Mobil berhenti 50 meter dari gedung teater. Taeyong menarik keluar batang lolipop dari mulutnya dan memutar permennya sebelum dikunyah hingga hancur. "Jadi. Kau tidak boleh menggangguku di permainan ini, sayang sekali. Kalau aku tidak keluar dari tempat itu dalam tiga puluh menit setelah bunyi tembakan pertama, kau bebas melakukan apa pun yang kau mau. Tapi yang paling utama adalah, bawa Sicheng pergi. Dia prioritas utama." Taeyong menepuk paha Jaehyun lalu keluar dari mobil, memberi hormat pada mereka sebelum dengan santai berjalan ke tujuannya, tangan di dalam saku seolah ia tidak sedang berjalan ke medan perang.
Sejak sabotase pelelangan itu, area ini tak lagi berpenghuni. Lagi pula, gedung ini memang bukan gedung yang biasa didatangi publik. Jadi apa pun yang terjadi di dalam sana, tidak ada yang berumur sepanjang itu untuk mengetahui ceritanya.
Taeyong menerobos dinginnya angin yang berhembus. Semilir sejuk itu berusaha menusuknya melalui celah pakaiannya namun ia bergeming dengan pikiran yang sudah terpusat pada apa yang akan menyambutnya, dan tidak ada yang bisa menggoyahkan tekadnya. Tepat saat itu, ketika ia memasuki teater terbengkalai barulah ia tersadar ia benar-benar sendirian dalam menghadapi hujan peluru dan apa pun itu selama setengah jam ke depan. Ia bahkan tidak tahu berapa orang yang menantinya, yang tidak sabar memenggal kepalanya. Meski itu tidak penting baginya.
Kalau aku mati, biarlah itu terjadi. Itu akhir kisah yang paling layak kudapatkan untuk menutup lembaran hidup yang sangat tragis ini.
Tempat itu masih kosong. Ia ada di lobi yang dipenuhi serbuk beton dan debu yang lengket. Dindingnya berlubang, retak. Lalu angin berderu, bergema di dalamnya, menekankan fakta bahwa gedung ini kosong, tak lagi ditempati dan angker. Puing-puing di lantai adalah yang menemani Lee Taeyong selama sepuluh menit hingga ada suara mesin yang ditangkap telinganya.
Permainan akan dimulai.
"Lee Taeyong,"
Seorang pria yang tampak berusia 30-an, dibalut pakaian serba hitam dari atas hingga bawah memimpin barisan pria-pria, sekitar 10 orang. Pria ini adalah pemilik suara yang menelepon pertama kali — Zero.
"Jadi kau adalah tipe seperti anjing yang sangat patuh pada majikannya, datang sendiri tanpa orang yang mengendalikanmu dengan tali." Hinaan itu tidak berpengaruh apa-apa padanya. Bahkan, ia menganggap itu pernyataan yang murahan. "Aku percaya kau tidak bawa siapa-siapa bersamamu. Karena akan merepotkan kalau mereka muncul dan permainan kita tidak selesai. Omong-omong," Zero melangkah maju, terlihat angkuh. "Kudengar kau harus dilenyapkan dulu untuk menuntaskan misi kami. Jadi setelah kami selesai denganmu, kuman-kuman Invictus adalah target berikutnya."
"Siapa pun yang mengatakannya, itu benar, bukannya aku sombong — dan apa kau akan terus mengoceh, karena," Taeyong mengulik telinganya. "Aku tidak datang ke sini untuk berbincang-bincang. Di mana Sicheng?"
"Hei, hei. Itu nanti saja. Apa kau meninggalkan uangnya di Père Lachaise?"
Taeyong melihat anggota Zero mulai mengeluarkan pistol, mengokangnya. Itu hanya membuat darahnya berdesir senang. "Tentu saja. Maksudku, aku mungkin penjahat brutal, tapi aku baik hati beramal padamu agar kau berhenti mengemis-ngemis. Katakan padaku, bagaimana rasanya memohon?"
Wajah Zero menegang. "Kau akan tahu rasanya nanti."
"Tidak!" Taeyong mengangkat tangannya, menghentikan gerakan mereka. "Beritahu aku," Ia menoleh pada pria yang berdiri di samping Zero. Ia terlihat sama tidak pentingnya dengan anggota mereka, yang berbeda hanya wajahnya yang memancarkan kemarahan dan dendam yang mana menyerupai wajah Zero. "Namamu dulu. Bukankah ini tidak adil kau tahu namaku sedangkan aku tidak tahu namamu? Pertemanan tidaklah seperti ini."
Pria yang ditanyakannya mendengus, memutar pistolnya. "Elijah — kalau kau sangat penasaran dengan nama orang yang akan membunuhmu. Kau membunuh ayahku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] What Lies Ahead: Lionheart (JaeYong)
Детектив / ТриллерTaeyong hidup. Kenapa tidak? Dia kejam, dibalut topeng pesonanya dan dibakar oleh obsesinya terhadap Jaehyun. Dia tidak akan membiarkan tangan kematian menjangkaunya selama Jaehyun masih ada di sekitarnya. Karena setelah bertahun-tahun, akhirnya ada...