2.

407 45 4
                                    

Bel pintu berbunyi nyaring-pertanda ada yang memasuki toko bunganya. Ten masih sibuk merangkai bunga yang hampir jadi itu, jadi ia persilahkan pengunjungnya melihat-lihat terlebih dahulu.
Dilihatnya pemuda tampan menggunakan setelan jas yang rapih, berbadan tegap dan tinggi sedang melihat-lihat toko bunganya.

"Selamat datang di Ten Florist, perlu rangkaian bunga seperti apa, pak?" tanya Ten. Pemuda itu sontak berbalik ke arah Ten dengan mata yang masih tertuju pada bunga-bunga disana, "saya mau pesan untuk–" ucapan pemuda itu terpotong, mukanya seperti terkejut melihat Ten yang ada di depannya. Lelaki itu kaku dan matanya mulai berkaca kaca. "Untuk apa pak?" tanya Ten lagi.

Pemuda itu segera berbalik dan berjalan cepat ke pintu keluar sambil mengusap sesuatu di pipinya–mungkinkah ia menangis?

Ten hanya terpaku menatap pemuda itu pergi, lalu pemuda lainnya mendekat ke arahnya, "I'm sorry, i think he's a little bit shock. I'm gonna come here later." ucap pemuda itu.
Ten sama sekali tidak mengerti.

***

"Renjun." panggil Johnny dengan suara lembut. Ia mengajak adik satu-satunya ini untuk sekedar berkeliling kota mencari jajanan manis kesukaan adiknya. Renjun, dengan senang hati menanggapi panggilan kakanya, "pakai motor ya?" pintanya. Johnny mengerutkan keningnya. Baginya, jika ada mobil yang nyaman, kenapa harus bersusah payah menyetir motor. Namun, alasan kekanak-kanakan Renjun yang menggoyahkan hatinya, "aku ingin menikmati angin sore!" Siapa yang tega melihat senyum cerah anak itu hilang. Johnny tersenyum kecil, "jangan sampai sakit."

"Ambulan! Panggil ambulan!"

Memori itu kembali pada ingatan Johnny manakala ia melihat muka penjaga toko bunga itu. Ia berlari keluar toko itu, tak peduli dengan Yuta yang menahannya di depan pintu. Ia memasuki mobilnya, menangis sambil mengutuk dirinya sendiri.

Yuta akhirnya menghampiri Johnny yang sudah memasuki mobil dengan tergesa-gesa.

"Hei Johnny, calm down. I'm here." ucap Yuta menenangkan sembari memeluk teman kecilnya itu. Ia tahu bahwasannya Johnny kaget melihat Ten–yang sosoknya mirip dengan adik Johnny–Renjun. "Yut, he's here, he's alive." ujar Johnny. Yuta tidak membernarkan perkataan Johnny, ia mengusap punggung Johnny upaya untuk menenangkannya.

Johnny dan Yuta bertukar posisi. Tak mungkin pula Johnny yang sedang menangis tersedu-sedu menyetir mobil. Yuta mencari toko bunga lain untuk mengenang 6 tahun Renjun berpulang, lalu ia menghantarkan Johnny ke pemakaman. Sudah 6 tahun lamanya, tetapi ia masih terpukul dengan kenyataan bahwa Renjun telah tiada. Datangnya sosok Ten seolah memberi harapan bahwa Renjun masih di dunia ini–dengan raga yang lain.

Johnny pulang dengan mata yang masih sembab, sepanjang perjalanan pulang ia menangis hebat dan tertidur. Kehadiran sosok Ten–yang baru ditemuinya beberapa jam lalu–mampu membalikkan semua kenangannya 6 tahun lalu. Di kepalanya terus berputar berbagai penyesalan, tentang Johnny yang membiarkan adiknya pergi sore itu, juga dendam kepada ayahnya yang tidak mampu datang tepat waktu untuk menyelamatkan adiknya.

Johnny yang hanya luka ringan sore itu, berbeda drastis dengan Renjun yang bermandikan darah. Bisa-bisanya ada mobil berkecepatan tinggi menabrak bagian belakang motornya yang sedang melintasi perempatan jalan. Padahal ia sudah menaati aturan, berhenti ketika lampu merah, jalan ketika lampu hijau. Namun, pengemudi mobil tabrak lari itu masih saja menerobos lampu lalu lintas dan pergi tanpa bertanggung jawab. Johnny marah. Pasti. Namun kini keselamatan Renjun melampaui perasaan marahnya.

Ia segera menelpon ambulan dan ayahnya, namun...


Ayahnya tak kunjung menjawab panggilannya.

Bertahun-tahun Johnny mencoba untuk berdamai dengan ayahnya, namun sampai sekarang obrolan mereka hanya sebatas perusahaan saja. Sungguh, Johnny sama sekali tidak ingin membenci ayahnya. Namun kejadian 6 tahun lalu terlalu sakit untuknya. Ia bukan hanya tidak bisa memaafkan ayahnya, tetapi ia juga tidak bisa memaafkan kelalaian nya.

Seharusnya ia memakai mobil, seharusnya ia tidak mengajak Renjun pergi sore itu, seharusnya ia tidak membawanya ke jalan raya. Seharusnya, seharusnya, seharusnya. Begitu banyak penyesalan yang ingin ia perbaiki. Terlalu sakit ketika semuanya tak kunjung membuat Renjun kembali.

Johnny terbangun di tengah malam, sudah berada di kasur yang empuk dan nyaman. Ah, Yuta pasti susah payah membawanya yang lemas karena menangis hebat tadi.
Johnny kembali berbaring, mengingat sekarang ia berada di kasur yang empuk, sedangkan Renjun–ia sudah tertidur di bawah tanah, mungkin jasadnya tak lagi ada sekarang karena sudah 6 tahun lamanya.

Johnny ingin sekali memeluk Renjun, ia sangat merindukannya.

***

HEWWO!!! Gimana nih menurut kalian konflik ceritanya? Udah asik belom? Kalo nggak asik maap ya aku baru banget bikin beginian hiks:(

Kalo ingin berkomentar boleh banget ya hyungg soalnya aku butuh banget kritik dan saran hahaha

Semoga kalian betah yaa sama cerita aku!❤️

S I M I L A R - [Johnten] (PAUSED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang