[Dua Puluh Dua] C

6.4K 1K 65
                                    

"Tante Lana!"

Suara anak kecil nan riang itu menahan Lana. Sesaat, Lana menarik napas. Mencuri kesempatan untuk menetralisir kecamuk dalam benaknya agar tidak terlihat. Lana kemudian berbalik badan dan tersenyum lebar pada seorang anak perempuan cantik yang  berlari kecil menghambur ke arahnya.

Lana otomatis meletakkan popcorn dan minumannya di atas meja counter, lalu membungkukkan badan menyambut Naya yang langsung memeluknya. Lana bergantian mencium kedua pipi Naya. Rasa senang bercampur sedih menyeruak dalam hatinya. Dia senang bertemu Naya, tapi dia pun tahu kalau sekarang sudah ada jarak yang akan memisahkannya dengan bocah menggemaskan ini.

"Tante juga di sini pasti mau nonton, ya?" tanya Naya yang dijawab Lana dengan anggukan dan senyum termanisnya.

Sambil memainkan telunjuk mungilnya di pipi Lana, Naya kembali berkata, "Nontonnya pasti mau bareng sama aku juga, kan?"

Lana hanya tersenyum, karena tak tahu harus menjawab seperti apa. Mau menjawab tidak, nanti Naya pasti akan berlanjut menanyakan alasannya. Sedangkan Lana tidak sempat memikirkan alasan untuk dijelaskan pada Naya.

Lana menegakkan tubuhnya kembali, sambil tetap menggandeng tangan Naya yang seakan tak mau lepas darinya. Tantangan sudah tersaji di hadapannya. Hesa tersenyum, tapi Lana tahu kalau ada rasa canggung di sana. Lelaki itu juga pasti tak menduga akan bersemuka dengannya di sini. Apalagi di sebelah Hesa ada seorang wanita cantik yang berdiri dengan anggun. Lana mengenali wanita itu, meski selama ini hanya tahu sebatas dari foto yang terpajang di kamar Naya. Wanita itu sosok penting yang pernah mengisi hidup mantan kekasihnya.

Mau tak mau, Lana mengulas senyum di bibir, meski hatinya saat ini seperti diremas dengan kencang. Namun, dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya. Dia ingin menunjukkan pada Hesa kalau ia baik-baik saja. Bahkan kehadiran wanita itu pun tidak akan mengusik ketentraman hatinya. Walau nyatanya ingin sekali Lana menghindari situasi ini. Menjauh dari dua orang yang membiarkan perasaannya seperti tercerai berai oleh kalut dan aneka persepsi yang timbul.

Anyanika Domani memang tidak lebih tinggi dari Lana, tapi wanita itu punya bentuk tubuh yang ideal. Lana akui, Anya juga sangat cantik. Kalau Anya dulu tidak melakukan kesalahan fatal dengan menyelingkuhi Hesa, mungkin sekarang mereka masih bersama. Bahkan saat ini pun keduanya terlihat serasi. Ada cemburu yang mengisi benak Lana. Namun, kendali dirinya masih bisa bekerja dengan baik.

"Hesa sudah pernah cerita tentang kamu. Akhirnya kita bisa bertemu juga, ya," urai Anya ketika tangan mereka saling menjabat.

"Oh ya? Cerita tentang apa aja?" Lana melirik sekilas ke arah Hesa. Sesaat pandangan mereka bertemu dan Lana cepat memutusnya dengan memusatkan perhatiannya kembali pada Anya.

Anya tersenyum. "Pastinya yang baik-baik." Anya memperhatikan Naya yang begitu lengket dengan Lana, lalu berujar, "Ternyata apa yang dibilang Naya benar. Kamu memang cantik."

Keramahtamahan Anya hanya dianggap Lana sekadar berbasa-basi. Dia tak menanggapi lebih jauh pujian tersebut.

"Apa kalian udah janjian?" Tiba-tiba Anya memberi pertanyaan itu. Entah siapa yang sebenarnya harus menjawabnya, tapi Lana berinisiatif memperjelas situasi.

"Nggak janjian, kok. Saya juga nggak tahu kalau kalian mau ke sini," terang Lana.

"Lho, Hesa nggak bilang sama kamu?" Raut bingung tercetak jelas di wajah Anya yang bergantian melihat ke arah keduanya.

SHADES OF COOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang