Tw: bab ini menceritakan percobaan bunuh diri secara tersirat
"Baik paman, aku akan menjaganya!" kata Jeongyeon menenangkan suara cemas pria yang ada di seberang sambungan telepon. "Nayeon mungkin sedang belajar untuk ujian itulah sebabnya Ia tidak mengangkat telepon dari Paman."
Menjadi seorang single parent dengan pekerjaan yang sibuk di sebuat perusahaan konstruksi sangatlah sulit dan ayah Nayeon selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk putrinya tercinta. Hal ini membuat ayah Nayeon begitu mempercayai Jeongyeon, baginya Jeongyeon adalah putri kedua, cakap dan mampu diandalkan untuk menjaga Nayeon.
Jeongyeon mengambil kunci duplikat apartemen Nayeon dari saku celana jeansnya untuk membuka pintu yang terkunci, "Nabong, it's me! Are you there? Aku bawa makan malam buatmu!" teriak Jeongyeon ke seluruh isi ruangan, yang hanya dijawab oleh gema suaranya yang memantul.
"Yah Nabongs! Kamu dimana?" kepanikan mulai terasa di nada suara Jeongyeon ketika tidak ada jawaban yang Ia peroleh setelah mencari di kamar Nayeon dan juga kamar ayahnya. Ia juga gagal menemukan Nayeon di dapur maupun ruang keluarga apartemen tersebut.
"Nabong berhenti main petak umpet! Ayahmu sangat kuatir!" Jeongyeon berusaha memanggil sahabatnya sekali lagi ketika sampai di depan pintu kamar mandi.
Jeongyeon berhenti sejenak ketika melihat seberkas cahaya keluar dari sela-sela pintu kamar mandi yang setengah tertutup itu. Ia kemudian bergegas membuka pintu kamar mandi tersebut dan menemukan Nayeon yang setengah sadar terbaring di lantai kamar mandi. Suara pekikan keluar dari mulut Jeongyeon ketika melihat darah tergenang di sekitar pergelangan tangan kiri Nayeon.
Jeongyeon bergegas mendekati tubuh Nayeon, menjatuhkan kedua lututnya ke lantai. Jeongyeon membeku, melihat sebuah gunting masih dicengkram erat oleh tangan Nayeon yang satu. Di sisi kiri tubuhnya, sebuah botol kosong berisi obat tanpa label nama tergeletak di sana.
Sambil terisak, Jeongyeon dengan lembut mengambil gunting dan botol tersebut. Lalu mengangkat tubuh Nayeon dan meletakkannya di bath tub. Jeongyeon membuka keran air yang ada di bath tub tersebut, membilas luka yang ada di pergelangan tangan Nayeon sambil berulang kali memanggil nama gadis itu. Dengan cekatan Jeongyeon membalut luka di pergelangan tangan kiri Nayeon.
Air yang mengalir membantu menyadarkan Nayeon lebih lagi, pandangan matanya tidak sekabur sebelumnya, Jeongyeon bergegas menghubungi 911 "Nayeon..." mata Nayeon menatap Jeongyeon dengan sayu, "Bertahanlah sebentar lagi..."
"Jeongie... you know I love you right?" bisik Nayeon dengan suara yang sangat pelan, nyaris tidak terdengar oleh Jeongyeon.
"Yes Nabongs I do, please hold on!" jawab Jeongyeon dengan membelai pipi Nayeon dan menghapus air mata yang menetes di sana.
"Jangan nangis bodoh," bisik Nayeon ketika melihat air mata juga mengalir di pipi Jeongyeon.
"Why Nayeon, why?"
"Mari kita buat sebuah janji," kata Nayeon dengan lembut, "Promise me you'll always stay by my side forever,"
"I will Nayeon-ah, I will stay by your side and protect you forever."
"Good.. I will stay by your side too Jeongie.." sahut Nayeon pelan, perlahan-lahan wajahnya semakin pucat.
"Nayeon bertahanlah! Bantuan segera datang!" Jeongyeon berteriak dan menangis dengan histeris ketika melihat kesadaran Nayeon perlahan tapi pasti menghilang.
Tidak pernah terpikir bahwa suatu hari Ia akan melanggar janjinya sendiri kepada Nayeon. Akan tetapi bumi berputar lebih cepat daripada perkiraan Jeongyeon. Ia sendiri lupa sejak kapan semuanya menjadi salah. Dimulai dari sebuah kekecewaan kecil yang akhirnya merembet ke sesuatu yang lebih besar. Sangat besar untuk menghancurkan hubungannya dengan Nayeon. Sangat besar untuk menyudahi persahabatan mereka bersembilan. Jeongyeon tidak menyalahkan Chaeyoung dan Tzuyu karena membenci dirinya. Kejadian malam itu memang salahnya.
Ia dan Nayeon sudah terpisah begitu jauh.
Sekarang mereka tak lagi dapat memilih warna yang akan menghiasi hidup mereka.
"Hurting you wasn't my intention Nayeon. I'm sorry for that night," bisik Jeongyeon pada diri sendiri, matanya menerawang jauh ke jalanan kota Seoul, tempat dimana beberapa orang bergandengan tangan, melepas candaan, dan berpelukan untuk mengusir dingin yang menyerang di tengah salju yang mulai turun hari itu.
Dari kejauhan seorang wanita berambut hitam panjang melambaikan tangannya ke arah Jeongyeon. Datang mendekat dari kejauhan di tempat mereka berdua sepakat untuk bertemu, senyum lebar wanita itu mengembang ketika melihat Jeongyeon.
Bukan. Wanita itu bukan Nayeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crystal Rose (Michaeng, Satzu, Dahmo, 2yeon)
RomanceKisah kandasnya persahabatan dan percintaan sembilan gadis saat SMA. Apa yang terjadi ketika takdir mempertemukan mereka kembali lima tahun berselang pada sebuah musim dingin? Leave a comment or leave your suggestion for the story. I would love to h...