01 - Siapa?

96 10 0
                                    

"Amanda!!"

"Amanda, kamu tidak sekolah?"

Amanda menghela nafas jengah mendengar bundanya yang terus berteriak memanggilnya. Belum lagi bunyi ketukan pintu yang memekakkan telinga menjadi pengisi di setiap pagi yang ia lalui.

Mengabaikan seruan dari luar kamar, Amanda lebih memilih mempercantik dirinya dengan memoleskan berbagai macam peralatan make up ke wajahnya. Dia mengabaikan jarum jam yang terus bergerak menunjukkan pukul tujuh. Seolah tidak peduli dengan terlambat datang ke sekolah, karena itu sudah tidak menjadi masalah besar di hidupnya.

Butuh lebih dari lima belas menit bagi Amanda menyelesaikan semua itu. Sekarang dia menyandang tasnya dan keluar dari kamar menghampiri bunda, ayah, serta kedua saudaranya di ruang makan.

"Pagi semua." Sapanya ketika berjalan menghampiri keluarganya tersebut. Mereka semua pun menoleh ke arah Amanda dan hanya beberapa detik saja mereka kembali melanjutkan sarapan. Kecuali bundanya yang tampak meneliti pakaian yang digunakan anaknya itu.

"Amanda, kamu kecilin lagi rok yang kamu gunakan!!" Bundanya berdiri berkacak pinggang menatap ke arah Amanda.

Amanda pun berusaha sedikit menurunkan roknya meskipun itu tidak akan bisa karena dia sudah menjadikannya lebih pendek dari sebelumnya. Dia hanya bisa tersenyum dan mengalihkan pembicaraan.

"Wah, ada nasi goreng." Amanda pun menarik kursi dan duduk menyantap sarapannya, dia tidak peduli dengan bunda yang masih berkacak pinggang memperhatikan.

Bundanya menghela nafas lelah menghadapi Amanda yang selalu membuatnya marah-marah setiap harinya. Sangat jarang ditemukan dalam sehari jika bunda tidak marah dengan segala kelakuan anaknya itu.

"Itu buat gue!!" Adiknya, Iqbal menatap tidak percaya telur dadar yang merupakan miliknya di ambil oleh Amanda.

Pertengkaran antara adik dan kakak itupun kembali berlangsung. Iqbal berdiri merebutnya dari Amanda, tidak mau kalah Amanda pun ikut berdiri berusaha mempertahankan.

"Iqbaal!! Balikin!!!"

"Ambil jika Lo bisa."

"Lo!!"

Risa, kakak dari Amanda dan Iqbal merasa jengah melihat kelakuan kedua adiknya itu. Mereka tidak ada hentinya bertengkar setiap harinya dan itu sungguh membosankan jika terus memperhatikan mereka.

"Aku berangkat." Risa memilih pergi ke tempat kerjanya, dia tidak peduli lagi apa yang akan terjadi pada kedua adiknya itu. Berat dugaannya mereka akan dimarahi oleh bunda serta mereka juga pasti di berikan hukuman. Risa bisa memastikan itu terjadi.

Sementara di ruang makan Amanda dan Iqbal masih terus melanjutkan aksinya. Mereka tidak menyadari jika bunda terus memperhatikan dengan sebuah kayu ditangannya.

"Kalian tidak bisa saling mengalah? Itu masih banyak." Ayahnya yang sedari tadi diam bersuara, dia menyodorkan sepiring telur dadar yang masih tersisa banyak.

"Mending Lo mengalah, karena Lo kan kakak."

"Tidak akan. Gue tidak akan mengalah."

Piring yang disodorkan oleh ayahnya itu terhempas ke lantai akibat mereka berdua yang saling dorong mendorong.

"Diaaaaammm." Bundanya berseru sambil memukulkan kayu yang ia pegang pada meja. Sontak mereka pun terdiam dan mengerjapkan mata seolah paham apa yang akan terjadi setelah ini. Bunda menoleh pada pecahan piring di lantai, piring itu adalah piring yang dijadikan kenangan oleh bunda karena pemberian dari orang tuanya dahulu.

Garis CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang