20. Pacaran?

694 154 29
                                    


✨✨✨


     Pacaran kalau kata Jimin yang udah mau jadi om-om bukanlah sesuatu yang wow lagi. Ya gimana nggak wow lagi coba, dia aja sering tukar tambah cewek- eh bukan, maksudnya dia udah sering berkeliling dari A sampai Z untuk nemuin siapa gerangan hatinya.

Makanya hari ini adalah hari ke-10 Jimin dan Aera resmi jadi kekasih. Enggak secimit-cimit Yoongi Hyeji kok. Tapi juga nggak sekaku itu. Mereka lebih pacaran ke tahap kayak; lo asik gue bisa berkali-kali lipat lebih asik, lo rese ayo putus aja karena buat apa pacaran lama-lama kalau ujungnya jagain jodoh orang?

Untuk prinsip pacaran mereka. Mari berikan tepuk tangan yang meriah untuk kemustahilan pada prinsip tersebut. Kalau sudah cinta, bau keringat aja jadi wangi mawar. Apalagi mau putus kalau cuma rese. Jangan harap akan segampang itu karena prinsip tersebut akan dipatahkan dengan istilah; love is blind.

Kayak siang ini. Aera off day. Jimin juga off alias kerja via nyuruh-nyuruh karyawannya lewat daring. Mereka berdua lagi pacaran di apartemen Aera. Nonton tv, tapi berakhir tv-nya yang nontonin mereka yang entah sejak kapan malah asik sayang-sayangan.

Dan sewaktu bibir tebal nan kenyal milik Jimin ingin mendarat di bibir tipis pacarnya, tiba-tiba perut lelaki itu berbunyi dengan nyaring, ia lalu menjauhkan wajahnya, malu sekali sampai ia menyembunyikan wajahnya di bahu milik Aera.

"Apa itu tadi?" tanya Aera dengan polos. Cukup terkejut kenapa tiba-tiba suasana jadi kacau. Padahal bentar lagi bibir mereka bertemu.

"Cacing..." ucap Jimin pelan.

"Cacing yang demo?"

Jimin dengan pelan ngangguk, dia malah memeluk tubuh kurus Aera dengan erat, "malu sayang, padahal bentar lagi enak."

Jelas membuat Aera terkekeh sendiri karena tingkah laku pacarnya, dia lalu melepaskan tubuh Jimin dari pelukannya, "cacing mau makan apa?" tanyanya, sambil elus-elus perut kotak Jimin tanpa dosa sedikitpun.

Yang dielus tentu saja panik. Takut kesenggol agak bawah sedikit. Bahaya. Urusannya panjang. Yang di kasih makan nggak cuma cacing, tapi juga hasrat gilanya.

"Aera-" Jimin akhirnya nggak mau tinggal diam duduk pasrah di elus-elus. Sebagai lelaki tampan dan sehat dia harus tegas, "jangan ya-" katanya sambil kasih senyum manis banget, jauhin tangan Aera biar nggak keenakan elus perut kotaknya.

"Jangan kasih makan cacing?" tanya Aera bingung.

Jimin ketawa, usakin poni pacar gemesnya sambil pengen jambak sedikit, "kamu kalau polos-polos gini nggak takut kalau aku polosin?"

Aera geleng kepala, "berani polosin aku, tanggung jawab adalah jalannya."

Bikin Jimin tambah laper aja. Tapi gemes. Tapi laper. Nggak tahu pokoknya pacarnya itu kayak pantat bayi alias polos mulus dan kenyal.

"Hehehe— aduh, sayang cium siniii- kamu gemes banget loh serius!" Baru kali ini kayaknya Jimin punya pacar yang umurnya beda sedikit aja tapi kelakuannya udah kayak pacaran sama balita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hehehe— aduh, sayang cium siniii- kamu gemes banget loh serius!" Baru kali ini kayaknya Jimin punya pacar yang umurnya beda sedikit aja tapi kelakuannya udah kayak pacaran sama balita. Aera benar-benar definisi dari polos-polos meresahkan. Dia ini polos, tapi pinter cari celah.

"Nggak mau cium. Nanti cacingnya demo. Berisik banget kayak beo. Aku mau masak aja ya? Mau makan apa?" tanya Aera yang udah bangkit dari duduknya dan bersiap untuk ke dapur.

Jimin mikir panjang. Hampir dua menit dia diam dan mikir. Yang nunggu tentu bete banget berasa dikacangin, "Jim, kamu enggak lagi makan dalam imajinasimu kan?!!!" protesnya.

"Hampir makan kamu di imajinasiku aja kok," Jimin kedipin sebelah matanya genit, "masakin yang kamu bisa aja, yang ada di kulkas, apa aja. Kalau aku minta macem-macem dan kamu gabisa ditambah gaada bahan. Buat apa?"

Rasanya kepala Aera mau meledak. Dia bete banget asli. Udah nunggu lama-lama ternyata dapat zonk. Daritadi ternyata mau mikir mesum dan malah nggak mikirin mau makan apa. Ujung-ujungnya terserah. Aera jadi curiga Jimin lagi nyamar jadi cowok karena tingkahnya itu kadang ke ciwi-ciwian.

"Aku tidur dulu ya sayang, kamu semangat masakin akunya, jangan keasinan ya, kalau asin banget berarti tandanya kamu pengen kawin~" teriak Jimin yang udah bobokan di sofa super empuk milik Aera, membuat Aera yang sedang sibuk di dapur itu memutar bola matanya malas.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Jimin beneran memejamkan matanya dengan nyenyak. Sedang Aera sudah selesai menghidangkan masakannya. Ia lalu berteriak memanggil Jimin dari arah dapur, "Jim bangun!" teriaknya nyaring.

Tapi yang diteriakin tetap nggak dengar. Jimin tetap asik merem sampai berakhir dengan Aera yang masih bau sumbu kompor itu mau nggak mau nyamperin pacarnya ke sofa.

"Jim, bangun, kamu tidur apa pingsan sih sebenarnya?!" sebal Aera, sambil noel-noel pipi Jimin.

"Hmmm—" Jimin cuma berdehem.

"Aku udah selesai masak, katanya laper?"

"Hmmm—"

"Jim serius, kalau kamu nggak bangun aku marah!"

"Hmmm cium dulu—"

"Apanya?"

Kemudian Jimin manyun-manyun minta dicium bibirnya, tapi Aera dengan kilat malah mencium keningnya. "Cepetan bangun, cuci muka, lalu ke meja makan keburu makanan dingin!" perintahnya  sembari kembali lagi ke dapur.

Jimin menghela nafas panjangnya, "hah, dasar pacar rasa musuh, minta cium aja pelit banget!" gumannya kesal.

"Aku bisa denger ya!" teriak Aera lagi yang membuat Jimin menutup mulutnya rapat-rapat karena takut habis ini enggak dikasih jatah sayang-sayangan lagi sama ibu negara. Berakhir dengan Jimin yang lari-larian kecil nyamperin Aera yang sepertinya sedang mengidap penyakit darah tinggi karena kelakuannya barusan emang dia akuin ngeselin parah.

Ya begitulah gambaran setelah mereka berdua menjalin hubungan yang katanya mau dibawa ke arah yang lebih sakral dan resmi. Setiap bertemu ada-ada aja tingkah laku keduanya yang aneh, tapi untungnya juga membuat suasana lebih hidup lagi. Lebih menghangatkan jiwa.

[]

✔️ Komandan, Chim. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang