Malam ini, aku hanya bisa mengurung diri di kamar. Sendirian, dalam kegelapan. Bahkan cahaya pun enggan menemani.
Aku duduk sembari memeluk kedua lututku. Kepalaku, ku tenggelamkan di kedua tanganku.
Aku hanya bisa menangis, mendengar suara bising di luar kamar. Mendengar suara teriakan yang terdengar dari mulut ibuku.
Ya, ibu dan ayahku sedang bertengkar. Aku tidak mau ikut campur. Karena aku merasa tidak bisa untuk melerai mereka.
Jangankan aku, bahkan kakak ku pun ketika hendak melerai mereka agar tak bertengkar lagi, malah kakakku ikut-ikuttan jadi sasaran pertengkaran mereka berdua.
Maka dari itu aku tak berani keluar dari kamarku ketika mendengar mereka bertengkar. Yang ku lakukan hanya bisa menangis.
***
Suara pertengkaran kedua orang tuaku, sudah seperti lagu nina bobo bagiku yang di nyanyikan orang tua untuk anak-anaknya ketika menjelang mereka tidur.
Aku sudah terbiasa dengan pertengkaran kedua orang tuaku. Bahkan tak jarang, kakak lelakiku juga ikut-ikutan dalam pertengkaran mereka.
Pernah, ketika itu aku berusia kurang lebih 14 tahun, ketika aku baru kelas X SMA. Aku mau pergi ke sekolah. Kebetulan, sebelum aku berangkat ke sekolah, aku selalu sarapan.
Namun karena pagi itu, ibuku tidak bangun-bangun juga dari tidur lelapnya. Terpaksalah aku membuat sarapanku sendiri. Aku memasak telor ceplok.
Aku tidak tahu kalau telor ceplok itu digunakan ibuku untuk membuat kue. Ketika ibuku bangun tidur, ibu melihat aku yang sedang makan dengan lauk telor ceplok tadi, seketika itu ibu langsung membuka kulkas dan melihat telor-telor yang ada di kulkas tadi sembari menghitungnya.
Tiba-tiba ibu datang menghampiri aku dan langsung memarahiku. Ibu bilang padaku waktu itu
Ibu : "Kinan, kenapa telor itu kamu masakin buat lauk makan?"
Aku : "Aku mau berangkat sekolah bu, dan pas aku mau sarapan tapi gak ada lauk buat makan. Jadi aku pikir aku masak telor aja, soalnya masak telor kan sebentar bu dan aku udah mau telat"
Ibu : "Duuuh kamu tau kan, telor itu buat ibu bikin kue. Kuenya buat di jual untuk makan sehari-hari. Kalau telor itu kamu masak buat lauk makan, ibu bikin kuenya gimana?" Dengan nada suara yang cukup tinggi
Aku : "Maaf bu, Kinan gak tau bu. kan aku cuman minta satu bu"
Ibu : "Kamu ini cari alesan aja terus. Kamu pikir cari uang gampang apa?"
Sambil ngebentak aku, ibu juga pergi ke kamar. Dari kamar ibu, ibu melontarkan kata-kata yang gak enak di dengar. Dan gak pantes juga. Padahal hanya karena satu telor yang ku minta dari kulkas, ibu marah besar padaku.
Memangnya aku salah? Kan telornya juga banyak, dan yang ku minta hanya satu. Aku hanya bisa menangis. Dan pada saat itu, aku gak jadi makan.
Nasi dan telornya utuh. Hanya beberapa suap saja yang sempat ku makan. Itu pun sebelum ibu bangun dan kemudian memarahiku.
***
Beginilah suasana malam yang kulalui selama kurang lebih 12 jam. Sembari mendengar pertengkaran kedua orang tuaku, aku juga mengingat kejadian-kejadian pahit yang ku alami sebelumnya.
Aku sudah benar-benar merasa muak dengan keadaan rumah. Andai saja nenekku masih hidup, lebih baik aku tinggal bersama nenekku. Karena hanya nenekku yang bisa mengerti aku.
Jujur, aku lebih sayang sama nenekku, dibanding ibuku. Karena bagiku, nenekku adalah sosok ibu yang sebenarnya. Nenek gak pernah memarahiku.
Ketika aku kecil, aku adalah sosok anak yang sangat nakal, dan selalu bersama dengan nenek. Tapi nenek tidak memarahiku sama sekali.
Berbeda ketika aku dengan ibuku, ibuku malah menarahiku ketika aku nakal. Padahal yang namanya anak kecil kan wajar jika berbuat nakal, karena pada saat seusia itu mereka sedang semangat-semangatnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang membuat mereka merasa penasaran.
***
Sejak kecil, aku selalu di asuh oleh nenek. Karena kedua orang tuaku yang sibuk bekerja. Orang tuaku, memang tipe orang pekerja keras. Terlebih lagi ibuku. Karena ibu pernah bercerita, kalau ibu memang sudah terbiasa bekerja.
Bahkan saat usia ibu masih seusia remaja, ibuku sudah sering ikut nenekku bekerja. Dan berjualan di sekolah.
Sejujurnya, aku sangat kagum pada ibuku. Karena ibuku berbeda dari ibu-ibu yang lain. Saat ibu anak-anak lain duduk santay dan bermain bersama anaknya, ibuku malah sibuk bekerja membantu ayahku mencari nafkah. Karena memang kebetulan keluargaku bukanlah keluarga yang kaya.
Keluarga kami sederhana, bahkan terbilang orang yang agak kurang mampu. Tapi terkadang, aku juga cemburu ketika melihat anak-anak lainnya yang bermain ditemani ibunya.
Sedangkan aku hanya di temani sang nenek. Karena ibuku juga jarang bahkan terbilang tidak pernah menemaniku bermain sejak kecil, aku selalu di ejek oleh teman-temanku dengan perkataan
"Ibumu mana, kamu tidak punya ibu ya"
mereka tertawa. Dan aku hanya bisa menangis, kemudian mengadu pada nenekku.Duh, rasanya sakit sekali ketika mengingat kejadian-kejadian masa kecilku dulu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinanti (Stay Strong For Your Self)
Teen FictionKinanti Eka Pratiwi, akrab dipanggil Kinan. Yang menjalani kehidupannya sehari-hari dipenuhi dengan lika liku. Setiap hari yang di jalani Kinanti, penuh dengan luka yang selalu menggores hati. Entah sampai kapan Kinanti akan mengalami hal sesulit in...