-9

210 23 0
                                    

"Menurut abang, kak Wardah gimana?"

Ali mengernyitkan dahinya "Gimana apanya?" ujarnya bingung.

Annisa menatap malas Ali "Yah, gimana gitu waktu abang pertama ketemu. Misalnya dia baik atau apa? " tanya Annisa gemas.

"Iya, Wardah baik." ujar Ali singkat.

"Baik doang? " tanya Annisa yang membuat Ali mengangguk.

"Cantik gak bang?"

Ali menatap Annisa yang menunggu jawaban darinya. Dia menghela nafas, "Iya"

Annisa merekahkan senyumnya, "Udah suka? Sayang? Cinta belum? " ujarnya beruntun dengan senyum yang masi menghiasi wajah cantik milik Annisa.

Ali mendorong kening Annisa dengan kedua jarinya. "Udah ngerti hal begituan?"

Annisa mengembungkan pipinya. "Abang, usia Nissa udah 20 tahun. Masa iya Nissa belum paham. "

Ali hanya terkekeh ia kembali melahap sarapannya. Dan pertanyaan dari Annisa masi saja menggantung tanpa jawaban. Dan Annisa mungkin sudah lupa dengan pertanyaannya sebab kekesalannya kepada Ali.

Pertanyaan Annisa justru menulusuk dalam jiwanya. Selama ini apakah ia sudah suka? Sayang? Bahkan cinta? Kepada wanita yang selama ini mengganggu hatinya. Namun, setiap rasa itu hadir, Ali selalu mematahkan. Sebuah kenyataan yang mungkin tidak akan pernah ia sadari, untuk sekarang.

***

Nadira menatap pada kertas selembar juga satu buah amplop. Menatap dengan pandangan yang kosong. Hatinya kembali remuk untuk kesekian kali.

Menjadi tulang punggung keluarga. Menjadikan dirinya sebagai ibu dan seorang ayah sekaligus untuk Keyla. Menanggung utang kedua orangtuanya. Tapi, untuk mengeluh pun sesuatu hal yang tidak akan mendatangkan solusi.

Selama ini ia tidak memiliki tempat untuk bersandar. Dipaksa kuat dengan keadaan. Dipaksa untuk selalu bisa tersenyum. Terutama di depan Keyla. Tapi, apa ia masi bisa senyum di saat keadaannya seperti ini?

"Gue bingung mau cari kerja ke mana lagi."

Nadira menatap pada Sandra yang nasibnya sama seperti dirinya. Menjadi tulang punggung keluarga. Dan sekarang mereka sudah di PHK di pekerjaanya.

"Rasanya pengen nikah aja kalo kaya gini. Gila lama-lama. Kenapa juga yang di pertahanin harus si olin? Padahal kerjanya aja lelet kaya keong." Gerutu Dinda.

Ketiganya terkena PHK. Caffe tempat mereka bekerja ternyata hampir mau gulung tikar. Sehingga mereka bertiga terkena dampaknya. Di tempat ketiganya memang memiliki 7 waiters dan 3 chef. Dan sekarang menyisakan 4 waiters dan 3 chef.

"Jadi curiga gue, kalo si Olin emang ada maen tuh sama si manager." curiga Sandra.

Nadira menggeleng, ia menatap kepada kedua temannya. "Yang sabar ya, sekarang gak usah ngeluh apalagi ngorek-ngorek kesalahan orang lain yang belum tentu bener. Cari kerja mulai sekarang atau mungkin usaha sendiri, kenapa engga?"

"Dengan pesangon segini mana cukup buat usaha sendiri. Apalagi jaman sekarang kalo kerja kita harus keluar duit. Padahal kita kerja buat cari duit bukan buat ngeluarin duit. "

Nadira mengangguk mendengar ucapan Sandra. Sebuah ke mirisan yang memang sudah lama terjadi di negara ini. Ketamakan beberapa orang menjadikan banyak manusia diluaran sana semakin susah. Bertambah banyaknya penggangguran juga semakin bertambahnya kemiskinan. Sebuah utas yang saling melingkari.

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang