6.1. Menggenggam Luka

7.8K 622 195
                                    

Happy reading
-----------------------------------------------------------

Yasmin terbangun dengan perasaan yang tidak bisa dikatakan baik, mengerjapkan mata untuk menyesuaikan pandangannya yang kabur. Sejenak dia terdiam mengumpulkan kesadaran.

Ingatannya kembali tertuju pada pertengkarannya dengan Rayyan semalam, bukan hal baru dalam rumah tangganya namun sayangnya Yasmin masih belum terbiasa.

Yasmin melirik jam dinding di sisi kamarnya, jarum pendeknya sudah menunjuk angka enam membuat Yasmin bergegas ke kamar mandi. Tadi, ketika bangun tidur kepalanya terasa pusing dan berat. Setelah anak-anak dan suaminya pergi ke masjid, ia masuk ke kamar miliknya dan Rayyan untuk menunaikan ibadah, namun pening di kepalanya semakin bertambah membuat Yasmin berbaring sebentar yang malah membuatnya ketiduran, untung saja tidurnya hanya sebentar.

Sekeluarnya dari kamar mandi Yasmin membersihkan kamar tidurnya kemudian menatap cermin rias sejenak.

Semangat, Yas!

Iya, dia harus semangat. Yasmin menyunggingkan senyum untuk membangun kembali mood baiknya, wajahnya sudah terlihat lebih segar. Pagi ini dia harus membuat sarapan untuk keluarganya seperti biasa, Yasmin harus ekstra cepat agar anak-anaknya tidak terlambat sarapan dan sekolah.

Yasmin mengernyitkan dahi ketika melihat anak-anaknya ada di ruang tengah, terlihat sibuk dengan lego yang sudah hampir tersusun sempurna.

"Assalamualaikum, Sayang." Sapa Yasmin

Arya dan Akhtar menoleh dengan kompak, "wa'allaikumsalam, Mama." Balas keduanya.

Yasmin mengembangkan senyum lebarnya, "tumben jagoan-jagoan mama udah di rumah?" Tanyanya sambil memberikan kecupan di kening putranya masing-masing. Biasanya kedua putranya ini masih di luar rumah, setelah sholat subuh di masjid kadang mereka bermain dengan anak-anak tetangga atau berjalan-jalan keliling komplek perumahan.

"Papa tadi suruh pulang, Ma. Katanya mau bikin makanan yang pesal"

"Spesial, Dek. Spe-sial." Ucap Arya memperbaiki kata yang diucapkan adiknya.

"Ya, itulah. Spe-sal," ulang Akhtar yang masih keliru.

"Bukan spesal dek, tapi spesial. Coba, spe-sial"

"Spesal! Spesal! Spesal! Pesal! Pesal!"

"Udah-udah," Yasmin menghentikan ucapan Akhtar, perkara kata 'spesial' ini akan berbuntut panjang kalau terus dilanjutkan. "Kalian sekarang mandi dulu. Mama mau liat Papa, Ok?" Katanya kemudian.

"Oke, Ma" kedua putranya itu menurut dan berlari ke kamar mereka tanpa di suruh dua kali.

Saat Yasmin memasuki area dapur, ia melihat Rayyan yang sedang sibuk mengolah bahan-bahan makanan, tangannya sangat cekatan ketika memotong sayuran. Sejak dulu Rayyan memang pintar memasak, tidak heran melihat kemampuannya di dapur.

Dulu jika Yasmin melihat suaminya memasak seperti sekarang, dia tak segan untuk memeluk dari belakang dan memberikan kecupan bertubi-tubi. Ya, dulu mereka pernah sedekat itu, dulu mereka sehangat itu.

Kini keadaan sudah berbeda. Waktu berjalan ke depan, menggerus banyak kenangan dan mengubah banyak hal termasuk seseorang, Rayyan dan Yasmin sudah berubah begitu pun hubungan mereka. Cinta di antara mereka yang dulu menggebu-gebu sudah padam, pemujaan dan pengabdian sebagai pasangan yang sempurna kini sudah cacat, yang tersisa hanya jiwa yang sama-sama merasa lelah, yang masih bertahan dengan peran masing-masing sebagai sepasang orang tua.

Kadang Yasmin bertanya-tanya, ke mana perginya sosok Yasmin dan Rayyan yang dulu saling melengkapi?

Pada satu waktu Yasmin masih merindukan kehangatan rumahnya yang dulu, rindu ketika mereka menghabiskan waktu sore dengan duduk santai di gazebo belakang rumahnya atau bercengkrama di balkon kamar, dan hal-hal sederhana lainnya yang kini terasa sangat mahal untuk diulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang