1

18 5 0
                                    

'Masih jam lima lebih sepuluh, waktu buka kurang dua puluh lima menit lagi..'

Azura melirik jam dinding dengan tatapan memelas, sedangkan suara ramai tawa anak-anak yang berderai terdengar dari lantai atas. Azura terbiasa dengan kebisingan itu, lagipula ini kan pesantren, mana mungkin tidak ramai.

Pohon belimbing yang tumbuh besar dengan dedaunan lebat serta buahnya yang kuning matang membuat Azura menelan ludahnya. Ia menyesal kemarin malam bergadang untuk baca novel hingga tengah malam, sampai ia tak dapat membuka matanya saat sahur tadi.

"Ngelamun terus, baca Al-Qur'an kan enak!" Aku menepuk bahu Azura yang langsung berjingkat. Aku terbahak.

"Ih, Zelene! Azura tuh ga sabar mau berbuka! Haus minta ampun, apalagi buat baca Al-Qur'an, bisa-bisa ludah Azura habis!"

'Demi Allah, wajahnya yang imut dan memasang raut jengkel itu amat menggemaskan!' Aku terbahak dalam hati.

"Azura, ga ada sejarahnya baca Al-Qur'an bikin ludah habis," ucapku menahan tawa

"Emang ga ada, ini sejarah yang pertama!" Azura mencebik.

"Kamu lucu!" Kali ini aku tertawa pelan.

"Zelene, Zelene bisa ngelipat waktu, ga?" Matanya yang bening itu menatapku polos

"Kenapa kamu nanya begitu?"

"Please deh! Kalo bisa lipat waktunya sampe waktu buka. Azura kayak di ambang kematian!" Azura mencengkram lehernya.

"Kalo kamu tambah kebanyakan ngoceh gitu, kamu bakal tambah haus." Ariana menyahut dari arah belakangku.

"Mokel [baca:berbuka sebelum waktunya] boleh ga ya? Azura ngerasa kayak mau mati!" Mata Azura berkaca-kaca.

Aku tersenyum ke arahnya. Rasa ibaku terbit.

"Ga boleh zeyenk... ini udah mau buka, sayang tau ga," Carissa yang sedari tadi duduk di samping Ariana angkat suara.

"Kan, katanya kalo udah di ambang kematian gapapa? Ini Azura diambang kematian!" Azura merengek.

"Aku sanksi dia ga bakal mati hari ini, Zelene." Ariana menatapku malas.

"Udah lah Azura, kurang dua puluh menit aja kok," bujukku.

"Dua puluh menitnya kaya dua ratus tahu buat Azura!" rengek Azura lagi.

"Aku punya ide agar kamu bisa melewati waktu tanpa terasa!" Carissa menjentikkan jarinya.

"Apaan coba?" Ariana mengangkat alisnya.

"Cerita-cerita, yuk! Tentang Ramadhan! Sekalian nambah ilmu dong!" Carissa nyengir

"Good idea, Carissa!" dahutku senang.

"Berhubung aku ga terlalu faham beginian, aku angkat tangan." Ariana tersenyum masam.

"Aku juga," timpal Carissa.

"Azura juga," tambah Azura, membuatku melongo.

"Kalo ga ada yang tahu, siapa dong yang cerita?"

"Kamu tahu jawabannya Zelene!" Carissa masih betah mempertahankan cengirannya, membuatku tersenyum masam.

"Oke, biar aku yang cerita!" putusku akhirnya, disambut sorak 'hore!' Carissa, Azura dan Ariana.














Bersambung

Ramadhan Kala ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang