"misi mu adalah masuk ke universitas ini," seorang pria melempar sebuah berkas pada lawan bicaranya.
"Apa yang akan ku lakukan disana?" Ujar wanita yang ternyata adalah Mute.
"Cari antek antek yang bekerja untuk wanita sialan itu aku dengar mereka bersekolah di sana," terang pria tersebut.
"Berapa orang?"
"Hanya 2 orang tapi mereka masuk jejeran elit di tim nya kemampuan mereka cukup diperhitungkan jadi berhati-hatilah," balas pria itu.
"Aku mengerti. Besok aku akan langsung mendaftar terlebih kakakku juga kuliah di sana," ucap Mute.
"Baguslah. Aku berharap banyak darimu dan misi ini hanya kita berdua yang tau."
Mute mengangguk. "Baiklah aku permisi," ucap Mute seraya beranjak pergi.
~~~
"Siapa sebenarnya 2 orang ini? Dia tidak memberiku petunjuk maupun ciri²," Mute masih membolak-balik berkas ditangannya.Mute menyandarkan tubuhnya di sofa, memejamkan mata sejenak dan menetralkan pikirannya. Semenjak menerima misi Mute menjadi lebih sibuk dan jam istirahatnya ikut terganggu karena misi rumit yang di terima.
"Jika aku tidak berhasil menemukan mereka bisa saja mereka yang menemukanku dan mungkin akan membunuhku," Mute masih bergumam ditangan kanannya ada segelas wine yang menjadi pelepas stresnya.
Mute beranjak menuju balkon kamarnya menatap kosong ke depan entah apa yang dipikirkan. Matanya terpejam, angin menerpa menerbangkan rambutnya. Lamunannya terhenti karena suara riuh di dekat rumahnya. Ternyata para preman yang berusaha untuk melecehkan seorang wanita. Namun pandangan Mute tertuju pada laki² yang datang menolong.
"Bukankah itu Keisuke?" Gumam Mute.
Mute terus memperhatikan Keisuke yang melawan para preman itu hingga akhirnya memutuskan untuk turun. Ketika sampai di lokasi para preman itu sudah pergi dan hanya tersisa Keisuke bersandar di dinding gang sempit.
"Keisuke senpai!!" Mute berlari menghampiri Keisuke yang babak belur.
"Eh? Mute?" Keisuke kembali membisu menatap kosong Mute yang kini dihadapannya.
"Kau baik² saja? Kalau begitu obati lukamu di rumahku. Mari ku bantu," ucap Mute membantu Keisuke untuk berdiri.
Keisuke hanya membisu pikirannya melesat entah kemana menatap Mute yang kini begitu dekat dengannya. Mute membawa Keisuke masuk dan mendudukkan di sofa lalu bergegas mencari kotak obat. Tak lama Mute kembali dengan kotak obat.
"Kau tidak perlu mengobati ku," tukas Keisuke ketika Mute hendak mengobati luka di wajahnya.
"Jangan keras kepala jika tidak diobati itu akan infeksi," Mute bersikeras mengobati Keisuke membuat pria itu pasrah.
"Kenapa kau mengobati ku?" Tanya Keisuke.
"Kenapa? Eum aku tidak tahu kenapa aku menolongmu tapi yang jelas aku tidak suka ada yang terluka setelah menolong orang lain," ucap Mute yang masih mengobati luka Keisuke.
Keisuke mengernyit heran mendengar pertanyaan Mute barusan.
"Baiklah sudah selesai," ucap Mute sambil mengemas kembali kotak obatnya.
"Terima kasih," balas Keisuke.
Lalu seseorang mengetuk pintu.
"Kau tunggu dulu aku akan membuka pintu," Mute beranjak menuju pintunya.