DEMAM DRAKOR

1 0 0
                                    

"Orang hebat adalah orang yang menciptkan trend, bukan yang mengikuti trend."

-Aya Shafiyya-

Bel telah berbunyi dari lima menit yang lalu, pertanda kegiatan belajar dan mengajar telah selesai. Semua siswa sudah bergegas pulang. Namun, Aya dan Risa masih berada di kelas. Aya sedang menyelesaikan sebuah proposal. Ia mendapat amanah untuk menjadi sekretaris OSIS.

"Ris, menurut kamu ini kata-katanya  udah tepat belum?" Aya meminta pendapat Risa mengenai pemilihan kata yang tepat. Matanya masih tertuju pada layar laptopnya.

"Ris? Gimana?"

Yang ditanya malah sedang asyik memainkan handphonenya.

"RISA AMANDA. DO YOU HEAR ME?" Kali ini intonasi Aya lebih besar.

"Iya, aku juga denger kali. Gak usah keras-keras. Emang aku kambing conge apa?" Risa sedikit memanyunkan bibirnya karena kesal.

"Abisnya aku dari tadi nanya tapi gak nyahut-nyahut . Lagi liatin apa sih?"
Risa malah nyengir kuda.

"Astaghfirullah! Drakor lagi." Aya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Pagi, drakor! Istirahat sekolah, drakor! Pulang sekolah, drakor! Sore, malem, drakor! Bener-bener kecanduan drakor tuh anak.

Aya langsung merebut handphone Risa. "Stop dulu ya. Nanti nontonnya bisa dilanjut di rumah!"

"Ah, Aya. Gak fair deh. Itu lagi seru-serunya lho."

"Enggak."

"Ih film Korea tuh bagus tau. Kisahnya romantis. Anak muda zaman sekarang tuh pada suka drakor tau. Lagi ngetrand. Tapi kenapa kamu sama sekali gak tertarik?"

"Terus, dengan mengikuti trend kita bakal jadi orang keren gitu? Ris, orang hebat itu adalah orang yang menciptkan trend bukan yang ngikutin trend. Ya emang gak salah sih kalo mau ikutan trend. Tapi kita harus bisa memilah dan milih mana yang bisa kita ikut, mana yang engga."

"Uuu, tapi kisahnya romantis..tis..tis. Bikin baper maksimal."

"Lebih romantis kisah cinta Rasulallah dan para sahabat dengan para istrinya. Kaya Fatimah dan Ali contohnya."

"Emm, iya sih. Tapi gimana dong, Ya. Aku tuh susah move on dari nonton drakor ini. Duhh susah banget deh pokoknya."

"Mau di ruqyah?"

"Ishh.. Apaan? Gamau, gamau. Aku gak kesurupan ya." Risa bergidik ngeri. Aya tertawa melihatnya. Lagian, ia cuman bercanda.

"Canda kali. Yaudah, Bismillah. Yang penting kamu niat yang kuat buat berubah. Bisa perlahan-lahan juga. Bukannya gak boleh nonton drakor ya. Boleh, asalkan tau waktu. Kewajibannya di jalani dulu."

"Okay, coba nanti deh."

"And then, please help me to defend this proposal. Kepalaku pusing nih."

"Oke, oke. Sini, mana proposalnya?" Aya pun menyerahkan laptop tersebut kepada Risa.

Risa langsung mengutak ngatik proposal itu. Sedangkan Aya menenggelamkan wajahnya di atas meja. Ia sedikit merasa pusing. Hari ini ia sedang melakoni rutinitasnya, yaitu berpuasa sunnah. Tapi ia pusing bukan karena itu. Deadline pembuatan proposal dimajukan, jadi membuatnya sedikit puyeng.

"Alhamdulillah. Finished!" Seru Risa dengan bahagia karena telah menyelesaikan proposal tersebut selama hampir lima belas menit.

"Udah selesai?" Tanya Aya.

Risa mengganggukan kepalanya.

Aya merapihkan laptop milik Risa yang ia pinjam sejak kemarin. Aya memang belum mempunyai laptop. Jadi ia sering meminjam laptop milik Risa. Dia merasa sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Risa. Sahabat yang ia kenal sejak Madrasah Tsanawiyah (SMP). Mereka mulai akrab ketika menjadi teman sekelas saat kelas VIII Tsanawiyah. Risa adalah sosok sahabat yang baik dan care. Sikapnya yang humble membuatnya mudah mendapatkan teman yang banyak. Risa sedikit lebih bawel dan cerewat dibandingkan Aya yang calm. Tubuhnya ideal. Kulitnya putih. Dan ia mempunyai dua buah lesung pipit di pipi kanan dan kirinya. Persis seperti Aya. Makanya tidak heran, jika banyak orang yang menyebut keduanya kembar. Karena cara berpakaiannya yang sama (syar'i), mempunyai fisik yang hampir sama, dan  mereka selalu bersama kemana pun pergi (ditambah Jojo). Jadilah mereka bertiga sahabat yang kompak selama hampir lima tahun ini. Aya, Jojo, dan Risa.

"Ris, kayanya kita gak bisa pulang bareng deh. Soalnya aku baru inget kalau aku harus konsultasi dulu sama Bu Rahma tentang proposal OSIS ini."

"Ya ampun. Mau aku temenin?" Tawar Risa. Ia tak tega jika harus meninggalkan Aya sendiri.

"Gak, gak usah. Aku bisa sendiri. Lagian cuman sebentar kok.

"Really?"

"I'm really. It's okay."

"Yaudah, kalau gitu aku duluan ya. Take care your self! Assalamualaikum." Risa berpamitan dan memeluk Aya.

"Alaikumussalam Warrohmatullah."

***

Sorry, untuk saat ini partnya pendek-pendek ya gais :)

Melukis SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang