2ㅡ "saya mau mati, saya mau ketemu Ibu saya."

480 88 10
                                    

Selamat Membaca!
•••••






Doyoung menatap ke arah buku-buku dihadapannya dengan tatapan kosong.

sekarang kakak tirinya sudah gak ada, maka selanjutnya Doyoung lah yang akan menjadi sasaran dari kemarahan Ibunya.

iya, Ibu Doyoung bukan hanya bersikap kasar pada Jihoon, tapi juga pada dirinya. tapi tentu, gak sesering Jihoon yang hampir setiap hari dipukul atau dibentak Ibunya itu.

gak ada yang tau kecuali Doyoung. ia pernah dipukul oleh Ibunya kala Jihoon sedang gak ada di rumah.

anggap Doyoung egois, ia hanya diam saat Kakaknya itu dipukuli karena ia takut ikut menjadi korban juga.

semua akan baik-baik aja selama ia gak ikut dipukuli bersama Kakaknya.

lagipula Doyoung pikir Kakaknya cukup kuat kok untuk menahan semua yang dilakukan Ibunya.

namun sekarang, Kakaknya sudah pergi dari rumah..

apa Doyoung akan dipukuli setiap hsri mulai sekarang?

Doyoung takut.

ia butuh Kakak Tirinya.





•••••





dengan perlahan Jihoon membuka matanya.

hal yang pertama yang ia lihat adalah sebuah dinding bercat abu-abu terang dengan banyak pajangan, dan seorang lelaki yang sedang duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

Jihoon mendudukkan dirinya, lalu bersandar pada headboard.

lelaki itu bangkit lalu berjalan mendekati Jihoon yang menatapnya heran.

"udah bangun?" tanyanya pada Jihoon.

Jihoon mengangguk lemah sambil memandanginya yang sedang merapihkan beberapa obat diatas laci.

kemudian Jihoon menghela nafas,

"kenapa kamu nyelamatin saya?" tanya Jihoon.

"kamu gak seneng udah diselamatin?" tanya balik lelaki itu pada Jihoon yang matanya sekarang agak berair.

"saya mau mati, saya mau ketemu Ibu saya."

"kenapa?"

"karena saya udah gak punya alasan lagi untuk bertahan hidup di dunia ini." jawab Jihoon sambil mengusap air matanya yang jatuh.

lelaki itu beralih duduk di samping Jihoon kemudian mengusap lembut surai hitam Jihoon.

"kalau begitu jadiin saya yang udah susah payah nyelamatin kamu sebagai alasan untuk kamu bertahan hidup lagi." jawab lelaki itu sambil menjulurkan tangannya ke arah Jihoon, mengajak berjabat tangan.

"nama saya Yoonbin Wiratama. kamu?"

Jihoon menatap tangan Yoonbin. awalnya ia gak mau berjabat tangan dengan lelaki asing yang baru aja ia temui itu, tapi akhirnya Jihoon membalas uluran tangan Yoonbin dan menjabatnya.

"Jihoon Adhita."

"salam kenal." Yoonbin tersenyum kecil, senyum yang hampir gak bisa dilihat oleh Jihoon.

"Yoonbin," panggil Jihoon pada lelaki itu.

"hm?"

"sekali lagi saya tanya, kenapa kamu nyelamatin saya?" Jihoon kembali menanyakan pertanyaan yang sama dengan sebelumnya, membuat Yoonbin jadi menatapnya heran.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang