prolog

25 1 0
                                    

Sial! Dia datang lagi.

Tubuh kecil itu sedang duduk di depan pintu lobi apartemen. Memeluk kedua kakinya sembari membenamkan wajah dengan tangan gemetaran. Tak perlu bertanya apakah dia baik-baik saja. Anak SD sekali pun dapat menebak dengan mudah dia sedang ketakutan.

Mata kami saling berserobok kala dia menengadahkan wajah balas menatapku. Udara hangat pada pukul sepuluh pagi tak mampu menyentuh hatiku lagi. Demi Tuhan, keputusasaan yang terpancar di mata itu seperti mendorongku ke ujung tebing. Hanya butuh satu sentuhan untuk menjatuhkanku hingga jiwa ini meninggalkan raganya.

"Aku takut, Kelana," lirih anak kecil itu seperti sedang meminta atensiku. Suaranya yang bergetar ketakutan mampu membuat hatiku berdenyut nyeri.

"Aku takut," katanya sekali lagi, lalu mengajakku. "Ayo, pulang."

Kata pulang sukses membuka kotak pandoraku. Seluruh emosi negatif yang susah payah terkunci rapat mengalir sederas air terjun. Bersama ingatan-ingatan menyakitkan yang mencekik leherku begitu kuat. Tak ayal keinginan mengakhiri hidup terus menerus menggerogoti kewarasanku.

Aku terjatuh bersamaan dengan barang belanjaanku yang berceceran. Sebotol pembersih toilet berhasil tertangkap oleh retinaku. Bisikan bahwa kematian merupakan jawaban dari segalanya adalah satu-satunya yang bisa kudengar.

Entah keberanian dari mana sampai tanganku bergerak untuk meraih botol plastik berwarna biru.

Siapa pun tolong aku.

DEAR, AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang