01. Princess

36 24 10
                                    

"Tuan Putri! Tuan putri!! Tuan putri Melia!!" seorang pelayan wanita memanggil namaku dengan berteriak sembari berlari ke arahku. Lantas, aku yang berencana untuk mengambil sebuah buku mengurungkan niatku dan menoleh ke arah pelayan tersebut.

"Ada apa? Mengapa Bibi berlarian seperti sedang di kejar seekor anjing? Apa yang terjadi?" Tanya ku kepada Bibi pelayan itu. Namun tampaknya dia sedang mengatur nafasnya, sebenarnya apa yang terjadi sampai dia seperti itu?

"Hosh ... Hosh ... Pangeran Leucos ... Be-beliau tidak sadarkan diri di ruang bawah tanah, Tuan Putri!! Para penyihir kerajaan sudah berusaha keras, namun Pangeran Leucos tetap belum siuman!!" Aish, lagi-lagi si coklat itu. Pasti dia sudah memegang permata emas yang ada di ruang bawah tanah, padahal aku sudah melarangnya untuk menyentuh itu sebanyak beratus bahkan berjuta-juta kali, dasar keras kepala.

"Baiklah jangan panik, Bi. Aku akan bergegas kesana. Selamat tinggal Bibi~" Aku mengulas senyumku kepada Bibi pelayan, kemudian berlari secepat mungkin menuju ruang bawah tanah. Sesampainya aku disana, ternyata benar dugaanku. Para penyihir kerajaan, bahkan kepala penyihir sudah berkumpul mengitari Leucos. Ugh, lagi-lagi harus aku yang menyelesaikan.

Aku menutup mataku sejenak, kemudian merasakan cahaya mulai terpancar dari belakangku. Lalu, aku membuka mataku dan menempatkan kedua telapak tanganku tepat diatas dada Leucos. Aku mengeluarkan sihir penyembuh, sepertinya dia habis terkena sengatan listrik dari benda keramat yang ada di belakangku itu. Kira-kira setelah lima menit berlalu, Leucos mulai sadarkan diri dan membuka kedua matanya perlahan.

"Pangeran Leucos sudah siuman!! Pangeran, kami sangat meng-" Aku menghentikan kalimat Sang Kepala Penyihir dengan mengangkat tangan kananku ke atas. Sejurus detik kemudian, aku menoleh ke belakang dan menghadap kearah penyihir-penyihir itu.

"Apa tugas kalian disini, Tuan dan Nyonya Penyihir? Kenapa masalah seperti ini saja tidak bisa kalian selesaikan? Bukankah kalian penyihir kerajaan Hotvijzer? Apa kalian memintaku untuk menyuruh Ayahanda memecat kalian?" Semuanya terdiam, hening seketika.

"Me-melia" Gumam Leucos yang tampaknya sudah sepenuhnya sadar. Tanpa basa-basi, aku langsung memarahinya.

"Yak, Brownie! Eh-" Habislah riwayatku!! Aku keceplosan memanggilnya dengan julukan
"Brownie." Yah, itu adalah nama panggilan yang aku berikan kepadanya karna warna mata-nya yang coklat, ciri khas kerajaan Domhnall. Aku melirik ke arah sekitar dan apa yang aku duga ternyata benar adanya. Para penyihir dan salah satu penjaga terkekeh geli mendengarnya, aduuhh malu sekali!!

"Ekhem, maksudku ... pangeran Leucos!! Kenapa kau bisa ceroboh seperti ini? Hah? Bukannya aku sudah melarangmu sejak kecil untuk memegang permata itu? Kau ini benar-benar keras kepala sekali ya! Dari dulu sampai sekarang kau tetap sama saja!" Dia adalah Leucos Eferhild Domhnall. Seorang putra mahkota dari kerajaan Domhnall, kerajaan bundaku. Pangeran Leucos adalah sepupuku, dia adalah anak lelaki pertama dari kakaknya bunda. Dan kebetulan sekali kami seumuran.

"Ugh. Kau ini berisik sekali, Melia! Bisa tidak kau jangan mengomel untuk sehari saja? Aku lelah mendengarnya" Apa katanya? Dia malah memarahiku yang telah menyelamatkannya ini? Leucos, kau tega sekali.

"Hoi, aku baru saja menyelamatkanmu dari kematianmu dan kau membalasku dengan memarahiku seperti itu? Apa kau mau dipanggil oleh Malaikat Maut?" Tiba-tiba, seorang lelaki dengan warna mata hijau daun masuk ke dalam ruangan. Dia adalah Tuan Jasper Howkins, tangan kanan ayahku.

"Maaf bila saya lancang mengganggu percakapan Tuan Putri dan Pangeran. Tapi Tuan Putri Melia, Yang Mulia Adrastus memanggil anda ke istana beliau sekarang" Aku mengangguk kemudian bangkit berdiri sembari membersihkan gaunku. Ah, aku lupa dengan Leucos sialan. Dia masih belum ada niatan untuk bangun dan hanya terbaring di lantai seperti orang bodoh.

"Leucos, kau mau menginap disini?" Tanyaku yang sudah berada di ambang pintu.

"Tidak. Aku masih mengumpulkan niat saja untuk bangun, terimakas-"

"Untuk terimakasihnya kau boleh belikan aku seekor burung yang cantik ya, Leucos. Sampai jumpaa~" Kemudian, aku pergi meninggalkan ruang bawah tanah menuju istana ayah bersama Tuan Jasper.

"Hmm, ada apa ya? Kenapa tiba-tiba sekali ayah memanggilku. Sepertinya ada yang penting. Atau, ayah sedang menguji hasil belajarku selama ini?" Aku bergumam pelan sekali, tapi entah mengapa Tuan Jasper bisa mendengarnya.

"Hahaha, Tuan Putri tidak usah cemas. Ini bukan hal yang menakutkan kok, Yang Mulia sedang menyiapkan sesuatu untuk Tuan Putri" Tuan Jasper menoleh ke arahku kemudian tersenyum menampilkan giginya yang rapi itu. Lalu aku membalas kalimatnya dengan anggukan kecil.

I Am Emygdia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang