Malam ini Narel kembali sendiri di rumah. Ibunya masih belum bisa meninggalkan neneknya yang hanya bisa berbaring di atas kasur, abangnya memang mengekos di dekat kampus dan ayahnya bekerja di luar negeri. Terkadang memang dia merasa kesepian, beruntung rumahnya tidak terlalu besar.
Narel tidak punya kebiasaan belajar di malam hari untuk mempersiapkan pelajaran besok. Dia belajar hanya saat ingin dan keinginan belajarnya sedikit. Saat memiliki waktu luang seperti ini saja, dia malah merapihkan playlist Spotify sambil duduk di atas permadani abu-abu yang tidak akan dinilai untuk masa depan. Alunan musik dari penyanyi muda berjudul Membasuh pun menemaninya.
Lalu pesan dari Farel masuk. Abangnya itu selalu mengecek apakah ponsel Narel online atau tidak dari sana di tengah malam seperti ini.
"Tidur rel udh set2"
Begitu pesan dari Farel. Setelah membaca pesan dari abangnya, dia baru sadar kalau ini sudah berganti hari. Diselesaikan urusan dengan Spotify, lalu dia mengatur alarm yang akan mengantri membangunkannya nanti pagi.
***
Sampai di kelas, teman-temannya sudah menunggu untuk membeli sarapan atau sekedar makanan ringan agar perut mereka bisa menahan lapar sampai istirahat pertama. Narel, Dewa, Paula, Shella dan Binta berjalan menuju kantin yang berada di bagian pojok. Banyak juga siswa lain yang memilih sarapan di sana. Paula dan Narel menuju kedai makanan ringan dan Dewa, Shella, Binta menuju kedai nasi kuning. Kebiasaan Narel kalau pagi adalah membeli biskuit gandum dan susu karamel. Menurutnya itu perpaduan yang pas agar harinya menjadi ikut manis.
Mereka duduk di meja luar kantin alias di taman sampinya di bawah pohon rindang. Sambil makan, mereka membicarakan untuk acara PORSENI besok. Namanya teman, pasti selalu ingin bersama. Mereka dapat tugas menjaga bazar tapi Narel dapat tugas double karena harus menggantikan Tania yang mendadak mengundurkan diri. Dia melakukan ini juga terpaksa agar kelasnya tidak kena denda.
"Lo aja yang beli Dew, sama Binta. Kan lo berdua pulang bareng. Paper box udah ada di rumah Shella. Kompor sama gas besok dibawain Reza. Tusukan juga." kata Paula pada kedua temannya.
"Sekalian aja deh tusukinnya di rumah gue, lo semua kerumah gue." ucap Binta enteng. Rumahnya memang sudah seperti basecamp. Sudah nyaman, orang tuanya baik. Tempat yang pas.
"Iya, deh. Gitu aja. Gue jadi ada alasan enggak bimbel." Shella menyetujui.
"Lo bareng gue aja, Shell." ucap Paula. "Bisa enggak lo, Lam?" tanya Paula pada Narel. Mereka kadang memanggil Narel dengan sebutan Alam.
"Hah? Ke rumah Binta? Gue lihat nanti, deh. Kan gue orang sibuk." Narel menyengir setelah memperhatikan hal lain.
"Si paling sibuk mah beda." ucap Dewa.
Saat ini ada yang lebih penting dari membahas bazaar. Karena di meja seberang sana ada Hanif dan teman-temannya. Sejak kemarin dirinya jadi ingin selalu memperhatikan Hanif. Wajahnya yang menenangkan dengan mata yang lebih sipit dari teman-temannya. Kaca mata yang saat ini dia pakai menambah daya tarik karena rasanya ini kali pertama melihat Hanif mengenakan kaca mata.
Tidak sengaja, Hanif melihat Narel yang sedang memperhatikannya. Dengan gugup Narel melemparkan senyuman dan dagu terangkat seakan sedang menyapa. Tapi memang Hanif hanya tidak sengaja melihat Narel, jadi cowok itu memalingkan wajah pada ponselnya.
Bel masuk berbunyi, seluruh siswa siswi menuju kelas masing masing dan memulai pelajaran.
***
Melihat Narel di taman sekolah tadi, Hanif jadi ingat ingin membuat grup khusus mereka bertiga untuk acara nanti. Dia memasukkan Jaka dan Narel. Setelah kemarin pemilihan, Hanif langsung menyimpan nomor Narel. Selesai membuat grup, dia meminta mereka berkumpul sepulang sekolah di kedai dekat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Stars
Novela JuvenilHanif sudah nyaman dengan keadaannya sekarang. Teman temannya mengerti dirinya dan mereka menghormati itu. Dia cowok normal seperti laki-laki di pada umumnya, hanya saja lebih suka ketenangan. Tapi dikehidupan ini tidak ada paket premium, karena itu...