Rindu

8.1K 757 9
                                    

Malam semakin larut, namun tak menghentikan lamunan Aisyah. Sedari habis makan malam, dirinya menghabiskan waktu di balkon kamarnya, sebenarnya bukan hanya balkon kamarnya sih, tepatnya balkon dilantai dua. Dan pastinya kamar miliknya dan Gio berada satu balkon yang sama.

Ummi apa kabar?, bahagia kan yah disana?. Alhamdulillah Aisyah udah bertemu sama ayah. Ayah baik lo umm, bunda juga, ahh dan semua anak-anak ayah juga baik sama Aisyah.

Ummi bahagia yah disana. Ummi pasti udah gak ngerasain sakit seperti di dunia. Aisyah disini pasti akan selalu mendoakan yang terbaik untuk ummi.

Nanti kalau Aisyah ada libur, Aisyah bakal berkunjung ke makam ummi.

Aisyah menghembuskan napas kasar. Kepalanya mendongak, menatap langit yang bertabur bintang walau tak terlalu jelas kelihatan.

Ummii, Aisyah kangen.

Aisyah tergugu didalam kesendiriannya. Ia menunduk lalu memeluk lutut sambil menahan tangis agar tidak terdengar yang lain.

Dan semua yang Aisyah lakukan sejak tadi tak lepas dari pandangan seseorang. Ia menghela napas, mengambil jaket yang tergantung dibelakang pintu, lalu berjalan menghampiri Aisyah.

Aisyah mendongak kala merasakan hangat dibadannya. "Abang?" Aisyah kaget tentunya. Buru-buru ia menghapus air matanya lalu menampilkan senyum, walau senyumnya kelihatan tak semanis biasanya.

"Bodoh" hanya itu yang keluar dari mulut Gio. Ia duduk di sebelah Aisyah, tak mempedulikan tatapan heran dari sang adik.

"Kalau ada masalah itu cerita, jangan dipendam sendirian". Kini Aisyah paham kenapa sang abang tadi mengatainya bodoh.

"Aisyah gapapa kok,  hehehe" Gio mendengus tak suka mendengar kilah sang adik.

Gapapa gimana?, jelas-jelas dia menangis cukup lama sedari tadi.

"Ada apa?" tanya nya kembali, namun Aisyah tetap mencoba tersenyum.

"Jangan senyum seperti itu, abang gak suka" sedetik kemudian Gio menarik Aisyah kedalam pelukannya.

Dan benar saja, tak berapa lama, isakan Aisyah kembali terdengar, bahkan bahunya bergetar hebat di dalam pelukan sang abang.

"Kita selalu ada buat kamu Syah. Ada ayah, bunda dan kami saudara kamu, yang setiap saat selalu ada jika kamu membutuhkan. Jangan dipendam sendirian. Ngerti?"

Aisyah mengangguk lalu mengeratkan kembali pelukannya.

"Aisyah kangen ummi abanggg...." dan Gio kini harus mendangak agar tak meneteskan air mata mendengar raungan sang adik.

Sakit sekali mendengar tangis pilunya. Dia tidak tau harus berbuat apa. Bundanya masih hidup, jadi dia tidak bisa merasakan kepedihan kehilangan seorang ibu.

Gio mengelus surai hitam milik sang adik yang memang malam ini tidak tertutup. Jujur saja, Gio juga kaget kala melihat Aisyah yang melamun sendirian di balkon tanpa memakai kerudung seperti biasanya.

Memang sangat pantas Aisyah memakai kerudung, wajah adiknya itu luar biasa cantik kala menggerai rambut panjang sepunggung miliknya. Gio rasa, baru ia orang pertama dirumah ini yang pernah melihat rambut Aisyah.

Bukan apa-apa, mereka tidak pernah berani meminta untuk memperlihatkan rambutnya sekalipun itu sang bunda. Mereka memang masih sedarah dan bahkan adalah mahram, tapi seperti kata bundanya "biarkan itu menjadi privasi Aisyah, jangan dipaksa".

Dirasa Aisyah sudah mulai tenang, Gio mengurai pelukan mereka, lalu menatap lekat Aisyah.

"Jangan suka nangis sendirian, abang gak suka. Kalau kamu memang gak mau cerita sama kami, cerita aja sama bunda, anggap bunda sebagai almarhumah ummi" Aisyah tersenyum.

HELLO BROTHER'S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang