[DUA]

16.9K 2.5K 37
                                    

Ares?

Lana tercekat. Benar-benar dibuat terkejut. Matanya memperhatikan kembali dengan saksama foto sosok lelaki pada kertas seukuran A4 yang dipegang Erwin. Sesaat, dia tidak yakin kalau lelaki itu adalah Ares. Namun sedetik kemudian, dia yakin bahwa orang itu memang Ares.

"Wow, keren juga orangnya," celetuk salah seorang copy writer bernama Dita yang duduk di seberang Lana.

Ares memang terlihat tampan. Bahkan jauh lebih tampan dari Ares yang Lana kenal sepuluh tahun lalu. Foto itu sepertinya diambil saat Ares sedang mengajar di kelas. Rambut ikal  yang sedikit berkesan messy, tapi begitu pas dengan kontur wajahnya. Alis tebalnya yang selalu bisa membuat Lana iri, hidung mancung, sorot mata yang selalu penuh semangat, itu semua milik Ares.

Lana menjadi bingung dengan informasi yang sebelumnya disebutkan Erwin. Kenapa Ares disebut sebagai penyandang tuna rungu?

Pertanyaan itu menyesaki pikirannya yang mulai penuh dengan banyak pertanyaan lainnya. Lana seperti berada di batas antara harus menerima atau tidak menerima fakta itu. Ares yang selama ini dia kenal adalah lelaki yang normal dan tidak memiliki kekurangan fisik apa pun.

"Dia beneran tuna rungu?" Pertanyaan itu kemudian keluar dari bibir Lana. Jelas bernada tidak yakin.  "Nggak mungkin kalau dia ...." Lana memutus kata-katanya sendiri.

Erwin mengangkat alis. Yang lain pun ikut menyoroti Lana dengan pandangan heran. Lana lantas berdeham. Mencoba menetralkan suasana.

"Cuma nggak nyangka aja. Ada seorang tuna rungu yang seganteng dia." Alasan itulah yang dia jadikan tameng agar tidak terlihat bertambah konyol dengan pertanyaannya tadi.

"Jangan sampai naksir, Na. Ingat itu cincin di jari," sindir Faraz sengaja mengeraskan suaranya yang disambut tawa yang lain.

Lana mendelik.

Andai temannya itu tahu kalau Lana memang pernah menyukai Ares sepenuh hati. Ya, pernah. Kata 'pernah' terdengar lebih pas. Lana tidak berpikir masih menyimpan rasa itu untuk Ares. Rasa itu sudah lenyap tak bersisa. Sudah hancur sejak Ares tiba-tiba memutuskan hubungan mereka tanpa alasan.

Lana masih ingat dengan jelas kalimat yang ditulis Ares pada selembar kartu pos—bergambar Brandenburg Gate, yang merupakan salah satu landmark di Jerman—yang langsung membuat dia kecewa sekaligus marah.

Maaf, kita cukup sampai di sini.

Hanya itu.

Seolah hubungan yang dijalin tidak berarti apa pun bagi Ares. Bahkan kalau Ares mau memutuskan Lana, kenapa tidak memikirkan persahabatan yang sudah terjalin jauh sebelum mereka berpacaran?

Ternyata benar, urusan menyukai lawan jenis melebihi rasa suka pada teman bisa menjadi bumerang yang menghancurkan hubungan baik dalam sekejap. Begitupun dengan Lana yang tidak bisa lagi menghubungi Ares. Beberapa kali Lana mencoba menghubungi Ares lewat telepon maupun surat, tetap saja tidak ada hasilnya. Ares seperti menghilang dan enggan meninggalkan satu pun petunjuk. Menyembunyikan jejak agar Lana tidak menemukannya. Sampai Lana kemudian memilih menyerah. Sia-sia mengejar seseorang yang sepertinya tidak ingin dikejar.

"Hei, lo bengong, Na?" Faraz menepuk bahu Lana saat keluar dari ruang meeting. Lelaki yang mengucir ekor kuda rambut gondrongnya itu memberi tatapan penuh tanda tanya pada Lana.

"Lagi mikirin gimana caranya nanti kita bisa membujuk orang itu supaya mau diajak kerjasama," terang Lana sambil terus berjalan menuju meja kerjanya.

Lana bersandar pada tepian meja dengan tangan disilangkan di depan dada lalu berkata, "Mas Erwin udah bilang kalau orang itu selalu menolak tawaran iklan yang datang. Terus gimana dengan kita kalau kita juga nggak berhasil mendapatkan orang itu?" tanya Lana yang merasa berat dan janggal untuk menyebutkan nama mantan sahabatnya itu.

Faraz yang meja kerjanya bersebelahan dengan Lana kemudian duduk di kursinya. "Pasti bisa. Jangan pesimis dulu."

"Tapi kecil kemungkinannya berhasil menggunakan orang itu. Gue aja nggak yakin," keluh Lana. Ketukan jemarinya yang beradu dengan meja menandakan ia yang sedang gelisah.

"Udahlah, biar itu jadi urusannya Mas Erwin," ujar Faraz santai.

Tapi Lana tidak bisa tenang kalau orang itu adalah bagian dari masa lalunya.

Lana mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan divisi kreatif yang memang tanpa sekat. Sehingga satu sama lain bisa melihat aktivitas yang dilakukan rekannya yang lain. Seperti Dita dan Agham yang sedang berkutat dengan kesibukan di meja masing-masing. Lalu ada Inge yang berdiri di sebelah mesin fotocopy yang masih digunakan oleh Dinar. Yang tidak ada di ruangan hanya Bona dan Firman, yang sejak selesai rapat masih sibuk berdiskusi di ruangan Erwin.

Di antara mereka semua, hanya Faraz yang paling dekat dengan Lana. Lima tahun lalu Lana mengenal Faraz untuk pertama kalinya. Saat itu Faraz sudah lebih dulu bekerja di LoBo dan Lana masih berpredikat sebagai anak magang. Kepribadian Faraz yang supel dan ramah, memudahkan Lana untuk lebih akrab dengannya.

"Alana Fraurora," Faraz tiba-tiba menyebutkan nama lengkap Lana, "apa nggak bisa duduk aja, ya? Jangan bengong terus, dong," sindir Faraz tanpa melihat ke arah Lana. Sibuk dengan guratan gambar yang dibuatnya di atas kertas.

Belum juga lewat jam makan siang, tapi Faraz sudah dua kali memergoki Lana tengah melamun.

Lana lalu duduk. Menyalakan laptop, menunggu beberapa saat, kemudian mengetikkan sesuatu di kotak mesin pencarian.

Ares Dirandra Meidiawan

Hasilnya ....

Nihil.

Lana sampai bingung dengan hasil yang tidak menunjukkan keterkaitan apa pun dengan Ares. Dia berharap bisa menemukan informasi tentang lelaki itu, meski hanya sedikit, karena kondisi fisik Ares membuat Lana terus-terusan berpikir: Kenapa Ares nggak bisa mendengar?

Lana mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Merasa frustasi dengan keingintahuannya akan sosok yang sudah lama sekali tidak dia ketahui kabarnya. Erwin tadi hanya menjelaskan sedikit tentang Ares yang merupakan  pengajar di salah satu sekolah luar biasa di Jakarta. Dan Lana belum sempat bertanya lebih jauh lagi tentang profil Ares.

Dia pernah begitu dekat dengan Ares. Tidak ada rahasia Ares yang tidak diketahuinya, begitupun sebaliknya. Sekarang, jarak yang terbentang di antara mereka berdua sudah sangat jauh. Tidak tersentuh.

Lana bahkan berpikir kalau dia mungkin tidak akan lagi dapat mengenalinya seperti dahulu, karena Ares yang sekarang itu 'berbeda'.

Hehe.. update-nya baru bisa malam

Jangan lupa Vote-nya, yaa ❤❤❤

Terima kasih

#UnconditionalyLoveSeries adalah series cerita mengenai romansa yang tidak biasa. Baik berupa tokoh yang memiliki kondisi yang tidak biasa, maupun keadaan yang membuat hubungannya jadi tidak biasa.

Jadwal update cerita #UnconditionallyLoveSeries

Senin - Selasa : I Need You
kakahy
Selasa - Rabu : Ready To Love You purpleefloo
Rabu - Kamis : Lovesick IndahHanaco
Kamis - Jumat : Shades of Cool awtyaswuri
Jumat - Sabtu : Inspirasa coffeenians
Sabtu - Minggu : Icy Eyes matchaholic

SHADES OF COOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang