Seminggu sebelumnya.
Jonari memasuki rumah perlahan, kakinya terlasa lemas sulit digerakan. Diwajahnya terlihat jelas bahwa ia kelelahan.
Sepulang dari rumah sakit, Jonari kembali ke kantor tempatnya bekerja. Ia hampir dimarahi atasannya karena telat datang. Ditambah perkataan ayahnya yang terus terngiang di benaknya menambah beban pikiran.
Jonari merebahkan tubuhnya di kursi, sesekali ia memijit pelipisnya.
"Kakak mau teh hangat?"
Ibunda Jonari yang melihat kedatangan anaknya segera menghampiri Jonari. Ia sudah mendapat kabar dari ayah tentang masalah yang terjadi tadi siang di rumah sakit.
Jonari menggenggam tangan bundanya yang mulai menggantikan tanganya untuk memijit pelipisnya.
"Bunda..."
Jonari menatap bundanya sayu, sedangkan sang bunda hanya tersenyum hangat.
"Bunda akan mendengarkan penjelasan kakak, kakak tidak perlu berbohong. Bunda selalu ingatkan kakak kan, kalau kita harus selalu bertanggung jawab atas apa yang telah kita perbuat."
"Tapi bunda.. ini semua kesalahpahaman, semuanya salah. Aku tidak mengenal wanita itu."
Senyuman hangat bundanya sedikit membuat Jonari tenang. Setidaknya ada bunda yang dapat mendengarkan penjelasannya.
"Tapi, siapa yang akan percaya jika dia bukan pacarmu?"
Jonari menatap bundanya tajam, ketika akan menyanggah pertanyaan itu bunda kembali berucap dengan suara lembutnya."Pertama, kakak berteriak meminta wanita itu segera di periksa dengan wajah panikmu itu. Kedua, kakak mengancam dengan membawa-bawa nama ayah jika terjadi hal buruk pada wanita itu. Ketiga, kakak menempatkan wanita itu di ruang rawat VVIP."
Jonari menerawang kembali perbuatannya tadi siang. Bodoh. Apa yang sebenarnya ia lakukan. Ia ingat betul bahwa semua yang dikatakan bundanya itu benar. Saat itu ia hanya panik.
"Dan.. ketika kakak menyanggahnya seperti ini. Itu semakin menandakan bahwa sepertinya ada sesuatu diantara kalian. Dan membuat kakak seperti orang paling brengsek"
Bunda Dania kembali menatap mata anaknya tajam, "kakak.. menyukai wanita itu?"
Jonari terperanjat, menatap bunda yang menampilkan senyum hangatnya. Perasaan batin seorang ibu menang tidak pernah salah.
Jonari menunduk sambil tersenyum kecut."Aku hanya sebatas kagum, aku salut akan dirinya yang bekerja keras dengan begitu ceria dan tak kenal lelah. Aku suka setiap melihatnya tersenyum menyambut pelanggannya memasuki cafe dan sapaan hangat yang ia berikan, tapi hanya sebatas itu.. aku tidak mengetahui hal lainnya."
"Hal lainya? Seperti?"
"Seperti yang bunda tau sekarang.. seperti kejadian saat ini. Hal seperti ini"
"Jadi.. kakak kecewa mendapati semua tidak sesuai seperti apa yang kakak harapkan?"
Jonari menatap bundanya sendu, ia tidak yakin apakah ia benar kecewa, marah atau malah kasihan. Jonari tidak mengerti dengan apa yang sekarang ia rasakan.
Jonari hanya bisa menggeleng menjawab pertanyaan bundanya."Ya sudah.. kakak bilang saja nanti sama ayah bahwa kakak tidak mengenal wanita itu, dan tidak bertanggung jawab dengan hal yang menimpanya"
"Bunda..."
"Lalu apa yang kakak inginkan?"
Jonari kembali menggelengkan kepalanya. Ia tidak tau apa yang sebenarnya ia inginkan.
Setelah mendengar bahwa Shafia tidak memiliki keluarga, dan tidak ada pacar. Jonari merasa marah dan kasian secara bersamaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/257416510-288-k74627.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik SENJA
Romance"Mengapa kau melakukannya?" Shafia menatap pria disampingnya, matanya bergerak mengisyaratkan ia tidak mengerti maksud pertanyaannya. "Mengapa kau lakukan itu? Hal yang membuat kita jadi seperti ini." Tanya Jonari tajam. Shafia tersenyum simpul, "ka...