Chasing Star - 4

12 2 0
                                    

Di depan laptop, Hanif sedang fokus memindahkan foto hasil potretannya beberapa hari lalu saat kegiatan PORSENI. Dia mendapat bagian memotret warga sekolah yang sedang tidak lomba atau seperti penonton, penjaga bazar, yang sedang makan atau sekedar mengobrol di pinggir lapangan.

Gambar yang didapat cukup banyak dan beragam. Beberapa ada yang diambil dengan meminta objek untuk bergaya. Ada juga foto candid yang sangat menarik menurut Hanif. Ketika seorang siswi sedang bermain dengan kucing di taman kecil bawah pohon rindang. Setelah berkali-kali diperhatikan, Hanif tahu kalau itu Narel dengan rambut kepangnya. Wajahnya tidak terlalu kentara karena tertutup rambut yang sudah terlepas dari ikatan, tapi pipi dan senyumannya terlihat begitu sama dengan wajah Narel di ingatannya.

Karena merasa tidak akrab, Hanif hanya menyimpan foto itu di memorinya. Padahal dia ingin sekali memamerkan foto sebagus itu. Dia juga tidak memberikan kepada OSIS, karena tidak ingin foto yang dia suka hanya dipajang di instagram OSIS.

Pintu kamarnya seketika terbuka membuatnya terkejut dan langsung menoleh pada anak kecil perempuan. Salma datang dengan wajah kebingungan. "Abang, aku tidur di sini, ya. Kakak belum pulang. Mamah sama Ayah berisik." tangan Salma masih memegang gagang pintu karena tahu kalau naik ke kasur begitu saja Hanif akan marah.

"Berisik kenapa?" 

"Tadi ayah marahin mamah, terus mamah marah juga." Hanif menghela napas mendengarnya. Dia pun membiarkan Salma masuk setelah menutup pintu. Bukannya naik ke kasur, Salma malah mengambil kucing yang sedang menghadap ke jendela di atas meja belajar,

"Pelan-pelan," gumam Hanif takut kucingnya kena jahil oleh adiknya yang banyak tingkah.

Tangannya mengambil ponsel dan membuka ruang chat dengan Sabil, kakaknya.

pulang jam brp?

salma d kmr gua

Sebelum mematikan ponsel, Hanif membuka grup forum berisi berita kalau besok mereka harus kumpul di jam seperti biasa.

***

Hanif sampai di forum saat masih sepi. Tapi di depan bangunan itu sudah ada Jaka dan Narel sedang makan mi cup bersama kucing yang sedang makan sebuah sosis. Jaka dan Narel menoleh saat motor Hanif datang. Narel tersenyum dan Jaka menawarkan mi tapi respon Hanif hanya menggeleng dengan wajah datarnya. Tanpa sepatah kata pun dia masuk lewat pintu berwarna putih dengan list hijau sage.

Ketika sudah banyak anggota yang datang, Narel dan Jaka masuk ke dalam sambil tertawa. Raja yang mendengar itu menyahuti. "Bahagia banget, neng."

"Bahagia, lah! Kan gue bareng Jaka." Narel menaikan alisnya sekilas sambil tersenyum pada Jaka. Tangan cowok itu kemudian mendorong wajah Narel.

Raja sedang membuka rapat. Dia menyampaikan pesan untuk acara nanti khususnya pada Hanif. Kemudian menyuruh Hanif menyampaikan konsep, susunan acara dan sebagainya kepada seluruh anggota yng hadir.

Hanif berbicara dengan lancar di depan dengan bantuan sebuah kertas. Cara dia berbicara sambil menggerakan tangan, tatapannya yang berpindah-pindah seakan menjaga siapa yang tidak memperhatikannya, berdirinya juga tegap dengan wajah datar dan mata sayunya mencuri perhatian Narel. Dugaannya memang benar, Hanif cocok menjadi pimpinan.

Cowok dengan kaos hitam bertuliskan 'Surrounded by Idiots' dan celana abu-abu SMA itu selesai berbicara. Dia mengangguk saat menatap Raja kemudian duduk. Setiap pencapaian kecil harus dirayakan. Seperti sekarang ini, pertama kali Hanif berbicara di depan sebagai ketua acara diberi tepuk tangan oleh anggota forum.

"Oh iya, Nif. Dana buat pengeluaran udah sama Jaka," Raja tetap duduk di kurisnya. "Buat proposal kirim ke gue atau Shefa, ya." kali ini Raja menatap Narel. Cewek itu mengangguk mengerti.

Pertemuan kali ini tidak terlalu lama. Yang ingin pulang dipersilahkan, masih ingin di forum juga tidak masalah. Narel dan Jaka masih menetap sedangkan Hanif sedang memakai jacket semi jeans miliknya yang berwarna coklat gelap. Sebelum Hanif pergi, Jaka mencegahnya.

"Mau kemana, sih, Nif? Sini aja dulu, masa lo enggak mau ngebahas apa-apa, gitu?" tangan Jaka memegang bagian belakang jacket Hanif dengan kencang membuat cowok itu diam di tempat.

"Di chat aja, gue bikin grup buat diskusi kan." Hanif menanggapi dengan alis mengkerut. Tapi Jaka tidak membiarkan Hanif pulang begitu saja. Dia menarik paksa tubuh yang tidak memiliki semangat itu agar duduk di sofa, sampingnya.

"Sekalian revisi proposal Narel aja, kak Shefa juga ada di sini." Jaka menyengir melihat Hanif menghela napas. Pada akhirnya Hanif setuju juga. "Narelnya mana, ya." Jaka melihat ke sekeliling ruangan dan melihat Narel sedang menyemprot kaktus kecil yang tersusun di meja halaman belakang. Jaka mendatangi Narel dan memanggil untuk bergabung dengannya dan Hanif.

Hanif mengeluarkan laptop yang selalu dia bawa dan memasukkan flashdisk dari Narel. Saat membuka isi file dari flashdisk itu, Hanif melihat beberapa foto kucing dan ada yang bersama Narel juga dengan rambut dikepang, seperti di foto yang dia punya. Dia melirik Narel dengan mata sayunya dan memperhatikan rambut cewek itu yang sekarang dikuncir ekor kuda. Wajahnya terlihat selalu bahagia menurut Hanif karena setiap berbicara dia tersenyum.

Terkejut karena Narel sadar ada yang sedang memperhatikannya, Hanif kembali fokus dengan hal yang akan dia kerjakan. Tapi Narel pindah duduk di sampingnya dan bertanya "kenapa? enggak ketemu, ya?"

"Ketemu. Gue periksa dulu." jawab Hanif tanpa melihat lawan bicara. "Nanti gue panggil kalau ada yang harus benerin." lanjutnya.

"Gue di sini aja, biar enggak jauh kalau lo panggil." Hanif bisa melihat dari lirikan matanya kalau Narel tersenyum sambil mengatakan itu.

Selagi Hanif membaca, Narel bermain game online bersama Jaka yang berada persis di depannya. Mereka hanya terhalangan meja putih panjang. Terlalu seru, Narel sampai lupa kalau di sini banyak orang dan dia malah berisik.

"Depan, tuh, Rel!" kata Jaka dengan tegang.

"Masuk, Jak! Masuk! Dia ke sini!" ucap Narel dengan suara lebih kencang dari saat berbicara. Merasa terganggu dengan kedua orang di dekatnya berisik, Hanif memukul meja dan membuat dua orang itu menatapnya.

"Bisa tenang dulu enggak? Gue keganggu." protes Hanif sambil menunjuk laptop. Narel mengangguk dan mematikan ponselnya begitupun Jaka.

"Sini gue benerin, lo kasih tau aja yang mana." Narel mengambil laptop dari hadapan Hanif dan meletakan di depannya. Hanif menghela napas melihatnya. Kalau lama-lama berada di dekat orang seperti Narel bisa membuatnya setres.

Hanif memberi tahu mana saja yang harus diperbaiki. Kerja berdua sampingan seperti ini membuat Narel senang, tapi tidak dengan Hanif. Narel terus menahan senyum, sedangkan Hanif memalingkan wajah ke arah berlawanan tempat Narel.

Jaka terkekeh melihat kedua temannya yang sangat berbeda kepriadian bersatu. Dia pikir, mungkin lain waktu Hanif tidak mau lagi dipaksa menetap untuk pulang lebih lambat. Karena tidak ingin melihat pemandangan lucu itu sendirian, Jaka memotret Narel dan Hanif dengan ponselnya.

***

sorry for late update, btw foto Narel yang ada di flashdisk ada di mulmed

seperti biasa, vote, comment, share!

see yaa!

Chasing StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang