[Narel]
Sebagai salah satu dari tiga anggota termuda di forum, gue merasa bangga. Rasanya seperti paling dijaga dan spesial. Berbeda saat SMP dulu, gue jadi siswi perempuan tertua di kelas. Harus lebih jaim supaya enggak malu sama yang lebih muda.
Saat ini ketua forum sedang mengadakan rapat untuk event terbaru. Acaranya tidak besar. Hanya membantu anak-anak SMP persami. Tapi hal yang membuat berbeda adalah ketua acara dipilih oleh bang Raja, ketua forum voluntree yang loyal banget.
Kandidatnya ada tiga. Iya, yang termuda. Gue, Jaka dan Hanif. Kita berdiri di depan kakak-kakak yang sambil cekikikan karena berhasil bikin kita bertiga super panik. Tapi gue yakin, bukan gue yang dipilih bang Raja. Iya, kan? Please jawab iya.
Gue bakal mendeskripsikan dua cowok yang ada di samping gue supaya kalian paham kenapa gue yakin bukan gue yang terpilih.
Hanif, dia teman satu sekolah. Kita awalnya enggak kenal sebelum ikut forum ini. Bertemu pertama kali waktu wawancara lisan. Tapi setelah itupun hubungan kita enggak seakrab Neil Perry dan Charlie Dalton. Bentar, tau enggak mereka siapa?
Okay, back to topic. Pertama Hanif. Dia lebih suka bergaya anti sosial dan pekerja mandiri. Dia pasti bisa mengatur sekelompok manusia untuk tertib dan mengikuti arahannya. Karena apa? Karena dia bisa mengatur diri sendiri. Sekali iya, tetap iya. Sekali tidak, tetap tidak. Cara Hanif kerja pun cepat. Dalam satu pertemuan, dia bisa menyelesaikan tugasnya tepat waktu dibanding anggota lain. Di forum ini, Hanif berada di bagian IPTEK. Jari-jarinya sudah sangat fasih dengan keyboard dan seisi komputer. Jadi gue bisa simpulkan kalau Hanif cocok. Eits, tapi ini semua dari sudut pandang gue, ya. Aslinya gimana, kenalan aja mending, deh.
Selanjutnya Jaka atau Zaka atau Saka atau Sokka. Enggak kok, bercanda. Nama aslinya Zaka, tapi siapa sih yang memanggil nama teman pakai huruf 'Z' kalau 'J' lebih mudah?
Jaka enggak jauh berbeda dari Hanif. Dia pintar dalam IPTEK dan matematika. Jujur, ya, gue sebagai cewek yang lebih tua dua bulan dari dia... INSECURE BANGET! Di tingkat provinsi aja bisa dapet perunggu untuk lomba matematika. Pantes, sih, anak orang kaya. Sekolah di swasta paling megah sekota. Anaknya rajin, baik, enggak pelit, rajin ibadah, berkah hidup lo, JAKKK!
Sedangkan prestasi gue? Kelebihan gue? Ada, lah! Gue emang enggak jago matematika, skil berkomputer gue juga masih basic, enggak rajin, pengumpul gelas di dalam kamar alias kalau habis minum males balikin lagi ke dapur, tapi gue tetap berprestasi.
Menang lomba pidato sekecamatan salah satunya. Jangan ngejek, pernah enggak, lo? Gue dapet juara tiga dari tiga peserta. Ya maklum, belum hafal jadi baca teks. Tapi keren, kan? Iyalah! Prestasi gue emang enggak banyak dan enggak setinggi yang lain, tapi gue bisa memberi kebahagiaan. Selalu memancarkan energi positif atau bisa disebut juga The Rise and Shine Gurl. Ngarep! Tapi untuk seorang pemimpin, gue enggak cocok. Gue cocoknya jadi badut aja.
"Gue, Siska, Jafar dan dibantu hasil voting dari temen-temen yang lain udah mendapat jawaban. Kaget, kan? "wih kapan votenya? kok gue enggak tau?" iyalah enggak tau, lo bertiga enggak masuk circle kita!" Itu bang Raja. Dia lagi bahagia banget bisa ngerjain kita bertiga. "Mau dari bendahara atau ketua dulu nih, guys?" tanya dia sama yang lagi nyengir bareng-bareng di sana.
"Bendahara!" sorak semuanya kompak.
"Kurang ajar nih, senior!" umpat Jaka.
"Okay." bang Raja memberi aba-aba agar semuanya diam. "Yang mendapat posisi bendahara adalah... JAKA!" bang Raja dan yang lain tertawa terbahak melihat ekspresi Jaka yang langsung sujud syukur tapi menyesal juga karena harus mengatur pengeluaran. Hanif yang tadinya stay dengan wajah datar berubah menjadi tersenyum dan merah sambil memberi umpatan dan gue cuma bisa memperlihatkan jari tengah ke mereka semua.
"FIX NAREL!"
"Suara untuk Hanif mana?!" gue meminta mereka mereka untuk bersorak dan disambut dengan keras.
"Suara buat Narel juga enggak kalah nyaring, ya, kan?" bang Jafar ikutan meminta teman-temannya bersorak. Ya, orang yang sama yang meneriaki Hanif.
"Tenang dulu," sekarang kak Siska yang meminta semuanya diam. "Gue mau nanya, kalau ditanya mau jadi apa, lo jawab apa, Rel?" tanya kak Siska ke gue.
"Apa aja asal jangan yang ribet, deh, kak." gue jawab sambil nyengir dan gosok-gosok tangan yang udah basah karena keringat.
"Oke, lo jadi sekertarisnya Hanif." ucap ka Siska membuat kebingungan. Jaka yang menyadari duluan langsung memberi selamat kepada Hanif. Jadi, gue sekertaris? Terima kasih, tuhan!
"Selamat, bro. Pimpinlah kami dengan kebijaksanaan anda." kata Jaka sambil ketawa.
"AHAHAHAHA HANIF KETUA!" ada yang menyahuti dengan tawa bahaknya.
"Selamat, Nif! Ini baru awal, semangat, ketua!" yang lain ikut menyahuti.
"Gue bales lo semua!" ucap Hanif menunjuk kerumunan dengan senyuman. Jarang banget sumpah nih anak gue lihat senyum.
Semua bertepuk tangan. Menyemangati kita bertiga. Ya gue sih, semangat. Kerjanya juga bertiga apalagi cuma sekelas sekretaris. Kecil.
Pulang dari forum beberapa dari kami mampir ke resto cepat saji. Ada gue, Jaka, kak Siska, bang Jafar dan Hanif. BENTAR DEH!
Gue enggak salah lihat ini Hanif ikutan? OMOOO! Dia kesambet apa, sih? Kok gue jadi gemas :(
Gue sama Jaka kebagian pesan makanan. Kita pesan nasi kecuali Hanif. Dia cuma pesan es kopi susu. Gue dengar-dengar Hanif enggak suka nasi. Aneh banget.
"Jak, Hanif beneran enggak suka nasi?" tanya gue. Sekarang kita lagi antri untuk pesan makanan. Enggak terlalu ramai, cuma ya banyak yang antri.
"Iya, dia bilang sih, gitu."
Wah, benar-benar beda tuh anak. Bikin orang gemas aja.
Introvert, rajin, pintar, pendiam dan kayaknya dia suka baca buku, deh. Pernah sekali ke perpustakaan sekolah, dan ternyata dia di sana sendirian di saat teman sekelasnya melaksanakan kelas olahraga. Lucu kan, ya? :(((
"Mba, nasi sama ayam goreng bumbu pedas empat, lemon tea dua, soda dua, es kopi susu satu sama kentangnya empat, ya." pesan Jaka. Gue baru sadar dari lamunan mikirin Hanif. Kayaknyaa dia terlalu cool untuk enggak dijadikan teman.
"Nasi ayam bumbu pedas tiga, lemon tea dua, soda satu, es kopi susu satu dan kentangnya empat, ya, mas. Silahkan."
Pesanan udah siap, gue sama Jaka balik ke meja sambil bawa nampan berisi pesanan kita dan benar gue bilang. Hanif suka baca buku. Buktinya sekarang kak Siska cuma ngobrol berdua aja sama bang Jafar padahal mereka lagi bertiga. Mana buku yang dia baca tebal banget lagi. Gue rasa itu buku science fiction.
"Wih, thank you." bang Jafar dengan skil gercepnya ambil bagian ayam paling besar. Emang, ya, porsi cowok makan banyak banget. Abang gue aja makan nasi ayam kaya gini porsi dua orang dan herannya enggak buncit.
"Lo enggak makan, Nif?" tanya gue. Mengakrabkan diri, kawan! Siapa tau kalau gue deket banyak orang pinter kayak Jaka, Hanif, gue jadi kebawa.
"Enggak, tadi udah makan." jawabnya sambil tutup buku terus minum kopinya.
"By the way, itu buku apa?" aduh ini bibir gue kenapa enggak bisa ditahan si?
"Dune. Science fiction."
Kan benar, intuisi gue enggak pernah salah. "Yang bulan depan mau tayang, ya? Kok lo masih baca bukunya aja?" Astaga! Kenapa jadi nanya terus, sih! Benci banget.
"Emang kenapa?" alis dia mengkerut kayak ngerasa aneh sama pertanyaan gue. Aduh, tremor. "Gue mau bandingin antara film sama buku, lebih bagus yang mana."
Gue akhirnya cuma menganggukkan kepala. Hanif mungkin enggak tertarik ngobrol sama gue. But it's okay. Masih punya banyak kesempatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Stars
Teen FictionHanif sudah nyaman dengan keadaannya sekarang. Teman temannya mengerti dirinya dan mereka menghormati itu. Dia cowok normal seperti laki-laki di pada umumnya, hanya saja lebih suka ketenangan. Tapi dikehidupan ini tidak ada paket premium, karena itu...