5.

263 31 0
                                    

"Yang bener aja dong Yut?" Johnny mengubah posisinya menghadap Yuta, berhadap-hadapan. "Yaaaa emang apa salahnya?"

Johnny memijat-mijat jidatnya-sedikit pening karena tidak mengerti apa yang Yuta maksud—untuk apa pula Ten pindah ke apartemennya?

"Aneh banget lo anjir, tiba-tiba nyuruh Ten tinggal di apartemen gue, apa coba alesannya?" tanya Johnny sembari menyalakan mobilnya dan membiarkan mereka mengobrol sepanjang perjalanan ke kantor—untuk menghantarkan Yuta pastinya.

Yuta membuang napas kasar, "lo bisa bayangin nggak sih, kalo Ten nginep di apartemen lo nih, dia bakal ngebantu lo banget John." ujar Yuta dengan mantap. "Nih, Ten kan jago masak, dia terbiasa sendiri juga jadi pasti pinter ngurusin diri sendiri, mungkin ngurus-"

"Tunggu deh Yut." ucap Johnny memotong. "Maksud lo itu dia disuruh jadi pembantu gitu? Lo gila apa gimana sih? Dia juga mana mau Yut. Sinting kali lo." maki Johnny berkali-kali kepada Yuta. Namun Yuta membantah perkataan Johnny tadi, "nggak gitu. Dengerin dulu sampe abis. Selain mungkin iya dia jadi orang yang bantuin lo, dia juga lo bantu, John." Ujarnya. "Tadi gue sempet jalan-jalan ke belakang florist, niatnya cari toilet. But gue nemuin sesuatu yang buat gue berani ngomong gini." Johnny hanya mengangkat satu alisnya, penasaran.

"Hidup Ten kurang dari cukup, John. Gue tadi liat kamar Ten. Kasurnya lepek banget, kayaknya dia nggak ganti semenjak dia beli kasur itu, atapnya juga bocor, ada beberapa bagian lantai yang selalu basah tiap habis hujan dan ngebuat dia gabisa tidur dengan nyaman, belum lagi asbesnya yang bolong karena rapuh dan kayak habis kejatuhan kucing. Pas gue ke kamar mandinya, keran nya bocor, dan itu ngebuat Ten harus ngebayar lebih mahal uang PDAM." lanjut Yuta dengan memperinci keadaan florist sekaligus tempat tinggal Ten.

Johnny yang mendengarnya ikut merasa iba atas keadaan yang menimpa Ten. Pemuda itu mungkin hebat dan kuat, namun tidak di semua sisi. Ten memiliki sisi lemahnya sendiri, namun dia begitu hebat dalam menutupi.

"Tapi emangnya dia bakal mau? Dia bakal bersedia? Susah Yut, dia pasti nolak mentah-mentah dan pastinya tersinggung banget kalo kita sok tahu tentang keadaan nya." ujar Johnny sembari berpikir. Menurutnya, Yuta masuk akal. Apalagi Ten adalah sosok yang masih ia anggap sebagai penebusan dosa nya kepada Renjun. Jika dulu Johnny tidak bisa menjaga Renjun dengan baik, maka sekarang ia ingin menjaga Ten setiap waktu.

"Soal dia bakal mau atau nggak, gue belum kepikiran sampai sana sih. Tapi yang gue yakini itu, kalian saling membutuhkan satu sama lain." Ujar Yuta.

Johnny hanya membenarkan dalam hati.

***

Ten tersenyum manis menghantar kepergian Yuta dan Johnny yang menghabiskan waktu bersamanya seharian ini. Sudah lama ia tidak merasakan kehangatan ini, mengobrol, bercanda, tertawa, bahkan Ten sendiri terkejut ia bisa menceritakan kisah hidupnya kepada Johnny dan Yuta. Ten yakin mereka adalah teman baik yang dikirimkan Tuhan untuk menemaninya setelah segala kesulitan yang dialaminya.

Ten selalu berpikiran baik kepada Tuhan. Dalam hidupnya yang dipenuhi kesulitan, ia sangat pandai mensyukuri hal-hal kecil. Ia yakin bahwa Tuhan selalu adil dan menyimpan bahagianya di akhir.

Ten kembali ke dalam florist nya lalu membersihkan teras rumah yang tadi dipakai untuk makan bersama. Setelah itu ia menuju kamarnya, berniat untuk merebahkan dirinya sedikit. Ah ia lupa-sekarang musim hujan. Rutinitas Ten saat musim hujan adalah menadahkan tetesan hujan dengan baskom atau panci besar agar tetesannya tidak membasahi lantai kamarnya. Yap, atap kamar Ten selalu bocor saat turun hujan. Bahkan di situasi tidak nyaman seperti ini pun, ia jarang mengeluh, begitulah Ten.

Ten adalah seseorang yang kuat dan hebat, namun ia rapuh. Sama seperti Johnny.

Saat pertama kali mendengar cerita Johnny, dalam pikirannya adalah bagaimana dirinya dahulu-saat kehilangan sang ibu. Ia bisa merasakan betapa terpukulnya Johnny yang kehilangan seseorang yang sangat disayanginya.

Setelah melakukan rutinitas musim hujan nya, Ten merebahkan dirinya dan membuka ponselnya, oh–ada satu pesan disana.

Johnny
Sekali lagi terimakasih atas jamuannya.
Makanan yang lo buat enak banget.
Maaf ya ngerepotin, jangan lupa istirahat!.

Senyum Ten merekah saat melihat pesan itu tertera pada ponselnya. Entah kenapa sosok Johnny—yang baru-baru ini di temuinya kerap memenuhi isi kepalanya.

Ten
Iyaaa santai aja!!
Nanti makan disini lagi dong kapan-kapan
Gue juga seneng masakinnya. Lama nggak makan rame-rame kayak tadi haha
Gue baru rebahan di kasur nih.
Lo gimana? Udah sampe apartemen?

Johnny
Udah dong, mau kesini nggak?
Barangkali udah kangen, haha

Ten tersenyum tipis karena pesan itu. Rasanya ia seperti orang gila hanya karena sebuah pesan.

Ten
Dih, pak bos kerdus banget :p
Tampang sangar tapi ternyata bisa godain orang ya, haha

Johnny
Dih, siapa yang godain coba bilang?
Kan gue nanya
Soalnya gue udah kangen lo:(

Ten
Tuhhh terus itu apa kangen kangen:(

Johnny
Ya emang kangen:(

Ten
Males ah John, keju banget:(

Ten menutup ponselnya sebentar, tidak bisa berhenti senyum dan berdebar. Ya Tuhan, padahal itu hanya pesan singkat dari Johnny. Padahal gombalannya pun hanya seperti anak SMA. Mengapa ia begitu gila dibuatnya?

***

HAII HAII HAIIII GIMANA NIHHH GEMES BELOM?? HAHAHAHA

Jujur sebenernya pas nulis ini aku lagi pengen nulis yang gemes gemes aja gitu, maksa nggak sih? Aneh nggak menurut kalian? Kasih kritik dan sarannya ya!!

Anywaysss kalian hebat bangett yeayyy udah tahan baca satu chapter dari cerita penulis nub ini, makasih yaa udah setia selalu nungguin aku up🥺🥺🥺

Semoga betah-betah yaa sama ceritanyaaa❤️❤️✨✨✨✨

S I M I L A R - [Johnten] (PAUSED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang