Bab 6. Rasa itu.

2 1 0
                                    

(Di Cafe Kampus)
"Jess!" panggil Steven yang baru saja menyelesaikan kelasnya.
Jessi menoleh dan melihat Steven sedang menghampirinya dengan senyuman. Jessi pun melambaikan tangannya pada Steven dan memintanya untuk bergabung dengannya dan Lusi yang sedang menikmati makan siang mereka.
"Kalian sudah lama di sini?" tanya Steven sambil duduk di samping Jessi.
Lusi yang melihat Steven yang berusaha untuk mendekati Jessi terus menerus hanya bisa diam dan menahan kekesalannya.
"Yah... lumayan cukup lama," jawab Jessi sambil menganggukkan kepalanya.
"Ouh begitu. Oh iya, aku dengar ada Mahasiswa baru di kelasmu ya, siapa? apa anak sekitar sini?" tanya Steven sambil menatap ke dua mata Jessi.
Lusi yang sudah menyadari perasaan Steven pada Jessi tentu saja tahu arti dari sorotan mata itu meski Jessi tidak berpikir sejauh itu dengan tatapan mata Steven padanya.
"Namanya Nathan, dia baru pindah ke lingkunganku, dia bahkan tinggal di gedung apartemen yang sama denganku," jawab Jessi yang terlihat tidak senang membicarakan Nathan.
"Apa!" teriak Lusi dengan spontan tepat setelah Jessi menjawab.
Jessi dan Steven menatap Lusi dengan mata yang membesar dan tubuh yang dengan spontan terdorong ke belakang menajuh dari radar Lusi.
"Hah... maaf, aku cuman kaget aja dengernya," ucap Lusi yang sadar jika refleknya terlalu berlebihan.
"Ye... aku bisa ngerti kalau kamu sekaget itu dengernya," sahut Jessi sambil menganggukkan kepalanya dan membenarkan posisi duduknya.
"Tapi aku gak ngerti kenapa kamu sekaget itu, memangnya dengan alasan apa kamu sekaget itu? bukannya ini hal yang tidak semengejutkan itu? maksudku, bisa saja salah satu mahasiswa kampus ini tinggal di gedung yang sama kan? apa itu gak wajar?" ucap Steven mengutarakan pendapatnya.
"Awalnya itu hal yang wajar kalau saja tidak ada pertemuan-pertemuan aneh sebelumnya," jawab Jessi sambil memainkan sendok makannya.
"Maksudmu Jess? pertemuan-pertemuan? jadi kamu gak sekali itu ketemu dia?" tanya Lusi yang menyadari perkataan Jessi.
Jessi langsung mentup ke dua mulutnya dengan ke dua tangannya dan menatap Lusi dengan waspada.
"Ada yang terjadi kan kemaren? kamu gak langsung pulang ke apartemenmu kan? apa itu? kenapa kamu gak cerita ke aku?" tanya Lusi yang akhirnya menyelidiki Jessi.
"Hah... sial! aku keceplosan, kalau udah gini mana bisa aku nyangkal," gumam Jessi sambil melepaskan ke dua tangannya dari depan mulutnya.
"Jadi maksudmu, kamu sudah beberapa kali bertemu dengannya sebelum dia masuk ke sini?" tanya Steven mencoba menyimpulkan.
"Ya... kurang lebih seperti itu, dan sialnya pertemuan itu terjadi dalam sehari dan itu terjadi kemarin," jawab Jessi yang akhirnya menceritakan apa yang terjadi padanya.
Jessi menceritakan pertemuannya dengan Nathan yang terjadi karena kata kebetulan itu meski tidak dia ceritakan sedetail mungkin karena ada beberapa hal yang tidak bisa dia ceritakan pada siap pun.
"Jadi begitu, dia ngikuti kamu cuman buat balikin maksudku buat ganti sapu tangan yang kamu pinjamkan ke dia?" tanya Lusi yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan Nathan.
"Ya seperti itu," jawab Jessi mengangkat ke dua alisnya.
"Wah... gak bisa diprediksi, aku aja sok pas sadar ada dia di kelas kita. Kenapa kamu gak kasih tahu aku dari awal? kalau tahu ada kejadian kayak gitu aku bakal samperin dia dan bilang, siapa dia? kenapa dia berani ganggu sahabatku ini? mau buat masalah sama aku?" ujar Lusi yang kesal dengan cara Nathan dan Jessi bertemu.
"Hahaha... tidak perlu Lus, kenapa harus repot-repot? abaikan saja dia," ucap Jessi yang tidak ingin Nathan dan Lusi bertemu.
"Bisa gawat kalau Lusi dan Cowok itu ketemu, bisa-bisa mulut embernya membeberkan apa yang sebenarnya terjadi hari itu, apa pun yang terjadi aku harus mencegah mereka berdua bertemu," ucap Jessi di dalam hati.
"Aku mau ketemu sama dia, di mana dia sekarang?" ucap Steven yang sedari tadi hanya diam dan memikirikan apa yang harus dia lakukan.
"Jangan!" ucap Jessi dengan cepat menghentikan Steven.
"Maksudku, kamu tidak perlu menemuinya. Tidak terjadi hal yang serius diantara kami jadi tolong, kalian berdua tidak perlu menemuinya, aku akan malu kalau dia berpikir aku sedang mencoba menggodanya," jelas Jessi berusaha mempengaruhi Steven dan Lusi.
"Menggoda? maksdumu?" tanya Steven yang tidak suka dengan kata-kata itu.
"Dia pati akan berpikir seperti itu. Coba saja kalau kamu jadi dia, cewek yang kebetulan bertemu denganmu tiba-tiba menyebabkan masalah hanya karena hal sepele seperti ini, apa artinya coba kalau gak menggoda?" jelas Jessi membuat Steven dan Lusi tampak setuju dengan pendapatntya.
"Kamu bener juga. Bisa-bisa dia kepedean, hah... aku tidak berpikir sejauh itu," ucap Steven yang akhirnya memutuskan untuk tidak menemui Nathan.
"Hah... syukurlah... tapi, kalau dipikir-pikir, kenapa aku merasa yang seperti itu dia? dia datang dan mengusikku hari ini dengan alasan yang tidak masuk akal? apa dia sedang berusaha menggodaku?" ucap Jessi di dalam hati dengan tubuh bergidik merinding.

Cangkang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang