SAHABAT

4 1 0
                                    

"Terima kasih Allah. Engkau telah mengirimkan sosok malaikat dalam hidupku. Sahabat yang selalu ada di setiap suka dan duka."

-Aya Shafiyya-

Pagi itu, seorang gadis berjilbab putih lengkap dengan seragam SMA nya lari tergopoh-gopoh sambil menggendong tas ranselnya. Bukan hanya itu, ia juga menjinjing sebuah tote bag yang berisikan tempat makan beserta isinya dan botol minum. Bersamaan dengan siswa yang lain ia berlomba lari menuju gerbang sekolah. Ia berharap senin kali ini tidak  seperti senin sebelumnya. Jam 6.59 menit. Akhirnya ia berhasil lolos dari gerbang menyeramkan itu.
"Ya ampun Aya. Telat lagi, telat lagi."

"Aku enggak telat, Jo. Ma.. sih nyi.. sa waktu sa.. tu menit." Jawab Aya dengan nafas yang tidak beraturan.

"Tapi kok aneh ya. Perasaan tadi pas aku mau mandi, kamu udah rapih. Tapi kenapa kamu yang telat."

"Ceritanya panjang banget pokoknya. Bisa-bisa kita ketinggalan upacara kalau aku cerita sekarang. Mau?"

"Astagfirullah." Jojo memukul keningnya sendiri. "Ayo, kita kelapangan!"

Aya terkekeh geli melihat tingkah sahabatnya itu. Walaupun ia seorang laki-laki, tapi cerewetnya minta ampun. Tapi ia bersyukur bisa mempunyai sahabat yang care seperti Jojo. Mereka berdua sudah bersahabat dari kecil. Mungkin sejak dari kandungan mereka sudah ada ikatan batin. Mereka berdua selalu satu almamater dari SD sampai Aliyah sekarang. Dimana ada Aya, pasti di situ ada Jojo. Sebenarnya faktor yang paling mendukung persahabatan keduanya adalah karena mereka bertetangga. Rumah Aya dan Jojo hanya terpisah oleh sebuah jalan kecil yang hanya cukup dilalui oleh pengguna motor.

Meskipun Jojo dan Aya sangat dekat, mereka tetap menjaga jarak. Terutama setelah mereka baligh. Mereka sadar bahwa dalam islam pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu ada batasannya. Semenjak itu, Jojo tidak pernah lagi berani untuk bersentuhan dengan Aya. Ia ingin menjaga kehormatan Aya, sahabat terbaiknya itu.  Jojo masih ingat saat Aya memutuskan untuk berjilbab. Mereka waktu itu sedang duduk di kelas delapan tsanawiyah.

"Gimana, Jo? Aku cocok gak pake jilbab gini?" Aya meminta pendapat Jojo. Ia merasa belum percaya diri.

"..."

"Jo?"

"..."

Masih belum ada jawaban. Yang ditanya malah sedang asyik bengong.

"JOJO....." Teriak Aya sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Jojo.

Jojo tersentak kaget. Ia sedikit salah tingkah. "Em, iya, sorry. kamu.. tambah cantik kalo pake jilbab. Cocok!" Ucap Jojo sambil mengangkat jempolnya.

"Ah aneh kamu, Jo."

"Eh tapi, mulai saat ini aku gak bisa ngacak-ngacak rambut  kamu lagi dong."

"Gak bi-sa. Mulai saat ini kamu bukan hanya gak boleh ngacak-ngacak rambut aku. Nyentuh juga gak boleh. Dan kita harus jaga jarak! Kamu ingetkan kata Ayahku? Kita ini udah besar. Kita udah gak sama kaya kecil dulu."

"Iya, iya, Putri Shafiyya yang cantik, sholehah. Iya, gue juga selalu ingat."

Aya pun tertawa melihat tingkah Jojo yang terlihat sedikit sebal. Jojo tersenyum melihat sahabat satu-satunya itu. Ketika sedang tertawa, ia terlihat begitu.. manis! Ia bahagia melihat perubahan pada Aya. Tapi, tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang pergi darinya.

***

"Assalamualaikum." Seorang perempuan berjilbab panjang dengan perawakan tinggi memasuki kelas XII Ips A.

"Waalaikumussalam Warrohmatullah Wabarokatuh." Jawab anak-anak serentak.

Bu Nurul namanya. Beliau merupakan wali kelas di kelas tersebut sekaligus sebagai guru bimbingan konseling.

Tatapan Bu Nurul tertuju ke arah salah seorang  siswa laki-laki yang duduk di barisan belakang.

"Ibu rasa ada yang belum menjawab salam Ibu." Ucap Bu Nurul dengan tatapan masih mengarah kepada siswa tersebut.

Yang menjadi pusat perhatian, baru sadar. Sejak tadi ia asyik mendengarkan musik di handphonenya menggunakan earphone. Jadi ia tidak mendengar ketika Bu Nurul mengucapkan salam. "Maaf Bu. Saya tadi tidak mendengar."

"Kamu Fatih kan? Siswa pindahan dari Jakarta?"

"Betul, Bu."

"Kemarikan Handphone kamu!"

Fatih masih diam. Wajahnya terlihat sangat kesal.

"Ibu rasa kamu harus diperiksa ke dokter telinga ya. Mungkin ada gangguan di telinga kamu." Ucap Bu Nurul yang disambut gelak tawa oleh murid-murid di kelas itu.

"Diam! Ibu tidak mengizinkan kalian tertawa."

Seluruh siswa pun diam kembali.

Dengan kesal, akhirnya Fatih berdiri dan menyerahkan Handphonenya itu kepada Bu Nurul. Bajunya dikeluarkan dan terlihat kusut. Rambutnya pun tak beraturan seperti belum disisir.

"Ikut Ibu ke ruang BK sekarang!" Ucap Bu nurul dengan nada datar.

"Kalian silahkan diskusi untuk memilih Ketua Kelas serta perangkat kelas lainnya. Tapi jangan sampai ribut!"

"Baik buu.." Jawab anak-anak serentak.

Bu Nurul pun melangkah keluar kelas diikuti Fatih yang tertunduk pasrah di belakangnya.

"Aku gak ngerti deh sama tuh anak. Ini kan baru tahun ajaran baru, tapi udah bikin ulah lagi." Ucap Risa, teman sebangkunya Aya.

"Entahlah!" Jawab Aya sambil mengangkat bahunya.

"Sayang ya. Ganteng-ganteng tapi nyebelin."

"Husshh, awas tuh zina mata. Percuma ganteng, kalau gak ada akhlak."

"Yee, cuek amat. Aku cuman bercanda kali."

Tapi, emang omongan Risa ada benarnya juga sih. Fatih itu berperawakan tinggi dan kulitnya tidak hitam dan tidak putih juga. Lebih tepatnya sawo matang. Matanya jernih dan tajam seperti elang. Ditambah alisnya yang tebal dan hitam membuat decak kagum para siswi di sekolah ini. Aya belum kenal dan belum pernah ngobrol dengan Fatih, semenjak kepindahan Fatih ke sekolahnya saat kelas 11. Baru kali ini ia satu kelas dengannya.

"Astaghfirullah! Kenapa aku jadi mikirin dia." Batin Aya. Ia menyesali dirinya sendiri karena sudah memikirkan seseorang yang tidak halal baginya.

Sementara itu, seisi kelas begitu ramai. Mereka sedang membuat kelompok kelas.
"Jo, si Fatih bareng kelompok aku ya." Ucap Hilda.

"Eh apaan sih da, Fatih masuk kelompok aku, Salsa, Ica, dan Rendi." Ucap Zahra ngotot. "Ya kan, Jo?

Jojo, yang terpilih menjadi ketua kelas kebingungan. Setiap kelompok ingin satu kelompok dengan Fatih, terutama para kaum ibu-ibu. Upz, maksudnya kaum perempuan.

"Udah, udah. Biar gue yang mutusin. Lagian kalian tuh kenapa coba ngeributin si Fatih. Gak ada apa yang ributin gue. Gantengan Aa Jojo dimana-mana juga dari pada si Fatih" Ucap Jojo sambil membusungkan dadanya yang langsung disambut gelak tawa oleh seisi kelas.

"Aya, Fatih masuk kelompok kita ya?" Akhirnya Jojo memutuskan untuk memasukan Fatih ke kelompoknya.

"Hah?" Aya masih kaget karena tiba-tiba ditanya seperti itu.

"Ia, kelompok kita. Bareng aku, kamu, sama Risa. Nyari aman. Abisnya anak-anak pada rebutan pengen satu kelompok ama Fatih."

"Boleh. Boleh banget Jo. Aya setuju kok, ya kan ya?" Risa begitu semangat mendengar hal ini.

Aya hanya bisa mengangguk pasrah.

***

Penulis sangat terbuka jika ada kritik dan saran yang ingin di sampaikan :)

Melukis SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang