05. Revenge?

20 13 10
                                    

"Melia? Melia, apa kau bisa mendengar bunda?" Samar ku dengar suara bunda sembari mengelus punggung tangan kananku. Aku perlahan membuka kedua mataku, dan mengumpulkan kesadaran. Ku lihat, sudah banyak orang berkumpul di kamarku dengan raut wajah khawatir.

"Apa yang terjadi, Bun?" Aku menoleh ke arah bunda. Aku juga melihat mata beliau sudah berkaca-kaca dan sebentar lagi akan meneteskan air mata. Sejurus kemudian, bunda memelukku dengan erat. Sangat erat sampai aku hampir kehabisan nafas.

"Bunda pikir kau tidak akan kembali lagi ... Kami sangat khawatir, nak. Kau sudah tidak sadarkan diri selama empat hari" aku yang mendengar jawaban itu langsung terlonjak kaget dan melotot.

"A-apa?! Empat hari? Kenapa bisa selama itu??" Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi saat aku masih memiliki kesadaran, tapi masih sangat sulit.

"Itu semua karena kalung yang diberikan oleh Nona Libitina Merikh" Jawab Ayah. Ia berjalan mendekati ranjang ku kemudian melipat kedua tangannya tepat di depan dadanya. Ia menatap ku sejenak dengan tatapan iba.

"Semuanya keluar, tinggalkan aku dan putriku disini. Kau juga, Asterin" Setelah ayah berkata seperti itu, semuanya pergi keluar dari kamarku dan yang tersisa hanya aku dan ayah. Suasananya mencekam, tumben sekali ayah menunjukkan ekspresi menegangkan seperti sekarang.

"Merikh, keluarga yang tertutup dan kurang mendukung kerajaan Hotvijzer. Mereka mengambil sihir yang seharusnya bukan milik mereka. Sihir larangan" Ayah menjelaskan itu semua sembari berjalan ke arah jendela yang menampilkan sinar matahari.

"Apa maksudnya, Ayah?" Ayah menghela nafas panjang ketika aku melemparkan pertanyaan tersebut. Kemudian ia menghadap ku dan melanjutkan kalimatnya.

"Kalung yang kau pakai kemarin, sudah menyimpan kutukan untukmu, namun sihirmu cukup kuat untuk melawannya" aku tercengang lalu menutup mulutku dengan reflek. Bagaimana bisa Nona Libitina sekejam itu padaku?

"Untungnya, Leucos buru-buru melepas kalung yang kau pakai saat kau pingsan sebelum kutukan itu menyebar luas ke seluruh tubuh mu" Lanjut beliau. Beliau menghela nafas untuk kedua kalinya, tak ku sangka selama ini aku sudah terperangkap.

Aku menyesal sudah mengabaikan larangan Leucos, huft memang benar ya penyesalan selalu datang di akhir. Lain kali aku akan mematuhi apa yang ia katakan, oh iya sekarang ada dimana anak itu?

"Ayah, dimana Leucos? Aku ingin berterimakasih kepadanya."

"Dia ada di perpustakaan, jangan mendatanginya dulu. Kondisimu masih kurang stabil, biar Ayah saja yang memanggilkannya untukmu." Aku mengangguk kemudian Ayah pergi keluar kamar. Kini aku tengah berbaring di ranjang dengan berselimut tebal.

Tiba-tiba saja seekor burung gagak hitam mendatangi kamar ku dengan secarik surat di kakinya. Burung itu menjatuhkan suratnya tepat di samping tubuhku, kemudian ia pergi keluar melalui jendela. Selepas itu, aku mengambil surat tersebut dan membacanya dengan segera.

"Salam dari keluarga Merikh, saya berniat untuk mengajak Putri Melia bertemu di toko kue terkenal di kota, besok siang. Dengar-dengar, disana kue coklatnya sangat manis dan banyak peminatnya. Saya harap Putri berkenan menerima ajakan saya."

Oh, dia mengajakku untuk bertemu lagi. Bagaimana jika sekarang giliran ku yang bermain? Hmm, sepertinya aku akan sangat membutuhkan bantuan seorang Leucos ...

"Baik. Tunggulah saya, Nona Libitina"

... Untuk memberinya pelajaran. Aku akan sedikit mengikuti apa yang ayah perintahkan kepadaku saat ia masih berada di kamarku tadi.

Flashback on

"Tapi Ayah, bukankah melakukan percobaan pembunuhan kepada keluarga kerajaan adalah sebuah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan? Kalau Ayah sudah tahu siapa pelakunya, mengapa Ayah tidak mengurung Nona Libitina?"  Tanyaku dengan nada penasaran.

"Tidak, aku tidak akan melakukannya dengan terburu-buru. Melia, silahkan kau berikan sedikit balasan yang setimpal untuknya. Seorang penjahat tidak akan berhenti melakukan kejahatan sampai disitu saja, jika aku mengurungnya hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi di kerajaan ini" beliau berjalan ke arah ranjangku kemudian mengelus rambut ku perlahan.

"Berhati-hatilah. Aku yakin, rencananya kali ini akan lebih membahayakan" itu yang aku dengar dari mulut Ayahku.

Flashback off.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Am Emygdia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang