ꜱᴀᴛᴜ

171 13 0
                                    

Jangan lupa untuk mengkritik!
Happy reading
۝

Jangan lupa untuk mengkritik!Happy reading۝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tolong, tolong kami,"

"Tolong keluarkan kami dari sini,"

Dia melepas topengnya dan hanya bisa tersenyum smirk di sudut ruangan yang gelap, sambil terduduk dengan earphone yang menyumbat telinganya.

Volume dinyalakan cukup keras, untuk membuat suara teriakan histeris ke lima wanita itu tersamarkan.

Dan sialnya suara teriakan itu masih terdengar.

Di satu sisi, ia sangat senang mendengar suara teriakan histeris dari para wanita itu, tapi disisi lain ia sangat membenci suara berisik itu.

"DIAM!" bentaknya, sudah tidak tahan mendengar suara teriakan mereka.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah membebaskan kalian!" tegasnya diakhiri senyum smirk.

"Tapi kami salah apa?" tanya salah satu wanita di sela isakannya.

Pria itu hanya terdiam tidak menjawab, ia mendekati salah satu sel yang di tempati oleh wanita yang bertanya tadi.

Sudah hampir satu minggu mereka di sekap, dan baru kali ini mereka melihat wajah pria itu dengan jelas. Wajah yang pucat, tidak ada garis lengkungan yang terukir sedikit pun di sudut bibirnya, membuat kesan seram diwajahnya bertambah.

"Kamu tidak usah banyak bicara, aku tidak suka!"

"G-gue gak salah liat 'kan?" batin wanita itu.

Mereka menangis ketakutan, pria itu menaiki anak tangga. Ia membawa satu gaun pengantin dari kamarnya, gaun berwarna putih yang cukup elegan.

Pria itu memasuki sel wanita tadi, "Pakai ini, Alena," Ia menyodorkan gaun tersebut.

Ya, wanita itu bernama Alena.

"Zir-co," gadis itu tidak menyangka bahwa pria yang telah menyekapnya adalah kakak laki-laki dari teman masa SMP-nya, Ia masih ingat betul nama pria itu adalah Zirco.

"Tidak, saya tidak mau!" bantahnya.

"Jangan membantah!"

Tidak ada pilihan lain, Alena terpaksa memakai gaun yang di berikan pria itu. Karena keadaan diruangan gelap, jadi ia tidak malu berganti pakaian di dalam sel dan di hadapan Zirco.

"Gadis pintar," serunya sambil mengelus lembut puncak kepala Alena.

"S-saya salah apa Zirco?" tanya Alena dengan rasa takut.

Zirco tersenyum menyeringai sambil menatap Alena yang bergetar ketakutan.

"Setelah mempermalukan adik perempuan ku di depan umum dan membuatnya menggantungkan diri sendiri, hidupmu sepertinya bahagia sekali tanpa rasa bersalah," ujarnya santai.

Tubuh Alena semakin bergemetar takut, napasnya sudah tidak teratur. Ia terus melangkah mundur di ikuti Zirco yang melangkah maju hingga berbenturan dengan sudut ruangan.

"Bolehkah, aku membuat hidup mu menderita, seperti apa yang adikku rasakan?" bisik Zirco tepat di dekat telinga kanan Alena.

Alena dengan cepat menggelengkan kepalanya, rasa takut itu semakin menjadi.

Zirco tersenyum getir. Ia keluar dari sel yang ditempati Alena dan menguncinya.

"Pak Surya," teriak Zirco. Seorang bapak yang tidak terlalu tua menghampirinya. "Beri mereka makan," lanjutnya.

Sudah menyebarnya berita ke lima wanita di culik, akhir-akhir ini selalu banyak sekali polisi yang  berpatroli terlebih lagi pada malam hari.

Karena malam hari waktunya pria itu beraksi.

Topeng yang hampir menyerupai bentuk kepala manusia dihiasi dengan wajah yang menyerupai pria tua membuat kesan seram tersendiri, tongkat kayu, obat bius, akan pria itu bawa untuk melancarkan aksinya malam ini.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, Zirco bersiap-siap. Hujan deras malam ini seperti mendukung pria itu untuk menjalankan aksinya.

Zirco memakai topeng dan menutupnya dengan kupluk jaket hitam yang ia kenakan.

Pria itu mengambil ancang-ancang dan ...

Bugh!

***

Hai Ges.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya xixi.

𝐓𝐞𝐫𝐬𝐚𝐧𝐝𝐞𝐫𝐚 [𝐄𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang