Chapter 23

179K 16.1K 2K
                                    

"Nama aslinya Arabella Swastika, bukan Arabella Clafita seperti identitas yang dia pakai untuk mendaftar sekolah, dan dia lahir di Surabaya, bukan Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama aslinya Arabella Swastika, bukan Arabella Clafita seperti identitas yang dia pakai untuk mendaftar sekolah, dan dia lahir di Surabaya, bukan Jakarta. Hanya bersekolah sampai SMP kelas 2, lalu keluar karna masalah ekonomi. Ayahnya bernama Aryo Mahesa, sekarang bekerja sebagai pelayan restoran Padang di Surabaya. Ibunya bernama Anjani Yulia, penjahit rumahan. Lokasi yang berhasil saya lacak dari sosmednya, selama di Jakarta, Arabella Swastika tinggal di komplek perumahan PIK, Jakarta Utara."

"Untuk nomor-nomor yang Bos minta untuk saya lacak, sudah saya kirimkan ke email. Ada beberapa yang terlacak, ada beberapa yang tidak aktif. Semoga itu bisa membantu menyelesaikan masalah," ujar Haris.

Adriel mengangguk dengan senyum tipis, juga mengucap, "Thanks."

"Oh iya, jangan panggil gue 'Bos', panggil nama aja. Gue belum jadi Bos lo."

"Bos aja lah, Bos. Tinggal sehari juga. Besok Bos udah jadi Bos saya," balas Haris cengengesan.

Setelah William pikir perbincangan sudah tak lagi penting, ia langsung menepuk pundak Haris yang masih tak bangkit-bangkit dari sofa lobi. "Silahkan Pak Haris, bisa kembali ke ruang kerja anda dan jangan ngeluyur ke kantin," ujar William baku karena sedang di kantor.

Haris tetap enggan bangkit. Ia melas melihat jam tanganny. "Nanggung, Wil. 10 menit lagi istirahat makan siang. Kerjaan gue juga udah kelar semua kok."

"Ya terserah anda. Paling hanya saya laporkan ke pak Gerald kalau anda itu staff yang pemalas," balas William.

Kedisiplinan William jika sudah di kantor memang tidak ada yang menandingi. Adriel ingin melawannya sekali-kali. "Ke kantin aja nggak papa, Ris," ujar Adriel mengizinkan.

Haris langsung berterima kasih berulang kali pada Adriel, lalu pergi ke kantin sambil mengejek William. Tangan William mengepal geram. Jiwa disiplinnya tercabik-cabik oleh anak bosnya yang malah memperbolehkan ketidakdisiplinan pada staff kantor.

"Ngapain ngelihatin gue kayak gitu? Mau ngomel?" Adriel meledek tatapan William yang begitu tegang.

William hanya bisa menghela napas, sebab ini di kantor. Kalau bukan di kantor, sudah ia acungi jari tengah anak bosnya ini.

..............

Sementara itu, Alma tengah menemani Bunda Naura nge-mal sekarang. Ibu mertuanya itu tiba-tiba menjemputnya ke apartemen dan minta ditemani belanja. Ini pertama kalinya Alma pergi berdua dengan Bunda Naura, jadi semakin mengagumi aura positif Ibu mertuanya itu. Kecantikannya natural, tak lekang oleh usia. Tuturnya pun lemah lembut, murah senyum, dan wajahnya sejuk jika dipandang. Tak ayal jika putranya berwujud seperti Adriel.

Kini mereka tengah memilih-milih pakaian di sebuah toko yang ada di dalam mal. Iya, mereka. Karena ujung-ujungnya Alma tidak hanya menemani Bunda Naura saja, tapi juga ikut berbelanja.

Alma's Fortune [New Version] - Re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang