Ada beberapa hal pertama yang mungkin perlu kalian ketahui tentang seorang Alen.
Dia terkesan lebih kaku dan dingin di mata orang yang baru pertama melihatnya. Namun, sebenarnya ia murah senyum, dan hangat di hadapan mereka yang menurutnya nyaman dan sudah cukup dikenalnya. Hingga seolah menjadi suatu hal yang mustahil jika sehari saja bibir itu tidak terangkat ke atas, meskipun hanya sekilas.
Dari luar Alen akan terlihat istimewa.
Pintar.
Berbakat.
Hampir semua orang di sekolah mengenalnya.
Tuan muda dari keluarga kaya raya, dengan kehidupan yang mereka anggap sangat sempurna.
Dan yang terakhir, ia tak pernah mengenal sosok Ibu sedari lahir.
"Apa kabar Bunda di sana?" Remaja berdarah campuran indonesia dan Swedia itu kini berdiri di balkon rumahnya.
Tersenyum samar, seraya memejamkan mata, ingin merasakan bagaimana menghirup udara bebas.
Dirinya kini benar-benar sendiri, tanpa ditemani. Bersama rasa sakit dengan luka yang tak kunjung terobati.
Kesunyian seakan menariknya ke dalam zona ketenangan, sejenak menenangkan pikiran untuk mencoba berdamai dengan kenyataan.
"Ale di sini baik-baik aja, Bun. Jangan khawatir." Tambahnya pelan, kembali diiringi senyuman getir.
Meskipun ucapan itu memang bukan sepenuhnya kebenaran. Setidaknya Alen ingin meyakinkan dirinya terlebih dahulu, bahwa ia akan selalu baik-baik saja, meskipun tidak ada satu pun orang yang menanyakan kabarnya.
Semilir angin malam menerpa wajahnya yang rupawan. Mata itu akhirnya terbuka perlahan, menatap ke sekeliling tempat yang hanya gelap, sebelum pandangannya terkunci ke arah atas.
Angkasa kini tampak suram. Tanpa adanya taburan bintang. Gemerlap lampu jalan dan lampu perumahan sayangnya tak akan pernah mampu menyaingi sisi malam yang remang.
Padahal, warna biru gelap yang biasanya dihiasi dengan benda langit yang dapat menghasilkan cahayanya sendiri itu seakan menjadi sebuah perpaduan yang sangat pas, dan selalu Alen nanti.
Namun, rupanya tidak untuk malam ini. Langit malam mendung seakan ingin hujan, meninggalkan hawa dingin yang menusuk saat bersentuhan dengan kulit.
Remaja itu kemudian memutuskan untuk kembali masuk ke dalam, setelah puas menenangkan diri tentunya.
Berdiri di depan kaca yang menatap sudut bibirnya yang masih tampak robek. Dirinya tersenyum sebelum meringis, menatap miris dirinya sendiri.
Kapan lukanya benar-benar akan sembuh?
**********
Kring!
Kring!
Suara alarm yang biasanya memang Alen atur agar ia terbangun di waktu Subuh mulai terdengar nyaring.
Alen bangkit ketika suara itu cukup untuk membuatnya terjaga. Ia segera bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi kecil yang terletak di dalam kamarnya untuk membersihkan diri.
Seperti biasa, kini Alen sudah siap dengan setelan sarung, baju kokoh, dan peci hitam polos.
Auranya memang tak bisa dipandang dengan sebelah mata. Hingga tak pernah lepas dari pandangan takjub kaum hawa, yang walaupun hanya sebatas berpapasan masih menyempatkan berucap Masya Allah.
Remaja itu bergegas pergi ke musholla yang berada tak jauh dengan komplek perumahannya berada.
Alen melangkah dengan hati-hati menuruni satu per satu anak tangga. Takut membangunkan penghuni rumah yang mungkin saat ini masih bergelut dengan alam mimpi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alleen (End)
Novela Juvenil[Halal Area] BUKAN lapak bl atau b×b👊 Alleen hanya ingin menjadi yang terbaik. Apa pun cara akan ia lakukan agar mereka dapat menerima kehadirannya. Ia yang tak pernah diharapkan dari lahir, seharusnya tak perlu hidup dan menanggil lelaki yang hidu...