01

42 6 0
                                    

Entah sudah putaran keberapa kali Shafia membersihkan meja. Ia mengelapnya tanpa henti dengan pandangan kosong. Pikirannya sedang berkelana ketempat lain. Kadang, ia menggosok meja sambil menghempaskan nafas beratnya.

Beberapa pasang mata memperhatikan tingkah Shafia dan mulai berbisik. Sampai ada seorang pria yang menegurnya,

"Maaf, bisakah saya menempati meja ini?"

Tepukan dibahu Shafia menyadarkannya, seolah kembali ke raganya, Shafia mempersilahkan dua orang pria itu untuk duduk dan meminta maaf.

"Maaf.. silahkan, saya akan membawakan menu makanannya." Ucapnya sedikit membungkuk kemudian berlalu.

Shafia berkerja di sebuah cafe kecil pinggir kota, karena cafe ini kecil jadi tidak banyak karyawan yang bekerja. Sehingga banyak pekerjaan yang harus Shafia kerjakan. Mulai dari membersihkan meja kotor, menuliskan pesanan makanan sampai menyajikan makanan.

Hari ini, kondisi Shafia tidak terlalu baik. Ia merasa tidak enak badan. Pikirannya kacau. Penghianatan yang ia dapatkan memporak porandakan dunianya. Sehingga ia tidak begitu fokus bekerja.

"Shafia, kau sakit?"
Laura, yang bekerja bersamanya mengamati mimik wajah Shafia. Ia khawatir melihat Shafia yang begitu pucat dan tidak fokus bekerja.

"Tidak ra, aku hanya kurang fokus." Shafia tersenyum kearah Laura, ia tidak ingin oranglain memikirkan dirinya. Ia tidak suka. Bukan, tapi Shafia terbebani.

"Kau tidak fokus karena kelelahan. Sudahlah biar aku yang membawa menunya kau istirahat saja dibelakang."

"Tidak.. ini pekerjaanku. Aku tidak ingin bersantai. Aku harus menyibukan diri agar kembali fokus." Tolaknya halus.

Laura hanya bisa pasrah, "baiklah.. tapi awas saja jika kau malah pingsan dan merepotkan semua orang." Ucapnya tajam.

Shafia hanya tersenyum menanggapinya, kemudian berlalu sambil membawa daftar menu.

Tapi, kepala Shafia mulai memberat, pandangannya berkabut. Padahal tinggal sedikitlagi ia akan sampai di meja pelanggan. Sebelum kesadarannya hilang.

•••

Shafia mulai membuka matanya perlahan, pusing di kepalanya sedikit membuat ia kesulitan membuka kedua kelopak matanya.

Shafia memfokuskan pandangannya, nuansa putih dan bau obat-obatan. Itu yang tertangkap kedua indranya.

Shafia meringgis ketika mencoba duduk. Hingga ada tangan kekar yang menahan bahunya agar kembali berbaring.

"Kau harus istirahat, jangan terlalu banyak bergerak."

Shafia memandang pria di sampingnya,
"Anda.. siapa?" Shafia terheran, menemukan pria asing menjaganya?.

"Aku pelanggan mu, tadi kau pingsan tepat di depan mejaku." Setiap kata yang terucap dari pria itu menandakan kalau ia sedang kesal.

"Maaf.. saya merepotkan anda. Dan terimakasih sudah membawa saya kesini."
Shafia merasa bersalah, ia cukup mengerti untuk kekesalan pelanggannya ini.

"Tidak apa, ah.. sebelum aku pergi. Aku akan menunggu sampai walimu datang"

"Tidak perlu, anda tidak perlu sampai seperti itu. Itu terlalu merepotkan. Anda bisa pergi sekarang, saya sudah merasa mendingan."
Shafia menatap pria itu sambil tersenyum, mengisyaratkan bahwa ia akan merasa lebih terbebani jika pria ini menjaganya lebih lama lagi.

Tapi, pria itu malah menatap tajam kearahnya.
"Akan ada satu dokter lagi yang akan memeriksamu, dan itu harus didampingi walimu. Jadi aku harus menyampaikan berita ini langsung pada walimu."

Shafia tidak mengerti, mengapa sampai harus repot seperti itu.
"Saya tidak mempunyai wali, jadi.."

"Apa???"

Belum sempat Shafia berucap, ia terlalu kaget dengan respon pria disebelahnya ini yang meninggikan suaranya.

Pria itu memejamkan matanya sekejap, "kalau begitu panggil pacarmu" sambungnya.

"Emm.. saya juga tidak mempunyai pacar."

"KAU.. lalu apa yang kau lakukan?"
Kemarahan pria ini membuat Shafia takut, apa sebenarnya yang terjadi?. Shafia tidak mengerti. Terlihat kilat amarah di kedua mata pria itu.

•••

Setelah lama revisi akhirnya Jonari bisa juga rilis🤭

Terimakasih 😘
Jangan lupa vote and komen nyaa 😍

Dibalik SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang