Setelah lama mendengarkan materi yang dijelaskan oleh guru tersebut, dan beberapa kali pergantian jam pelajaran, akhirnya istirahat tiba.
Perut Zella juga terasa kosong meminta untuk segera di isi oleh makanan, tapi sepertinya Zella merasa malas setelah melihat luar yang sangat ramai.
Leona dan Hanna datang, "Zel, ayo kantin."
Zella mengangguk dan berdiri, mereka berjalan bersama menuju kantin yang kebetulan tidak jauh dari kelas mereka.
Sampai kantin, Zella dan Hanna mencari meja yang kosong untuk mereka pakai sedangkan Leona pergi ke stand untuk memesan makanan.
Setelah mendapat meja dan memesan makanan, mereka duduk sembari berbincang-bincang dan sedikit bertanya kepada Zella.
"Zel, lo masih inget Raja?" Tanya Hanna.
Zella tampak berpikir sebentar dengan pertanyaan Hanna, "Yang mana?" Jawab Zella tidak mengingat Raja.
Naraja Rendra Adiguna, pria yang selama ini Zella idamkan. Entah apa yang membuat Zella tertarik dengan manusia seperti Raja ini. Raja juga merupakan sahabat dekat Gio.
"Yang itu masa ga tau?" Tanya Hanna kembali.
Leona memutar bola matanya malas, "Ga usah bego deh! Udah tau Zella ga inget siapa-siapa pake nanya lagi."
Hanna tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya, "Ya maap, kan gua lupa."
Kantin yang tadinya ramai karena tawaan, mendadak semakin ricuh karena kedatangan Raja dan teman-temannya.
Tampaknya mereka bingung karena kursi dan meja kantin sudah seluruhnya terisi. Mereka berjalan ke arah Zella yang memang masih terdapat 4 kursi kosong di sana.
"Dek, kita gabung ya," ucap Gio meminta izin setelah memesan makanan.
Zella hanya diam dan memakan yang dia pesan. Beberapa saat hening, salah satu pria membuka suara, "Tumben Zella diem aja? Kenapa Zel? Sariawan?" Tanya pria itu. Panggil saja dia Arvan, Arvan Arshaka Sadikta.
"Mulut lo kalau ngomong kaga bener semua," ucap pria lain. Lean, Leandro Revin Pradipa.
Zella hanya diam dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya tidak penting itu hingga Hanna lah yang menjawab.
Tidak heran, Hanna dan Arvan memang sering beradu mulut ketika Zella masih sering mengejar Raja.
"Zella itu kull ga kaya lo yang cacing kepanasan," sarkas Hanna.
Arvan menatap Hanna sengit, "Heh onta, yang bener aja," jawab Arvan.
"Diam," sanggah Raja singkat.
Mereka kembali menikmati makannya hingga bel masuk berbunyi dan mereka kembali ke kelas masing-masing.
Begitu juga dengan Zella, Hanna dan Leona. Mereka kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia.
Beberapa jam berlalu, bel berbunyi menunjukkan jam pulang sekolah telah tiba, satu persatu mulai keluar dari kelas untuk pulang ke rumah atau bermain.
Zella keluar dengan tas yang ia gunakan. Ternyata, Gio sudah menunggu di depan kelasnya untuk mengajak pulang bersama.
"Ayo pulang," ajak Gio dan Zella hanya mengangguk.
Ditengah jalan menuju ke parkiran, Zella teringat akan suatu tempat favoritnya untuk menghabiskan uang. Tempat itu adalah stand street food. Zella berpikir untuk mengajak Gio pergi kesana.
"Gio, ayo ke street food," ajak Zella.
"Mau sekarang apa pulang dulu?" Tanya Gio yang sepertinya setuju dengan ajakan Zella, pastinya setuju, apa yang tidak untuk Zella?
Zella berpikir sebentar, "Sekarang aja deh," jawabnya.
Sepertinya Gio akan menjadi sopir favorit Zella dan akan selalu mengajaknya jalan-jalan. Karena Gio memang sangat pengertian dan idaman.
Gio mengangguk dan langsung menuju street food yang tak jauh dari sekolahnya. Sesampainya di sana, Zella berjalan menyusuri stand yang berjejer disepanjang jalan.
Bukan memilih makanan, pandangan Zella teralih pada penjual manik-manik. Perlahan Zella mendekati penjual tersebut, tatapannya terfokus pada sebuah gelang.
Zella membeli gelang tersebut dan mendekat ke Gio yang sedang mengantre minuman. "Gio, bagus ngga?" Tanya Zella.
Gio mengamati kalung tersebut dan tersenyum, "bagus banget pasti cocok."
Zella meminta tolong Gio untuk memasangkan gelang tersebut. Setelah beberapa saat mereka menyusuri stand dan mendapat banyak makanan, mereka berdua memutuskan untuk pulang.
Kedua kalinya Zella bersama Gio untuk memenuhi kemauan Zella. Bagi Gio, kebahagiaannya itu yang pertama karena tidak setiap hari dapat merasakannya.
Beberapa menit mereka di jalan, mereka sampai di rumah dan langsung memasuki kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Begitu pula dengan Zella, dia bergegas untuk mandi dan setelahnya beranjak menuju balkon.
Hari sudah malam, tetapi Zella masih nyaman berada di balkon dengan iringan lagu yang mengalun dari handphone-nya. Salah satu musisi favorit Zella yaitu Nadin Amizah.
Lagu yang menurut Zella selalu sama dengan kehidupannya sebagai Cia. Dan ia, berulang kali memutar lagu yang berjudul Kekal. Walaupun begitu, tidak pernah ada rasa bosan untuk mendengarnya.
Yang memeluk raga kecilku
Yang menyayangi kecilkuLirik mengalun dengan jelas ditelinga Zella, akan kah Zella mendapatkan itu semua? Sudah lah, jangan terlalu berharap.
Beberapa saat, Zella mulai merasa bosan. Dia beranjak dari balkon menuju ke kasurnya dan menidurkan badannya.
Zella terlihat berpikir, ah, lebih tepatnya Cia yang memikirkan bagaimana perilaku Zella dulu. Menurutnya, kenapa harus sampai mengemis hanya untuk seorang laki-laki yang tidak penting?
Ah, jangan lupa, cinta itu buta. Tapi ini terlalu buta! Gila saja! Lelaki seperti itu, masih banyak yang lebih dari seorang Naraja.
Tapi jangan salah, tidak sepenuhnya Zella menyukainya, lebih banyak rasa sepi yang membuatnya melakukan hal bodoh itu. Sungguh, itu sangat bodoh.
Sepertinya Cia yang akan menjadi Zella untuk selamanya akan memperbaiki citra Zella terlebih dulu. Dia tidak akan memikirkan apapun selain itu.
Mungkin, dengan menghindari seorang Naraja Rendra Adiguna? Ya! Itu adalah pilihan yang tepat. Semoga saja tidak salah memilih.
Jika salah pun, itu bukan suatu masalah baginya, masih ada banyak cara yang bisa ia coba untuk memperbaiki.
Memikirkan itu membuatnya merasa lelah, tidak sadar membuat ia tertidur.
***
-Iana
KAMU SEDANG MEMBACA
GRACIA NOT GRAZELLA [REVISI]
Fiksi RemajaTentang Cia yang bertransmigrasi ke tubuh Zella. Tentang Cia, Gracia Gevryana Sanjaya dan Zella, Grazella Feronica Alexander. Dua orang yang tidak saling mengenal, tetapi terjebak dengan yang namanya 'transmigrasi'. Ah tidak, bukan mereka berdua yan...