IX

43 6 1
                                    

Apakah normal jika seseorang sakit hati hanya karena mendapat intonasi suara yang tidak bersahabat dari teman yang dianggapnya dekat?
A Sticker for You; Bab 9

Angin yang tidak terlalu dingin menabrak kulit wajah Clara seiring dengan menerbangkan rambutnya yang terurai. Sepatu yang dia kenakan menerbangkan sedikit butiran tanah ketika dia membuat jejak di atasnya. Napasnya tersengal. Clara sedang berlari dan baru berhenti di depan Brian yang duduk bersama Aris dan Hendra. Tidak ada keberadaan Jessica di sisinya. Tanpa pikir panjang, Clara bertanya, “Yan, Jessica di mana?”

Brian hampir saja tersedak saat Clara tiba-tiba saja datang dan menembakkan pertanyaan dadakan. “Di …,” Brian melirik kedua temannya sebentar, dan mendapati mereka sama terperanjatnya dengan dirinya. “Di perpus, kayaknya.”

Kayaknya?” Clara mengernyit.

Brian mengangguk dengan sedikit keraguan. “Dia nggak ngasih tahu kamu?”

Clara menggeleng. Perasaan jengkel langsung merayap. Kalau Jessica memberitahunya, mengapa pula dia bertanya ke Brian? “Kenapa kamu nggak temenin Jessica dan malah di sini?” tanyanya lagi.

Brian mengambil napas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Akhir-akhir ini, dia nggak mau diganggu. Jadi, aku makan aja di sini. Kamu sendiri udah makan belum? Wajah kamu—”

Clara ingin menjawab “Belum”, tetapi bukan itu yang terpenting sekarang. Dia harus menemukan Jessica. Akhirnya, dia langsung melenggang pergi tanpa menjawab pertanyaan Brian. Dua kata terakhir yang keluar dari mulut laki-laki itu juga tak didengarnya.

Si lawan bicara yang kalimatnya belum terselesaikan hanya mengerjapkan mata. Sedikit terkejut dengan Clara yang baru saja bersikap abai. Brian berbisik kepada Aris, “Dia tadi kelihatan pucat, ya?”

“Mungkin kecapekan,” sahut Hendra. Brian dan Aris menoleh kepadanya. “Mau musim-musim semester gini, biasanya cewek-cewek kayak Jessica bakal ambis belajar. Bisa jadi Clara ikutan ambis sampai lupa makan.”

“Benar juga. Apalagi pacarmu itu lebih sering ke perpus, kan, daripada dulu yang suka nempel sama kamu?”

Nempel?” ulang Brian. Sedikit tidak terima dengan kosakata yang Aris gunakan. “Bukan gitu, aku yang sering ajak Jessica ke luar buat makan, nyoba keliling tempat baru, dan semacamnya. Bukan dia yang nempel atau ngikutin aku ke mana-mana. Kita nggak akan bareng kalau aku nggak ngajak.”

“Aduh, ada yang lagi cerita masa-masa PDKT-nya, nih, Ndra.” Aris memandang Hendra dengan ekspresi bosan. Hendra hanya tertawa, sudah memaklumi bahwa Aris adalah orang yang paling malas mendengarkan cerita orang yang sedang dimabuk asmara.

Brian menelan ludah.  Ya Tuhan, dia tidak bermaksud seperti itu, tetapi dia sadar kalau dirinya harus berhenti membahas Jessica. Di sisi lain, Brian sedikit penasaran dengan Clara. Secara tidak langsung, dia diberitahu bahwa Jessica menyembunyikan keberadaannya dari siapa saja. Mungkin Jessica membutuhkan waktu sendiri untuk belajar, tetapi Clara? Gadis itu seharusnya belajar bersamanya—mengingat Jessica sering bercerita tentang kegiatannya bersama gadis itu. Atau, paling tidak, Clara mengetahui keberadaan Jessica. Bukan malah bertanya kepada Brian yang sejak beberapa hari lalu tidak dipedulikan Jessica karena lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan.

Brian sedang lapar, tetapi dia tidak bisa lagi merasakan kelezatan makanan yang tinggal setengah. Pikirannya terfokus pada sikap Jessica yang sedikit ganjil. Bisa dibilang, Jessica menghindari dirinya dan juga Clara. Seketika terselip kekhawatiran kalau Jessica sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.

***

Di sebuah meja panjang yang lebih sepi daripada meja yang lain, di sanalah Jessica berada. Seharusnya meja itu bisa diisi banyak orang, tetapi sepertinya Jessica tidak ingin duduk berdekatan dengan orang lain demi mendapat ketenangan ketika membaca sebuah buku. Namun, apa yang dilakukan Jessica saat ini tidak hanya membaca. Dari sepenglihatan Clara, gadis itu sedang mengerjakan tugas.

A Sticker for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang