-29

159 18 0
                                    

"Wa'alaikumussalam... Tante? " Dengan wajah terkejut Nadira mencium tangan wanita di depannya.

"Ada yang mau tante bicarain, boleh tante masuk? "

"Ah iya, maaf. Silahkan masuk tan, duduk dulu biar Nadira ambilkan minum. " Ujar Nadira gelagapan.

Nadira pergi meninggalkan Aiza yang sudah duduk di sofa ruang tamunya. Aiza menatap sekeliling rumah Nadira. Rumah yang bernuansa berwarna biru. Tangan Aiza menggapai satu buah phas photo.

Disana terlihat foto keluarga Nadira. Aiza mengingat kedua orang tua Nadira. Mereka rasanya pernah bertemu pada saat kelulusan SMA anak-anaknya.

"Di minum tan, maaf ya ga ada apa-apa. "

"Ga papa, maaf tante jadi ngerepotin. "

"Enggak ko" Ujar Nadira yang di beri senyuman oleh Aiza.

"Katanya kamu satu sekolah sama Ali? "

"Satu kelas juga tan. "

Aiza mengangguk, lalu ia memberikan CV yang Ali titipkan. "Dari Ali. " ujar Aiza.

Dengan gugup Nadira mengangguk dan menerima CV pemberian Aiza. Nadira selalu merasa rendah diri jika berhadapan dengan wanita di depannya. Tutur katanya yang sopan selalu membuat ia kagum. Perempuan di hadapannya selalu terlihat lemah lembut. Bahkan sewaktu tantenya berbuat salahpun, wanita di depannya tidak pernah berlaku sinis kepadanya. Baginya, Ali sangat beruntung memiliki ibu selembut Aiza.

"Keputusan ada di kamu, jangan terburu-buru. Silahkan matangkan hati kamu dan jawaban kamu. Istikharah terus menerus bahkan sampai kalian akan melakukan akad nikah. "

"Tante mau nerima aku? "

Aiza menatap heran kepada Nadira. "Maksud kamu? Tante kurang paham. "

"Aku bukan perempuan baik-baik. Aku juga tidak terlahir dari keluarga yang paham agama. Aku juga masi awam dan pendidikan aku hanya sampai SMA. Nadira takut tante kecewa kalau Ali menikahi Nadira. " ujar Nadira sembari menunduk dengan tangan saling bertautan.

Aiza menghela nafas, dirinya paham dengan perasaan Nadira. Karena dirinya mengerti bagaimana terlahir dari keluarga yang kurang paham agama. Ia sendiri juga awalnya tidak terlahir dari keluarga yang pahan agama. Tapi keluarganya mau belajar bersama-sama.

"Bagi tante itu semua bukan masalah besar. Tapi, tekadkan dalam diri kamu bahwa anak-anak kamu harus terlahir dari keluarga yang hebat. Keluarga yang mengasuh anaknya sebagaimana yang nabi ajarkan. Dan pastikan anak-anak kamu nanti harus bisa menggapai pendidikan setinggi-tingginya. "

Nadira menatap Aiza dalam. Entah kenapa dirinya ingin menangis mendengar ucapan Aiza. Ucapan yang akan selalu ia ingat sampai kapanpun. Mungkin dirinya tidak terlahir dari keluarga yang paham. Tapi ia yakini bahwa dirinya akan membuat keluarga yang mengerti akan islam. Dirinya akan belajar dan bebenah. Agar anaknya tidak merasakan bagaimana rasanya terlahir dari keluarga yang tak paham dengan agamanya sendiri.

Dia akan mengajarkan betapa indahnya mengenal Islam. Agama yang penuh dengan ketenangan. Bersama Islam kita akan mengerti tentang rasa ikhlas dan sabar. Dan anaknya harus tahu betapa Islam memuliakan perempuan.

"Tapi kamu tau apa yang tante khawatirkan? " ujar Aiza yang diberi gelengan oleh Nadira.

"Keselamatan kamu dan Ali yang akan selalu tante khawatirkan. "

"Maksud tante? "

Aiza menghela nafas, ia segera menggeleng. Dirinya tidak seharusnya menjelaskan semuanya kepada Nadira. Karena ia akan belajar sepenuhnya percaya kepada keduanya.

***
S

elepas Aiza pergi Nadira menatap CV Ali. Entah kenapa perasaan rendah diri semakin terasa dalam hatinya. Dari hal apapun dia berada di bawah Ali. Hal ekonomi, pendidikan juga wawasan agama. Dia berada jauh di bawah Ali.

Nadira menghela nafas, entah siapa yang akan ia ajak diskusi mengenai ini. Nadira hanya memiliki satu orang saudara. Tapi Nadira tahu bahwa tante nya tidak akan bisa ia ajak diskusi.

"Gimana cara aku buat minta restu dari Tante Siska? " monolog Nadira.

Jika Nadira ingat-ingat, Tante nya tidak akan merestui ia dengan Ali. Karena Nadira tahu bahwa tantenya memiliki masalah dengan keluarga Ali.

Nadira mengambil kunci motornya. Kegiatan ia sekarang hanya membuat kue, mengantar kue dan mengajari anak-anak belajar. Dan Nadira lebih suka berada di tengah-tengah anak didiknya.

Nadira mengeluarkan motornya, memanaskan motornya terlebih dahulu.

" Assalamu'alaikum Nadira, mau kemana? Buku-bukunya mau di buat apa? "

Nadira tersenyum menatap Aiza yang menghampiri ia. Nadira segera mematikan mesin motornya. " wa'alaikumussalam, Dira mau ngajar tan, ini buat anak-anak belajar. "

"Kamu jadi guru? " tebak Aiza.

"Enggak, kebetulan Nadira ngajar anak-anak yang kurang mampu buat sekolah. "

Aiza berdecak kagum "Tante sama Om boleh ikut? "

"Boleh Tan, Nanti Nadira Share lock. "

Aiza menggeleng "Kamu ikut tante aja. Biar sekalian ngobrol. Annisa juga ada, biar tante ajak. "

"Boleh Tan?"

"Boleh dong, masa calon mantu tante suru sendirian panas-panasan. " Aiza mengangguk semangat.

Rasanya Aiza bertambah menyukai Nadira. Ia sedikit mengetahui latar belakang Nadira dari Ali dan Annisa. Dan setelah mengetahui fakta bahwa Nadira dengan suka rela mengajar anak-anak yang kurang mampu, membuat ia bertambah setuju jika Ali bersama Nadira.

Nadira tersenyum, rasanya ia seperti kembali di sayangi oleh seorang ibu. Hatinya menghangat, Aiza telah membuat ia merasakan kembali peran seorang ibu.

"Makasih Tan. " Ujar Nadira.

Nadira mencoba mengangkat buku-buku yang sudah ia susun di motornya. Aiza menghalangi tangan Nadir yang akan mengambil buku-buku tersebut.

"Nanti di ambil Om Reyhan, itu berat. "

"Gapapa tan, Nadira bisa. "

Aiza tetap menggeleng membuat Nadira mengurungkan niatnya. "Mas, sini dulu. " Ucap Aiza pada Reyhan yang sedang membesihkan mobilnya.

Reyhan mengangguk dia segera menghampiri Aiza. "Kenapa Ai? "

"Kita temenin Nadira ngajar yah, kamu tolong angkat buku-bukunya yah. "

Reyhan hanya mengangguk meski ia tidak seratus persen mengerti dengan ucapan Aiza.

"Maaf yah Om ngerepotin. " Ujar Nadira sungkan.

"Gapapa, lagian ini berat. "

"Ayo sayang kamu tunggu di teras rumah tante. Tante mau ajak Annisa dulu."

Nadira mengangguk, Aiza menggenggam tangan Nadira. Menuntunnya untuk segera mengikuti langkahnya. Nadira tersenyum menatap tangannya yang di genggam erat. Rasanya benar-benar hangat. Kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.

Hari ini, Nadira kembali merasakan kebahagiaan. Juga kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan. Rasanya ia ingin memberhentikan waktu. Agar semuanya tidak berlalu begitu cepat. Perasaan ini benar-benar Nadira rindukan.

Hidup menjadi anak pertama perempuan sekaligus menjadi tulang punggung keluarga, membuat Nadira lupa membahagiakan dirinya sendiri. Bebannya selama ini ia pikul sendiri. Dia selalu berusaha menjadi pengganti ayah dan ibu yang baik untuk Keyla. Namun Nadira lupa bahwa ia juga akan selalu membutuhkan peran seorang ibu dan ayah.

Berapa pun usia seorang anak ia akan tetap membutuhkan peran kedua orang tuanya. Bahkan jika seorang anak tersebut telah menikah. Peran kedua orang tua amat sangat penting.

***

Jangan lupa vote + coment ><

Alhamdulillah
Purwakarta, 18-Juli-2021

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang