-1

540 37 0
                                    

Ditengah teriknya mata hari seorang wanita tengah membersihkan meja-meja cafe. Pekerjaannya yang sebagai waiters harus selalu menampilkan senyum hangat.  Meski pikirannya telah memikirkan banyak masalah dalam hidupnya.

Rasa lelah tidak ia rasakan. Meski keringat telah membasahi wajahnya. Lelah tidak membuat ia melunturkan senyum. Karen, bekerja sebagai pelayan memang harus bisa tersenyum apapun keadaannya.

Bunyi bel cafe, menandakan ada pembeli yang baru masuk. Segera ia menyimpan lapnya dan memberisihkan kedua tangannya. Ia mencoba menghampiri kedua pasangan muda-mudi.

"Selamat siang kak, silahkan ini menunya, ada yang mau di pesan sekarang?" sapanya hangat.

Wanita itu tersenyum, "Siang mbak, saya pengen cappucino choklat dengan toping eskrim sama spagetinya satu. Kamu mau apa sayang?"

"Aku samain"

"Cappucino choklat nya dua sama spagetinya dua ya mba"

"siap mbak, mohon ditunggu ya"

Nadira pamit dari pasangan muda-0mudi. Dia berjalan menuju dapur dengan memberi tahukan pesanan mereka.

"Pesan apa ra?" tanya David. Sang koki cafe dimana Nadira bekerja.

"Ini mas, meja 17 pesan cappucino choclat toping eskrim sama spageti dua ya. "

"Okee Ra" David mengacungkan jempolnya.

Nadira mengangguk, dia melihat tumpukan cucian piring lalu mencucinya.

"Jangan lah Ra, lo kan baru beresin meja disana. Biar nanti yang lain cuci piring, jangan lo mulu." peringat David.

"Gapapa mas, yang lain lagi sibuk. Akukan senggang daripada bengong ga jelas." Ujar Nadira.

Bukan Nadira cari perhatian, tapi ia memang tidak suka jika melihat tumpukan piring kotor. Jikalau ia senggang akan ia kerjalan. Tapi jika tidak senggang mungkin teman-temannya yang akan mengerjakan.

David hanya menggeleng tidak habis fikir. Ia hanya takut kebaikan Nadira ini justru dimanfaatkan pegawai lain. Yang lain kerja santai justru Nadira yang kerja keras. Tapi, jika di tegur Nadira selalu bilang Gapapa.

"Udah jadi nih Ra"

"Ah iya bentar" Nadira mencuci tangannya kembali.

Ia menerima masakan yang sudah disiapkan David. "Aku pergi dulu mas" pamit Nadira yang dibalas anggukan David.

"Ini mbak, mas silahkan dinikmati" ujarnya sebelum akhirnya kembali meninggalkan mereka berdua.

Sudah sekitar tiga tahun ia bekerja disini. Mungkin jika ia meneruskan kuliahnya sekarang ia sudah mendapati gelar s1. Jika mengingat hal itu selalu mampu membuat hati Nadira sakit. Dimana ia hanya mampu kuliah selama dua semester saja.

Tapi, sekarang tidak ada waktu untuk ia mengeluh. Ia harus selalu tegar demi adiknya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki. Satu-satunya harta yang harus ia jaga.

***

"Selamat ya sayang kamu berhasil lulus dengan nilai yang baik"

"Makasi mi, maafin Ali gabisa dapat nilai yang memuaskan"

"Nilai kamu sudah sangat bagus bagi ummi" ujar wanita paruh baya.

Ali memeluk umminya dengan erat, rasanya ia beruntung memiliki ibu seperti umminya. Ibu yang selalu mengapresiasi hal yang anaknya dapati. Hal sekecil apapun selalu orang tuanya apresiasi. Hal itulah yang membuat Ali bangga kepada kedua orang tuanya.

"Habis ini kamu abi tempatin kerja dulu di cabang gapapa? Sekalian belajar dulu di sana." Ujar Reyhan.

Ali mengangguk, "Iya, lagian banyak hal yang harus Ali pelajari sebelum akhirnya nempatin pusat." Ali mengangguk mendengar ucapan abinya.

"Jangan cepat puas sama apa yang kamu dapet. Tapi jangan juga sombong dengan apa yang kamu peroleh." Nasihat Reyhan.

"Ali ngerti, Nisa ga kesini?" Ali menatap sekelilingnya. Sayang, ia tidak mendapati sang adik.

"Adik kamu kan lagi kkn, ah iya ummi baru sadar. Kalo Annisa kkn nya deket kantor kamu."

"Oh yah?"

Kedua orangtuanya mengangguk, "Makannya sekali-kali kamu main ke kantor cabang." ujar Reyhan.

Ali hanya tersenyum, karna kantor cabang kedua orangtuanya berada di Bandung. Yang berarti jauh dengan rumahnya yang berada di Jakarta. Selama ini ia selalu malas untung pergi ke Bandung. Untuk membantu abinya pun Ali hanya membantu kantor pusat saja yang jauh lebih dekat dengan rumahnya.

"Ali berangkat lusakan mi?"

Aiza mengangguk, "Iya sayang, kita langsung pulangkan habis ini? Apa masi ada acara?"

Ali menggeleng, "Acaranya udah selesai, sesi foto juga udah beres. Lagian aku cape kalo lama-lama."

"Yaudah langsung pulang." ujar Reyhan.

Aiza dan Ali mengangguk mereka segera menyusul langkah kaki Reyhan.

Selama ini Ali selalu merasa hidup bahagia. Ummi dan Abinya selalu berusaha menjadi orangtua yang terbaik.

Rasa syukur selalu ia panjatkan, sebab kedua orangtuanya selalu mencukupi kebutuhan dirinya.

Apalagi dengan ia lahir dari seorang ibu sehangat umminya, Aiza. Wanita yang selalu berhasil membuat ia benar-benar mencintai umminya. Umminya tidak pernah memaksa apa yang ia mau.

Umminya adalah cinta pertama dirinya.

***

"Kay, kami kenapa?"

Kayla menggeleng sambil tersenyum, "Tadi tante siska kesini lagi." Ujarnya lesu.

Nadira terdiam, "Terus dia bilang apa?"

"Kaya biasa"

Nadira hanya mengangguk sambil tersenyum, "Jangan pernah kamu jadiin itu semua beban yah. Ini kewajiban kakak, kamu gausah pusing. Biar kakak yang cari uang biar kakak yang mikirin semuanya. Kamu cuman cukup fokus sekolah. Jadi anak yang pintar, juga shalihah oke?" ujar Nadira.

Kayla hanya mengangguk mengerti. Selama ini dirinya selalu diingatkan untuk jangan pernah menjadikan sebuah beban tentang masalah keluarganya. Tapi, ia sendiri saja terkadang merasa stres dengan masalah yang selama ini menghampiri keluarganya. Tapi, jika kayla saja merasa stres apalagi dengan Nadira kakaknya?

Ia selalu berayukur mendapati kakak seperti Nadira. Kakak yang mampu menjadikan dirinya sebagai pengganti ayah dan ibunya.

"Kakak bawa nasi goreng, kamu makan yah"

"Kak Dira udah makan?"

Nadira mengangguk, "Tadi di cafe kakak udah makan"

"Aku abisin gapapa?"

"Abisin aja, biar kamu berisi" ujar Nadira terkekeh.

Kayla hanya mendengus sebal lalu menyantap nasi goreng yang dibawa kakaknya.

"Kakak bersih-bersih dulu, abis makan kamu langsung tidur jangan main hp." kayla hanya mengangguk mendengar ucapan Nadira.

Nadira pergi menuju toilet, setelah selama dua belas jam ia bekerja akhirnya ia bisa beristirahat. Nadira menghela nafasnya, entah dari mana lagi ia akan mendapatkan uang. Sebab mata pencahariannya hanya dari cafe yang tempati. Sementara kebutuhan semuanya tidak mencukupi.

Apalagi dengan peninggalan hutang kedua orangtuanya. Rasanya ia ingin menjerit merasa kalah dengan cobaan. Namun, selalu ada Kayla dalam benaknya ketika ia ingin menyerah.

Kayla yang selalu berhasil membuat ia kembali tegar. Kayla satu-satunya orang yang membuat dirinya bertahan dengan keadaan. Kayla adalah harta berharga yang ia miliki. Apapun akan ia lakukan demi Kayla. Semampu yang ia bisa akan ia lakukan.

Tanpa kayla tau, bahwa kakaknya memang setegar itu karna dirinya. Karena Keyla adalah mataharinya. Dan Nadira tidak tahu bagaimana hidupnya jika Keyla meninggalkan ia.

***

Jangan lupa vote
Salam cinta♡♡

Alhamdulillah
Purwakarta, 8-febuari-2021

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang