"Fuck!"
Jaehyun menggeram, terpaksa bangun dari tidur sembari rangkaian umpatan dan suara berisik memekakkan telinganya. Sangat gelap ketika ia membuka matanya, masih kabur dan berkabut seraya ia menggosoknya dengan tangan. Lantainya terasa keras dan dingin meski ia menggunakan beberapa lapis baju, mengingatkannya bahwa selama Taeyong tidak baik-baik saja, maka ia akan terus tidur di lantai.
Untungnya ia memiliki selimut tambahan yang cukup lembut untuk meringankan rasa tidak nyamannya.
"Sialan!"
Cahaya ponsel membutakan matanya selama beberapa detik ketika terpancar di wajahnya.
"Taeyong, ini jam 5 pagi..."
"Apa?" Gerakan gelisahnya di atas kasur terhenti saat Taeyong duduk, punggungnya menyentuh dinding. Tatapannya sangat tajam di antara kegelapan dan Jaehyun menyesuaikan kecerahan layar ponselnya sebelum ia meraba-raba untuk menyalakan sakelar lampu meja. "Ini jam lima pagi dan aku tidak bisa tidur, apa itu yang mau kau katakan? Aku tahu itu, oke?"
Mengabaikan amukannya dan juga umpatannya, Jaehyun bangkit dan melipat selimutnya, menyimpannya di lemari dan menyalakan lampu utama. Ia merasa puas ketika melihat Taeyong memicing silau. Lee Taeyong pantas mendapatkan itu setelah mengganggu tidurnya.
"Apa kau lapar?"
"Kubilang aku tidak bisa tidur. Aku mau tidur, bukan makan. Apa kau mau pergi ke dokter untuk memeriksakan otakmu? Kepalamu pasti rusak waktu aku membenturkannya di dinding bata di Prancis di tengah hujan rasa Prancis."
"Jangan mengujiku, Taeyong. Aku ingin membantumu. Sekarang, kalau kau tidak mau mengaku kau lapar maka aku akan membiarkanmu kelaparan. Aku serius."
Si rambut karamel menatapnya, dadanya terlihat berat akibat napasnya yang putus-putus.
Jaehyun menaikkan alisnya. "Apa?"
"Apa kau akan menyuapiku?" Ia bertanya sambil menggigiti kukunya, wajahnya datar. Perubahan suasana hatinya yang terjadi begitu cepat masih saja mengejutkan Jaehyun. "Aku masih tidak boleh memegang alat makan, 'kan?"
Dengan anggukan, yang lebih muda membuka pintu. "Aku akan segera kembali. Jaga tingkahmu, Taeyong."
Hik. "Oke." Ia mendorong tubuhnya ke sudut kasur, lalu memeluk kakinya dengan tangan, matanya tidak pernah lepas dari Jaehyun. "Baiklah."
Jaehyun tidak membuang waktu dan segera berjalan ke kafetaria. Ini masih pukul lima pagi tetapi para koki sudah mulai bersiap-siap.
Ketika ia sampai di ruang makan, tidak ada seorang anggota Invictus pun di sana. Suara denting peralatan dapur dan percakapan merambat di kesunyian ruangan itu hingga suara jejak kakinya pun terdengar jelas.
Ia melihat ke bawah dan menyadari bahwa ia bertelanjang kaki.
Seorang koki memanggilnya, menyapanya dengan bersemangat, terlalu bersemangat untuk waktu sepagi ini.
"Hei, apa Léonie sudah bangun? Apa menu masakan Prancis hari ini?"
"Belum, Tuan. Biasanya ia memasak pukul enam. Menu Prancisnya juga berubah-ubah."
"Hah." Jaehyun mendengus, menggosok wajahnya dengan tangan. "Baiklah. Ah, kalau begitu aku minta nasi goreng kimchi, dan juga lauk pendampingnya." Ia menyeberangi ruangan untuk mengambil sekotak jus dari vending machine sebelum mengambil nampan dari sang koki dan menuju elevator terdekat yang akan membawanya ke kamar.
Ketika ia kembali, Taeyong masih membungkuk dengan tangan memeluk perutnya, mengerang.
Jaehyun menaruh nampannya di meja. "Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] What Lies Ahead: Lionheart (JaeYong)
Детектив / ТриллерTaeyong hidup. Kenapa tidak? Dia kejam, dibalut topeng pesonanya dan dibakar oleh obsesinya terhadap Jaehyun. Dia tidak akan membiarkan tangan kematian menjangkaunya selama Jaehyun masih ada di sekitarnya. Karena setelah bertahun-tahun, akhirnya ada...