16. Yichang

784 119 56
                                    

Diteriknya siang, hanya hamparan hijau yang terlihat sejauh apapun mata memandang. Meskipun di sana terlihat beberapa bangunan, namun bangunan itu telah diselimuti oleh tanaman hijau. Maka tidak heran jika semua orang selalu mendengar julukan untuk kota Yichang adalah kota mati.

Xiao Zhan dengan susah payah menurunkan tubuh Wang Yibo dari atas hewan hitam yang beberapa saat lalu ia tunggangi. Ia memapahnya untuk bersandar pada sebuah pohon besar yang terlihat berumur, menatap sekelilingnya yang terasa familiar. Ia yakin pernah pergi ke tempat ini pada suatu waktu, dan pada saat itu juga retinanya menangkap siluet seorang anak kecil di balik salah satu bangunan hijau itu.

Bulu kuduknya berdiri, membuat ia menarik busur panahnya, berjaga jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan. Tetapi jelas jika beberapa saat lalu ia memang melihat seorang anak kecil, dan dapat dipastikan jika hal itu bukanlah imajinasinya mengenai tempat mati ini. Konon katanya Yichang telah ditinggalkan oleh seluruh penduduk setempatnya, bukan ditinggalkan untuk berimigrasi, tetapi ditinggalkan mati seiring dengan pembantaian besar sewaktu Zhou runtuh.

Xiao Zhan hendak berbalik untuk melihat kondisi Wang Yibo saat tiba-tiba sekitar lima ujung tombak telah siap untuk menerobos lehernya. Namun seorang pria yang paling tua, dengan surai putih yang menjadi pelindung kepalanya, menatapnya dengan mulut yang hampir terbuka sepenuhnya. Ia tiba-tiba menancapkan tombak di tangannya ke tanah, segera bersujud di bawah kaki Xiao Zhan yang membuat semua orang mengikuti apa yang telah dilakukannya.

"Yang Mulia! Ampuni kami!" Serunya, membuat Xiao Zhan mengusap tengkuknya sendiri dengan bingung. Mereka orang sungguhan kan?

"Yang Mulia Putra Mahkota! Kami senang dapat melihat Anda kembali. Meskipun musim dapat berubah, ladang hutan dapat berganti menjadi sebuah pemukiman, tetapi doa kami untuk Yang Mulia akan selalu sama. Semoga Yang Mulia selalu diberkati dan dilimpahkan kebahagiaan yang meluap selama sisa hidup ini."

Kedua mata Xiao Zhan seperti telah ditarik oleh sesuatu tak kasat mata, membuatnya menjadi lebar dengan sendirinya. Dengan perlahan tangannya terulur, menepuk pundak sang kakek dengan pelan agar bangun. "Maaf, sepertinya di sini telah terjadi kesalah pahaman." Ucapnya.

"Tidak mungkin, Yang Mulia! Dengan sekali lihat pada kedua bola mata Yang Mulia saja, hamba dapat memastikan jika Yang Mulia adalah Putra Mahkota Xiao yang telah lama hilang!" Serunya, kembali membuat seluruh wajahnya berhadapan dengan tanah. Ia yakin jika pemuda dengan pakaian bangsawan itu adalah Putra Mahkota mereka, karena bola matanya tetap sama. Tetap memancarkan cahaya yang membuat siapapun dapat merasakan tenang karenanya, seakan hidup tidak pernah semenyedihkan itu.

"Kalian-"

"Yang Mulia, kami adalah rakyatmu. Sisa-sisa dari Zhou yang tidak dibantai karena kebaikan hati Putra Mahkota Wang yang membebaskan kami dan memberikan tanah ini sebagai tempat hidup untuk kami dan anak cucu kami ke depannya."

"Lalu, dimana Su?"

"Yang Mulia, apakah maksud Anda adalah Jenderal Wu yang selalu menjaga perbatasan ini?"

Xiao Zhan menggelengkan kepalanya dengan otak yang bekerja dengan keras. Jelas Su mengatakan jika dirinya bersama dengan rakyat Zhou yang tersisa, tetapi pemuda itu tidak di sini? Apakah masih ada sisa orang-orang Zhou yang lain selain orang-orang Yichang?

"Itu tidak terlalu penting sekarang, apakah aku dapat meminjam salah satu tempat tinggal di sini? Pemuda di sana telah diracuni selama perjalanan kemari, dan aku membutuhkan rumput hantu sebagai penawarnya."

"Yang Mulia, Anda dapat membawanya pada tabib Han yang pernah mengobati remaja dipunggung Anda saat pertama kali tiba di sini."

"Baik, terima kasih."

Luòhuā Shāng (The Injuries of Falling Flower) - YizhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang