Pagi ini aku bangun terlalu pagi, dan berangkat ke sekolah juga sangat kepagian. Berakhirlah aku di kelas ini sendirian dan tidak tahu mau berbuat apa.
"Ketika seseorang sendirian dan memilih memutar lagu, biasanya mood seseorang sedang tidak stabil." ucap seseorang membuatku kaget. Luke.
"Kenapa kau datang cepat sekali?" tanyaku masih saja kaget.
"Pertanyaan normalnya adalah kenapa aku bisa ada disini." aku memutar mata mendengarkan ucapan Luke.
"Kau ini kenapa? Kau mau jadi psikolog yah?" tanyaku.
"Tidak, aku tetap akan menjadi penyanyi. Aku tidak plin-plan sepertimu, selalu merubah cita-cita karena bosan dengan cita-cita lainnya." sekali lagi aku memutar bola mataku. Sejak kapan dia tahu aku suka mengganti cita-citaku?
"Ayolah Luke, aku tidak pernah tahan dengan sesuatu hal dalam jangka waktu lama. Kau tahu kan?" ucapku mendramatisir keadaan.
"Ya, tapi kau tahan dengan keadaan tertentu." ucap Luke kemudian pergi dari kelasku.
--
Jam istirahat selesai, aku berlari memasuki kelasku yang entah kenapa terlihat kosong. Pintu yang terbuka kini tertutup. Dengan penasaran aku membuka pintu dan...
Aku basah.
Terdengar gelak tawa dari belakangku dan suara jepretan kamera. Tanpa berbalik pun suara tawa menyebalkan ini pasti Jessica.
"Maafkan aku, tadi kita tidak tahu mau simpan ember berisi air itu dimana, jadi aku menggantungnya saja." ucap Jessica masih tertawa.
"Wah terima kasih kak, aku sampai lupa bahwa di sekolah ada toilet jadi hanya menggantungnya saja." ucapku masih tenang.
Wajah Jessica kemudian menjadi merah padam, mungkin karena kesal? Aku tidak tahu.
"Kau mengatakan aku berpikiran pendek?!" bentaknya kesal.
"Bukan aku, kau sendiri yang menyatakannya barusan. Jadi jangan salahkan aku." ucapku sambil tersenyum.
"Kau ini pernah tidak sih diajarkan sopan santun?! orang tua mu kemana saja? Kalau aku jadi kau, aku sudah malu karena tidak diurus orang tuanya." ucap Jessica. Kurasa aku mulai merasakan alarm kemarahanku berbunyi.
"Jangan pernah menghina orang tuaku, kau tidak tau apa-apa tentang mereka, dan kau lah yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua!" teriakku marah ke arah Jessica.
Tanpa memirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, aku merasakan tangan Jessica menamparku untuk kedua kalinya, mirisnya untuk saat ini tamparannya benar-benar sakit.
"Aku tidak akan membiarkanmu mendaptkan apa yang mau kudapatkan, sebelum kau mendapatkan balasan setimpal!" bentak Jessica berusaha meredam emosinya.
"Maka kaulah yang akan dapat balasan setimpal, disini aku lah yang kau jahati, kak!" ucapku menekankan kata kak.
"Nanti kau yang akan menjadi jahat, Clista." ucap Jessica mengucapkannya dengan penuh penekanan.
Jessica mendekatiku dan membisikkan sesuatu. "Kita lihat saja nanti." ucapnya lalu melepaskan tangannya dari pundakku.
--
Percayalah, berjalan mengendap-ngendap di wilayah sekolah itu sangatlah sulit. Banyak tempat yang ditempati murid untuk berkumpul atau hanya sekedar lewat, dan itu membuatku menjadi pusat perhatian.
Ketika ada seseorang atau sekumpulan murid yang melihatku aku hanya memandang mereka dengan tatapan apa-yang-kau-lihat-dariku?
Dan juga, aku harus menghindari kontak dari kakakku ataupun Luke ataupun orang yang mengenalku. Aku tidak mau salah satu dari mereka heboh dan membuatku dihujani ratusan pertanyaan. Lagipula, di setiap loker siswa menyediakan seragam cadangan jadi aku tidak akan ketahuan.
"Ya kurasa tadi adiknya Ashton dibentak oleh Jessica." ucapan perempuan yang ada di toilet terdengar denganku. Astaga, mereka ini jorok sekali, bergosip di toilet, untung saja toiletnya bersih.
"Aku tidak tahu, nanti nyawanya akan selamat atau tidak, semoga kejadian dulu tidak terulang yah." ucap perempuan lainnya.
Tunggu, kalimat terakhir adalah kalimat yang pernah Luke ucapkan padaku. Tapi mendengarkan kalimat itu diucapakan orang lain membuatku berpikir ada rahasia umun di sekolah ini.
Dengan cepat aku keluar dari salah satu bilik toilet dan menghalangi pintu. Kedua perempuan itu kaget melihatku.
"K-kau Clista k-kan?" tanya salah satu dari mereka. Aku hanya mengangguk.
"Aku mau bertanya, apa maksudnya "semoga kejadian dulu tidak terulang", aku penasaran jadi bolehkan kau menceritakannya?" tanyaku to the point.
"Dulu, sebelum angkatanmu masuk ada perempuan yang bersifat sepertimu, pemberontak dan hal itu membuatnya populer diantara kami semua. Kemudian ada senior yang tidak suka dengannya dan mengajak perempuan itu mati bersama, akan tetapi perempuan itu menolak." jelas salah satu dari mereka.
"Lalu? Bagaimana keadaan perempuan itu?" tanyaku sangat penasaran.
"Dia menolak ingin dibunuh akan tetapi perempuan iti memberikan kepastian ke senior bahwa dua minggu lagi dia tidak akan ada lagi di dunia ini." aku sedikit membulatkan mataku mendengarnya.
"Perempuan itu bunuh diri?" tanyaku asal menebak. Kedua perempuan itu menggeleng.
"Perempuan itu ternyata sudah tahu bahwa dia divonis kanker, dan juga tahu bahwa umurnya sangat pendek maka dari itu, dia berani memberikan seniot itu kepastian tentang kematiannya." ucap salah satu dari mereka.
"Siapa nama perempuan itu?" tanyaku.
"Dia Felin, sahabat Luke dulu."
Hal yang kupertanyakan adalah kenapa cerita yang Luke beritahu dan kedua perempuan ini berbeda?
------
8 Februari 2015, 23;41Haii saya kembali. Pendek lagi nih tapi penting hehe.
Kelas 9 benar-benar buat aku pusing, T.O dimana-mana, belum lagi les sampai jam 4 sore, tambahan les diluar pula :") remuk deh nih badan.
Vomments dong, aku usaha nih nulis chapter ini di tengah-tengah aku kerja tugas loh #plak
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior ⇝ Luke Hemmings
FanfictionSenior identik dengan kata menyebalkan. ▪ amazing cover by: jinjaelogy ▪