03- ☠️ Senandung

697 306 1.1K
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Hembusan angin menerpa beberapa helai rambut gadis manis yang sedang terpaku akan pertanyaan dari pria di hadapannya. Seolah waktu mendadak melambatkan perputaran detiknya, semua kenangannya bersama sang ayah berputar sendiri di kepala seperti cuplikan kisah dari film layar lebar. Namun bedanya, tak ada penonton lain, hanya ia sendiri yang dapat menontonnya. Matanya yang semula berbinar kini menjadi berembun, tersirat kepedihan di balik matanya. Gadis itu mengadah, kini hanya tatapan sendu yang ia tampilkan. Melihat raut yang ditampilkan oleh gadis itu, Hans memiringkan kepalanya, seperti menunggu jawaban dari pertanyaannya tersebut.

Gadis itu tersenyum simpul dengan tatapan kosong, "Menyenangkan."

Dahi Hans mengerut beberapa detik, lidahnya asik menekan pipi bagian dalamnya, mencoba memahami dan mencerna sepotong kata yang keluar dari mulut gadis di hadapannya. "Menyenangkan?" ulang Hans pada akhirnya sembari terkekeh.

Belum sempat Hans melanjutkan pertanyaan yang bersarang di kepalanya, gadis bersurai tipis sebahu itu lantas terkekeh sembari memukul pelan bahu Hans, "Udah ah kak, bercandanya jangan yang begituan, nggak asik tau."

Seringai tipis Hans kembali timbul, sepertinya si gadis polos itu tidak menganggap serius pertanyaan Hans, padahal tidak ada sedikitpun guyonan yang terselip di setiap ucapannya. Hans memegang salah satu lengan gadis itu yang masih asik mengotak-atik dasinya, yang membuat gadis itu terkesiap sembari menatapnya. "Nggak ada yang bercanda," ucapnya datar.

Perlahan-lahan kedua tangan yang bertengger mengotak-atik dasi mendadak turun sembari terkepal otomatis. Mata binarnya kembali berkaca-kaca dengan kepala tertunduk. Sejemang, gadis itu kembali menatap Hans dengan senyuman yang terlihat seperti di paksa. "Nggak punya etika ya mulutnya?" tawa kecutnya menguar dengan sorot mata meremehkan, "punya orang tua juga, kan?"

Satu kekehan mengudara, Hans memalingkan wajahnya guna menghilangkan rasa kekesalan yang merambat di dadanya. Entah siapa yang berhak marah di situasi ini, tapi Hans yang digadang-gadangkan selalu benar dan tak pernah salah ini merasa harga dirinya di injak-injak, padahal salahnya sendiri yang tak bisa mengerem ucapan sendiri. Merasa malu akan hal tersebut, lantas Hans beranjak pergi tanpa mengatakan hal apa-apa lagi.

"KAK!"

Gadis itu kembali memanggil Hans sembari menyusul langkahnya. Gadis itu menunjuk ke arah dasi yang sudah ia pasangkan, memberi tanda bahwa tugasnya sudah selesai dan saat ini ia meminta feedback yang sudah dijanjikan. "Tanda tangannya jangan lupa."

Hans menoleh, "Jangan mimpi."

Gadis itu tertawa sumbang sembari bersidekap dada. Tatapan takut, rasa hormat, dan jiwa lemah lembutnya mendadak sirna. Hans kini merasa sedang berhadapan dengan orang yang berbeda, kemana perginya gadis lugu yang selalu memilin ujung seragam saat mencoba menatap matanya, demi apapun gadis ini benar-benar berbeda dalam hitungan menit. "Selain nggak beretika, suka ingkar janji juga ya Kak?" katanya lagi.

LEGALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang