30 - Bunga

10 2 0
                                    

Malam sudah semakin larut, Amanda melangkah pelan menghampiri gerbang rumahnya yang berjarak lumayan jauh darinya.

Temaram lampu di jalanan menjadi penerang setiap langkah yang ia lewati. Tidak ada orang lagi yang berada di luar pada jam seperti ini, mungkin hanya ada beberapa pedagang asongan yang hendak pulang ke rumahnya.

Mata Amanda memicing mengenali seseorang yang berjalan di depannya. Amanda sangat mengenalinya, maka untuk itu Amanda berlari kecil menghampiri.

"Akhirnya gue bisa melihat adik gue." Ucap Amanda mengapit leher Iqbal dengan tangannya.

"Lepas." Iqbal menjauhkan tangan Amanda darinya.

Mereka entah kenapa bisa sama-sama pulang di malam yang hampir larut ini, bisa dipastikan saat ini bunda serta ayah sedang menunggu mereka di ruang tamu.

"Lo kemana aja sih? Gue jarang banget lihat lo, bahkan bisa di bilang gue nggak pernah sama sekali lihat Lo selama dua minggu ini." Tanya Amanda setelah mereka membuka gerbang.

"Ada urusan." Jawab Iqbal, Amanda mengangkat alisnya tidak percaya.

Daripada nanti kembali bertengkar Amanda akhirnya memilih diam, ia melirik rumah yang lampunya sudah dimatikan. Biasanya rumah ini tidak pernah lampunya di matikan ketika malam kecuali lampu kamar.

Iqbal berdiri mematung ikut melirik was-was sekeliling karena bisa saja nanti ketahuan oleh bunda.

"Bal, kayaknya kita nggak bisa masuk melalui pintu itu." Ucap Amanda menunjuk pintu yang berada jauh darinya, Amanda sudah memprediksi semuanya dan dia merasa berbahaya jika masuk lewat pintu.

Iqbal menoleh "Terus kita masuk lewat mana?"

"Kita manjat." Ucap Amanda melihat ke atas tepat dimana posisi kamarnya berada.

Iqbal menggeleng, ia merasa tidak yakin jika harus memanjat ke sana. Ia lebih memilih masuk lewat pintu karena jika ia mengikuti ucapan kakaknya itu, nanti dia akan bisa jatuh dan hanya akan menambah masalah.

"Nggak, jangan. Kenapa memangnya kalau masuk ke sana?"

"Lagian bunda jam segini udah tidur, lampu rumah juga udah dimatikan kan? Ya, berarti aman aja kita masuk." Ucap Iqbal menyimpulkan.

"Menurut gue bunda pasti belum tidur. Ini semua hanya perangkap yang ia pasang agar nanti ketika kita masuk lampu pun menyala." Pendapat Amanda.

Iqbal tidak mendengarkan, ia berjalan menuju pintu itu. Amanda hanya bisa menuruti Iqbal karena ia juga tidak bisa memanjat untuk masuk ke sana.

Mereka berdua mengintip dari jendela, mencoba melihat keadaan di dalam dan juga mengatur strategi nantinya.

"Lo duluan." Amanda mendorong Iqbal untuk berada di depannya.

Iqbal mulai membuka pintu itu perlahan, keadaan gelap menyelimuti penglihatan mereka. Tidak ada cahaya apapun dan itu membuat mereka kesusahan untuk melangkah. Iqbal akhirnya memilih merangkak dengan terus meraba sekitarnya.

Amanda memegangi baju belakang Iqbal, ia merasa lemas sebenarnya dengan cahaya yang minim ini. Tapi bagaimana lagi, jika mereka menghidupkan senter nanti bunda terbangun oleh cahaya itu.

Mereka terus merangkak mencari anak tangga agar bisa cepat masuk ke dalam kamar. Amanda mengusap keningnya yang terus terbentur pada benda di depannya, ia tidak mengetahui Iqbal yang entah kemana sekarang merangkaknya.

"Lo dimana bal? Apa gue salah merangkak?" Ucap Amanda berbisik.

"Gue disini." Iqbal menarik tangan Amanda yang kebetulan berada di sampingnya. Amanda kembali memegangi kerah belakang baju Iqbal agar ia tidak tertinggal lagi.

Garis CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang