⌠ boy x boy | jeno x renjun ⌡
❛❛ Untuk atma berkepemilikan rasa, dan daksa yang lesap dilebur semesta. Mencintaimu adalah caraku bertahan hidup. ❜❜
by : anxiethree
start : 21-01-21
end : 19-04-21
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Whatsapp
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Bocil
| jembut gue
ha? |
| yaelah typo | jemput gue di rs | sekarang
siap ndan |
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Selalu mengutamakan Rendi diatas hal-hal lain. Bahkan Jeaden rela pergi ke rumah sakit selarut ini demi menjemput Rendi. Dia bangkit dari ranjangnya lalu beranjak mengambil jaket dan kunci motor.
Waktu hampir mendekati tengah malam, tapi jalan raya Jogja tak pernah lenggang. Dia menambah kecepatan motornya, menerjang dinginnya angin malam, tak ingin membuat Rendi menunggunya terlalu lama.
Dari kejauhan dilihatnya Rendi terduduk pada kursi panjang di dekat Ruang ICU. Jeaden bergegas menghampiri pemuda itu, "Ayo balik Ren, istirahat. Lu keliatan capek banget."
Rendi tak memberi respon, dia terdiam dengan tatapan kosong ke arah lantai. Tergambar jelas kekhawatiran di wajah lelahnya. Jeaden yang merasa tak tega lantas mendudukkan diri di samping pemuda itu. Dia mengarahkan kepala Rendi untuk bersandar di bahunya.
"Jangan ditanggung sendiri, Ren. Bagi bebannya sama gue."
Rendi menghela napas panjang, "Nyokap gue makin kritis, Je. Gue ngerasa ga berguna banget ga bisa bantu apa-apa."
"Jangan ngomong gitu," Ujar Jeaden memberikan usapan lembut pada lengan Rendi. "Nyokap lu lagi berjuang di dalam sana. Dokter juga lagi berjuang buat nyokap lu. Tuhan tau betul perjuangan kita. Jadi lu ga boleh nyerah, oke?"
Perlahan Rendi menegakkan kepalanya kemudian berdiri, "Udah yuk balik. Gue kangen rebahan."
Jeaden mengerjap dengan cepat, dia sudah terbiasa dengan semua sifat Rendi. Tapi tetap saja perubahan mood Rendi yang bisa berbeda secara drastis terkadang membuatnya terkejut.
Rendi memang begitu, dia tidak ingin membuat orang lain khawatir. Maka dia selalu menggunakan senyumannya sebagai senjata untuk menutupi segala luka dalam dirinya. Nahasnya, hanya Jeaden yang paham mengenai sisi lain Rendi tersebut untuk saat ini.
Jeaden pun beranjak dari kursi dan memakaikan jaket ke tubuh mungil Rendi. Bukan jaket yang dia kenakan, sejak awal dia sengaja membawa satu jaket lagi dari rumah. "Angin malem ga baik buat kesehatan lu," Kata Jeaden menjawab tatapan terheran-heran yang Rendi berikan padanya.
Seharian ini Alena menemani Rendi di rumah sakit, dan selalu mencoba menghiburnya. Mengingat bahwa gadis itu adalah pacarnya, semua perlakuan Alena mampu membuatnya merasa lebih baik. Namun, dia tak pernah merasa sebaik ini, seperti ketika Jeaden hadir di sisinya.