Kembali

5.4K 889 943
                                    

"Papa benar-benar menyiapkan banyak hal untuk gue. Kaya... Papa tahu kalau dia bakalan pergi, tapi sebelum itu, Papa mempersiapkan banyak hal untuk kelangsungan hidup gue." Nadine menatap foto Papanya yang tampak gagah di atas meja yang berada di salah satu meja di apartemennya. Bibir Nadine tersenyum sendu memandangi foto itu. "biaya pendidikan gue, biaya hidup gue sekalipun Papa udah nggak punya apa-apa lagi, semua itu... udah Papa persiapkan. Bahkan gue masih ingat, pesan terakhir Papa sebelum menghembuskan napas terakhirnya."

Nadine menggigit bibirnya getir. Ingatannya kembali ke beberapa tahun lalu, ketika Papanya terbaring di rumah sakit dan Nadine menggenggam jemarinya erat.

"Kamu harus bahagia, Nadine," ujar Nadine mengulang pesan terakhir Papanya. "bahagia... Papa selalu ingin gue bahagia."

Prita menghampiri Nadine, merangkulnya, mengusap lengannya penuh kelembutan.

Nadine menarik napasnya panjang, tersenyum tipis dan tidak sekalipun menangis. "Gue melanjutkan pendidikan gue seperti yang Papa mau. Dan setelah itu.. gue nggak tahu harus melakukan apa pun lagi. Cita-cita gue sebelumnya cuma ingin jadi seperti Papa, menjadi penerus Papa. Tapi... apa yang akan gue teruskan, kalau perusahaannya aja udah nggak ada." Nadine tertawa pelan.

"Gue sempat kerja part time di beberapa tempat. Terus, nyoba ngelamar di beberapa perusahaan dan ternyata lumayan susah. Mentok-mentok juga kerja di perusahaan asuransi. Tapi ya itu... gue jenuh kerja kantoran begitu ternyata. Untung aja perusahaan bokap gue keburu bangkrut, coba kalau akhirnya gue yang pegang. Ya tetap aja sih kayanya, bangkrut juga."

Arjuna tertawa geli, sedang Prita menoyor kepala Nadine hingga Nadine tertawa geli. Ya, begitu lah Nadine, penuh dengan candaan yang membuat orang-orang di sekelilingnya kesal oleh celotehannya.

"Dan karena pesan terakhir Papa adalah mau melihat gue bahagia, gue mutusin untuk resign. Kebetulan banget, gue punya teman yang kerja di agensi entertainmen. Dia bilang muka gue lumayan ngejual, kenapa nggak coba ikutan casting?"

"Lo jadi artis di sana, Nad?" tanya Prita histeris.

"Nggak artis sih... cuma jadi model iklan dan beberapa majalah lokal."

"Woah..." sorak Arjuna tak percaya.

"Sama aja bego!" cibir Prita.

Nadine berdecak. "Beda, bego! Lo pikir jadi artis di sana semudah jadi artis di sini?"

"Terus... terus... kenapa lo mutusin balik ke Jakarta, padahal kan karir lo di sana bagus."

"Tadinya gue nggak kepikiran bakalan balik secepat ini. Cuma... gue dihubungi sama salah satu pemilik stasiun TV yang nggak sengaja ngelihat iklan gue waktu dia lagi main ke Jepang. Namanya Om Prakas, kenal dan punya hubungan baik sama bokap gue. Terus, tiba-tiba aja gue ditawarin gabung ke agensinya dia. Dia minta gue balik ke Jakarta, buat ngurusin beberapa kontrak. Salah satunya..." Nadine menyengir lebar. "kontrak film."

"Lo mau main film, Nad?" tanya Prita histeris.

Arjuna bergegas menghampiri Prita dan Nadine. "Serius? Kamu bakalan main film?"

Mengangguk, Nadine tersenyum manis. "Langsung jadi peran utama dong gue... tapi sebelum itu, banyak yang harus dilakui. Om Prakas bilang, gue harus mulai sering muncul di beberapa acara TV, atau acara-acara para Selebriti gitu. Terus, Om Prakas udah nyiapin sesuatu katanya, supaya nama gue mulai di kenal. Katanya sih, lewat promosi di media sosial."

Prita sedikit tercenung, namun setelah itu dia tersenyum tipis. "Om Heru itu benar-benar orang baik, makanya walaupun dia nggak ada, akan ada banyak orang yang ngebalas kebaikannya lewat elo, Nad."

NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang