mereka sama saja menganggap Natasha seperti barang?

Padahal sudah jelas. Sudah terang terangan Natasa berkata, bahwa dia tidak bahagia. Tapi kenapa, perjodohan ini masih dilanjutkan?

Apakah kebahagiaan bisa dibeli?

Ya, memang semuanya akan berjalan lancar dengan adanya uang. Tapi untuk apa harta yang berlimpah jika tidak ada kebahagiaan di dalamnya?

Menikah bukan hanya tentang menyambung bisnis. Di dalamnya harus ada kasih sayang yang utuh. Yang harganya jauh lebih tinggi dari pada apapun.

Aku kesal. Kesal kepada diriku sendiri yang memang tidak bisa melakukan apapun. Aku sangat payah.

"Sudah, jangan melamun! Sana istirahat. Mama juga mau istirahat sebentar," tegur Mama.

Lalu aku beranjak untuk menuju kamarku lagi. Tidak ada yang dilakukan. Hanya berbaring dengan menatap langit langit kamar yang kosong.

Beberapa hari lagi semuanya akan berakhir? Apa aku akan kuat hadir di acara nanti?

Aku tak tahu.

Tapi aku tetap berharap, semoga setelah semua ini selesai. Natasha bisa membuka lembaran baru yang lebih baik, dan menjalani hidup dengan bahagia.

Itu adalah doaku untukmu, Sha.

Kamu harus bahagia.

_________

Ini pendek banget gak sih? Maaf huhu tiba-tiba otakku hilang lagi.

Gimana sama part ini? Feelnya dapet, gak?

Jangan lupa vote dan komen! ❤️



Impossible || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang