1. Rumah

8.6K 467 51
                                    

Happy reading

______________________________________

Aksi saling kejar-kejaran yang di iringi tawa antara dua bocah itu membuat heboh seisi rumah. Kadang mereka akan bertengkar yang membuat salah satunya menangis, kadang juga mereka akan kompak dan saling membantu jika salah satunya mengalami kesulitan.

Dari kursi malas yang ada di sudut ruangan, Yasmin mengawasi kedua bocah itu.  Senyum tersungging di bibir tipisnya ketika mendengar tawa mereka.

Tidak terasa anak-anaknya sudah besar, waktu berjalan begitu cepat padahal rasanya baru kemarin dia melahirkan si bungsu, tapi lihatlah sekarang si bungsu sudah berusia tujuh tahun dan sebentar lagi akan menjadi seorang kakak.

Tanpa mengalihkan pandangan Yasmin mengusap perut besarnya, kandungannya sudah memasuki delapan bulan, kehamilan kali ini tidak selancar kehamilan sebelumnya. Sekarang dia lebih mudah lelah, perutnya pun sering kali mengalami keram dan terasa sakit jika dia kelelahan.

Suara ponsel yang ada di atas meja tak jauh dari tempatnya duduk mengalihkan perhatian Yasmin. Perempuan yang sedang hamil besar itu meraih ponselnya, ada satu pesan masuk dari Rayyan -suaminya- yang segera dibuka.

"Sayang, hari ini mas tidur di rumah Sekar. Maaf mas belum bisa pulang ke rumah kita, ada masalah yang harus mas selesaikan. Mas janji besok akan pulang. Kamu jaga kesehatan, ya. Titip salam kangen untuk Arya dan Akhtar"

Yasmin menghembuskan napas beratnya, sesak di dadanya terasa familiar, sudah terbiasa namun rasanya tetap sama, sakit.

Semakin lama rumah ini hanya menjadi tempat singgah bagi Rayyan, bukan lagi rumah tempatnya pulang. Keadaan ini sudah berlangsung sejak dua tahun lalu, sejak suaminya menikah lagi dengan perempuan muda dan cantik. Berbeda dengan Yasmin yang memilih menjadi ibu rumah tangga, Sekar -istri kedua suaminya- merupakan seorang wanita karir yang bekerja di kantor milik suaminya.

Rayyan dan Sekar memiliki minat yang sama di bidang properti, mereka sering terlibat dalam proyek yang sama. Itu yang menjadi alasan kenapa suaminya jarang pulang dan lebih memilih bersama Sekar yang rumahnya pun memang berada di seberang kantor.

Kadang terlintas di benak Yasmin untuk menyerah mempertahankan pernikahannya namun teringat dengan anak-anaknya yang masih membutuhkan sosok ayah. Hatinya boleh terluka tapi jangan anak-anaknya.

" Ma! Mama!" Panggilan dari si bungsu Akhtar membuat Yasmin terperanjat. Perempuan itu kembali menatap kedua putranya yang kini berbaring di karpet dengan wajah kelelahan.

"Ya, sayang?" Sahutnya

"Akhtar ngantuk, Ma." Akhtar menutupi mulutnya yang menguap, matanya terlihat merah.

"Arya juga ngantuk." Gumam si sulung, anak laki-laki berusia sembilan tahun itu bangkit dan berjalan mendekati sang mama yang kemudian di ikuti oleh Akhtar.

"Papa gak pulang lagi ya, Ma?" Arya bertanya setelah melihat wajah ibunya yang terlihat sendu.

"Papa sibuk, sayang." Yasmin membelai Kepala kedua putranya dengan senyum yang terkembang di bibir, "tadi Papa titip salam buat kalian. Kangen katanya" lanjutnya.

"Kalau kangen Papa pasti pulang, Ma. Udah lima hari Papa gak pulang,"

Akhtar mengangguk menyetujui ucapan sang kakak, "Papanya Rafa juga sibuk tapi tetap pulang, Ma. Papa tuh udah gak sayang kita lagi, kan? " Ujarnya dengan suara bergetar. Yasmin tahu anak bungsunya itu menahan tangis.

"Akhtar kangen Papa, Ma. Kenapa Papa gak kayak Papanya Rafa yang pulang setiap hari? Akhtar juga pengen di anterin ke sekolah sama Papa, pengen main dan jalan-jalan sama Papa kayak dulu, Ma." Dan tangis  itu pun pecah, melihat adiknya menangis Arya juga ikut menangis. Yasmin memeluk kedua putranya,  diam-diam perempuan itu mengusap matanya yang basah.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang