Part 28

636 112 0
                                    

Taeyong tidak melihat ibunya lagi dalam beberapa bulan setelahnya. Faktanya, tidak ada lagi yang menemuinya setelah Juli berakhir dan Agustus tiba, sampai Desember datang untuk kedua kalinya. Ia melanjutkan rutinitas yang ia sudah lakukan selama ini, mengikuti kelas seni dan memasak dan duduk bersosialisasi, hanya menyaksikan para pasien lainnya bermain permainan bodoh dan juga kegiatan yang dibuat untuk memperbaiki tingkah laku dan sikap mereka, sebagai persiapan ketika mereka diperbolehkan untuk keluar dari sana nanti.

Taeyong mengambil satu-dua pelajaran saat ada kesempatan baginya untuk merasa, untuk bersimpati dan untuk berbaur.

Ia belajar bahwa berbicara itu tidaklah buruk. Ia belajar bahwa rasanya menyenangkan tidak menyimpan semuanya sendirian, yang mana biasanya akan mengacaukan pikirannya. Ia belajar bahwa ia bisa bercerita apa saja yang ia mau dan tidak masalah jika mereka tidak mengerti, selama ia mengungkapkannya dan membiarkan amarah dan kebencian dan segala hal negatif terlampiaskan, karena dulu ketika ia pernah mengikuti suatu kegiatan sosialisasi, ada perasaan lega membasahi tubuhnya. Menenangkan.

Seperti ia adalah orang normal untuk sehari.

Tidaklah mudah berdiri di hadapan 40 orang lebih dengan semua mata tertuju padanya, berbeda ukuran dan warna bola mata, berisikan ekspektasi dan beragam emosi di dalamnya. Tidak mudah. Ia ingin mengamuk, berteriak agar mereka tidak menatapnya karena ia merasa sedang terekspos, ia merasa dicemooh dan ia benci menjadi pusat perhatian.

Tapi ia berhasil melewati 5 menit itu, membagikan isi pikirannya tentang apa yang dirasakannya selama ada di rumah sakit jiwa ini, tentang dirinya yang jauh dari lingkaran orang-orang yang dikenal, tentang dirinya yang berada di sini bersama orang-orang yang tidak selevel dengannya dan ia menyelesaikan pidato kecilnya dengan senyum puas karena ia baru saja menghina mereka semua dan mereka masih tetap bodoh tidak mengerti. Kecuali Mark. Ia lumayan pintar.

Chungha merasa senang. Malam itu, perawatnya berkata ia bangga melihat usaha Taeyong untuk mencoba berubah.

Malam yang sama, Taeyong berpikir perempuan itu pintar dan juga bodoh secara bersamaan karena sebenarnya ia tidaklah mencoba berubah. Ia hanya mencoba bertahan.

Karena segala yang ia pelajari di sini akan berguna baginya di masa depan.

Dan hari itu tiba, tepat di hari Natal kedua setelah tradisi bertukar kado selesai. Kali ini ia diperbolehkan untuk ikut dan Taeyong memberi seorang pasien muda sebuah origami, dibuatnya dengan kerja keras. Semuanya origami berbentuk binatang.

Mark menggambarkannya sesuatu. Gambar diri mereka berdua. Taeyong menempelkannya di dinding, di sebelah gambar cokelat batang yang didapatkannya dulu.

Cuacanya sangat dingin di luar gedung. Para pasien sedang di kafetaria untuk makan siang dan mereka mendapat tambahan ham dan keju di piring mereka, bersama makanan lokal. Taeyong menduga ini adalah hari yang sangat, sangat spesial.

Ralat — Taeyong tahu ini adalah hari yang sangat spesial.

Mark duduk di sisinya, menusuk hamnya dengan ujung sendok plastiknya. "Kenapa kau tidak makan? Apa kau tidak suka?"

"Aku bisa bertanya hal yang sama padamu. Kenapa kau bermain-main dengan makananmu, Tolol? Kau seharusnya memakannya." Taeyong menatapnya tajam sebelum pergi dari kursinya dan berjalan keluar dari kafetaria. Mark dengan cepat menyusulnya.

"Kau mau ke mana?"

"Melaksanakan rencanaku."

Mark merengut, menggigiti sudut bibirnya. "Apa maksudmu? Taeyong, kita sudah lama akrab tapi aku masih tidak bisa memahamimu."

"Jangan pusingkan otak kecilmu itu, Mark." Taeyong berkata seraya berjalan ke koridor menuju klinik. Semua dokter dan perawat yang tidak ada di kafetaria untuk menemani pasien mereka berarti sedang makan di ruang makan khusus staf. "Kau akan segera tahu."

[3] What Lies Ahead: Lionheart (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang