2

6 5 0
                                    

"Kalo aku boleh curhat, lebih tepatnya ngeluh sih, kenapa sih harus ada Ramadhan? Harus puasa, lapar haus pula!" Carissa menatap kuku-kuku tangannya yang pendek

"Ramadhan itu Syahrus Siyam, artinya bulan berpuasa," balasku, membiarkan Carissa melongo.

"Itu sebutan lainnya kan?" Ariana menelengkan kepalanya, aku mengangguk.

"Kalo Azura boleh tahu, emangnya Ramadhan itu artinya apa, sih?" Azura menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan tempatku duduk.

"Kamu ga tahu?" Carissa memasang tampang kaget.

"Azura ga tahu, makanya nanya! Emang Carissa tahu?" tanya Azura balik.

"Oh... tentu saja..... ga tahu," Carissa nyengir.

"Kirain tahu, kaget dengernya," cibir Ariana.

"Ye, percaya yang situ pinter," sindir Carissa, jengkel.

"Aku ga pernah sok-sokan," sanggah Ariana.

"Eh kok malah debat, sih, ingat kalo puasa ga cuma menahan lapar dan haus, tapi juga mengunci lidah dari kata-kata yang ga baik!" tegurku.

"Iya, maaf deh!" Ariana menyatukan kedua tangannya didepan dadanya. Aku menghela nafas.

"Kenapa minta maafnya ke aku? Minta maafnya ke Allah dong. Perbanyak istighfar. Astaghfirullah..."

"Tuh dengerin," tambah Carissa. Aku melirik dingin kearah Carissa sebagai peringatan.

"Oke, oke." Carissa mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

"Tadi kamu nanya apa Azura?" Aku menoleh kearah Azura yang menimbang-nimbang.

"Em.. bentar, Azura ingat-ingat dulu.. lupa gara-gara denger Carissa dan Ariana ngobrol sih," keluh Azura.

"Tadi dia nanya Ramadhan itu artinya apa?" sambung Ariana.

"Nah, iya, tadi Azura mau nanya itu!" pekik Azura.

"Denger ya, Ramadhan itu merupakan sebuah kata mabni."

"Apa itu mabni?" Carissa menggaruk kepalanya.

"Mabni itu adalah kata yang ga berubah bentuk. Iya kan Zelene?" sahut Azura.

"Betul. Ramadhan itu mabni fathah. Ia harus selalu dibaca Ramadhana, bukan Ramadhanu atau Ramadhani."

"Berarti asal katanya apa?" Ariana bingung, ia menimbang-nimbang.

"Asal katanya adalah Ar-ramdlu."

"Artinya?" Tanya Azura,Carissa dan Ariana bebarengan.

"Membakar sesuatu," jawabku singkat.

"Yang ini aku udah faham," sahut Carissa.

"Azura juga, berarti boleh dong, ke pertanyaan selanjutnya?" Azura girang.

"Boleh." Aku mengangguk mengiyakan.

"Zelene ingat ga, dulu Ustadzah Kyara pernah bilang kalo Ramadhan itu bulan untuk Tasakur dan Tafakkur. Coba Zelene jelasin, Tafakkur dan Tasakur itu artinya apa?" Alis Azura menyatu.

"Tafakkur itu-"

"Kalian masih disini? Ga pada buka atau kalian datang bulan?" Kak Isabella, salah satu pengurus di pondok ini kaget melihat kami masih betah duduk di lantai dua, tempat para santriwati lainnya biasa belajar bersama.

"Buka? Emang udah, ya?" Carissa kaget.

"Udah dari sepuluh menit yang lalu." Kak Isabella tersenyum.

"Azura ga denger ada suara bedug ya?" Azura mengernyit.

"Lebih baik kalian cepet buka, biar ga ketinggalan jamaah Maghrib," saran kak Isabella yang langsung kusetujui.







Bersambung

Ramadhan Kala ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang