22 - Hujan

11 2 0
                                    

"Perhatikan." Ucap rean mengetuk meja dengan pulpennya.

Amanda tersadar dari lamunannya, ia menghela nafas dan menuruti permintaan rean. Ia sungguh lelah mendengar setiap penjelasan yang diucapkan rean, dan apalagi ia juga disuruh mengulangi semua yang telah ia jelaskan.

"Pendiam apaan, dia berbicara terus dari tadi." Ucap Amanda dalam hati melirik rean. Sungguh, Amanda heran dengan bagaimana sebenarnya rean itu. Apakah sifat aslinya pendiam? Atau dia hanya pendiam agar terlihat cool?

Amanda menguap, lama kelamaan ia merasa mengantuk mendengarkan. "Tidak bisakah dia buat saja? Kenapa mesti harus dijelaskan?" Gumam Amanda.

Rean menoleh mendengar gumaman Amanda. "Tidak, Lo harus paham."

"Iya, bapak rean." Balas Amanda menunjukkan senyum palsu.

Rean kembali melanjutkan penjelasannya, dan Amanda dengan malas mendengarkan saja. Amanda tidak akan pernah paham dengan yang dibicarakan rean, seberapa keras pun rean menjelaskannya Amanda tidak akan mengingat apapun. Saat ini di pikirannya hanya ingin ke kantin.

Bel berbunyi menandakan pergantian pelajaran. Amanda awalnya bersemangat mendengar bel berbunyi, tapi dia baru ingat ternyata itu bukan tanda jam istirahat.

"Gue harus ke kelas." Ucap rean menutup buku tugas Amanda. Ia berdiri menyerahkan tugas Amanda yang beberapa sudah ia selesaikan.

Amanda menerima bukunya, ia membalikkan halaman buku itu memeriksa tugasnya yang telah dikerjakan rean. Amanda menghembuskan nafas lega melihat tugasnya sudah hampir selesai, hanya tinggal lima belas soal lagi yang belum terjawab.

"Makasih pak rean." Ucap Amanda membungkuk badannya.

"Sore nanti ke rumah gue untuk melanjutkan sisanya." Ucap rean sebelum keluar.

Amanda menggeleng cepat "Nggak, gue nggak akan ke rumah Lo sebelum anjing jelek itu udah nggak ada disana."

"Oke." Balas rean.

"Rean, tunggu!" Amanda berjalan mendekati rean.

Rean menjauhkan tangannya dari gagang pintu, ia kembali melirik Amanda.

"Hp Lo?"

"Buat apa?"

"Kasih aja dulu." Ucap Amanda. Rean menurut, ia mengeluarkan hp dari dalam sakunya.

Amanda mengambil hp rean, ia mengetikkan nomornya disana kemudian mencoba menelpon ke hpnya. Setelah dirasa cukup, Amanda kembali menyerahkan hp rean.

"Itu nomor gue, nanti kalau ada perlu gue bisa nelpon." Jelas Amanda.

Rean menyimpan kembali hpnya, ia membuka pintu dan keluar. Amanda mendekap buku tugas dengan tidak henti tersenyum, ia sudah merasa lega sekarang.

Amanda berjalan pelan menuju kelasnya, ia juga sudah ke kantin membeli beberapa cemilan kesukaannya. Saat ini Amanda berjalan santai di koridor menikmati coklat yang barusan ia beli.

"Bagi ya!" Riski yang datang entah darimana merebut coklat di tangan Amanda. Ia berlari sambil mengejek Amanda dengan memperlihatkan coklatnya.

"Riski!!!"

Coklat adalah makanan kesukaan Amanda, jadi siapapun yang telah merebut coklat itu darinya dia akan berusaha untuk mendapatkannya kembali. Amanda berlari mengejar Riski.

"Balikin coklat gue!!"

Riski terus berlari menghindar dari kejaran Amanda. Mungkin membuat Amanda kesal menjadi hobinya sekarang ini.

Di persimpangan koridor salsa muncul membawa beberapa buku di tangannya. Riski yang tidak memperhatikan ke depan jadi menabrak salsa, ia terjatuh.

"Dapat lo!!" Amanda menarik kerah baju Riski, ia mengambil coklatnya lagi.

Riski berdiri dan mengusap bajunya, ia menoleh ke arah salsa. "Maaf." Ucapnya membantu salsa membereskan buku-buku itu.

"Iiish, Lo sih." Amanda menarik rambut Riski, ia mendekati salsa dan juga ikut membantu salsa membereskan bukunya.

"Lo nggak apa-apa sal?" Tanya Amanda pada salsa, Riski sudah pergi menuju kelasnya.

Buku itu sudah terkumpul kembali, salsa berdiri begitupun dengan Amanda yang juga ikut berdiri.

"Nggak apa-apa kok." Jawab Salsa.

Amanda mengangguk mendengar, mereka melanjutkan melangkah menuju kelas.

Salsa melirik Amanda "Amanda."

"Iya?" Ucap Amanda menoleh.

"Tadi itu, makasih ya."

Amanda mengerutkan kening. "Buat?"

"Makasih tadi udah nolongin dari Athar." Lanjut salsa.

Amanda tersenyum kecil "Buat apa berterima kasih, memang seharusnya Athar mendapatkan itu."

"Oh iya, dia udah minta maaf kan tadi?"

Salsa mengangguk "Udah. Sekali lagi makasih ya Amanda, gue nggak tahu harus apa jika nggak ada Lo."

Amanda pun mengangguk "Iya. Lain kali kalau ada orang seperti itu lawan aja, jangan takut."

***

Bel tanda pulang berbunyi nyaring, Amanda ingin cepat-cepat keluar tapi ia belum menyelesaikan kuis hari ini. Bu Rika selaku guru sejarah hanya membolehkan pulang bagi mereka yang sudah selesai.

Amanda menggerakkan kakinya, pulpen terus ia ketukkan ke kepala. Amanda berpikir kerasa memikirkan jawaban dari soal itu.

"Na, Lo tahu nomor 2?" Bisik Amanda pada Anna.

Anna menoleh, ia memperlihatkan jawaban yang ia dapatkan. Amanda tersenyum senang "Gue cinta lo Anna." Ucap Amanda berbisik dengan mengacungkan tangannya membentuk kode cinta.

Amanda menyelesaikannya, ia mengemaskan peralatan tulis yang berceceran ke dalam tas tidak lupa dengan bukunya.

"Manda, ayo!" Anna melambaikan tangannya menyuruh Amanda agar cepat, Anna sudah berdiri di ambang pintu menunggu Amanda.

Amanda menyandang tasnya lalu keluar dari kelas. Mereka berjalan berdampingan menuju pintu keluar.

"Manda, gue baru ingat ada janji sama Kevin. Lo duluan aja ya?" Ucap Anna yang kembali berbalik, Amanda mendengus dan akhirnya berjalan mengikuti siswa-siswi yang lain.

Awan hitam tampak menggumpal di langit menandakan hujan akan segera turun. Amanda mempercepat langkahnya agar bisa cepat sampai di gerbang dan segera pulang.

Amanda berhenti melangkah ketika hujan gerimis mulai turun. Dia tetap berdiri di pinggir teras. Tangannya terulur merasakan hujan itu, Amanda ingin cepat pulang maka ia berencana akan berlari menembus hujan ini.

Kaki Amanda mulai menginjak tanah yang basah, seorang cowok berdiri di belakangnya merentangkan sebuah jaket di atas kepala Amanda.

Amanda melirik pada siapa yang berdiri di belakangnya. Riski tersenyum, ya Riski lah yang saat ini di belakangnya.

Beberapa pasang mata melirik mereka, tidak jarang ada yang ikut membicarakan mereka berdua.

"Ayo!" Ucap Riski.

"Ha?"

Riski memegang tangan Amanda dan membawanya berlari menembus hujan. Hujan itu semakin turun dengan lebatnya beruntungnya mereka sudah sampai di halte.

Amanda mengusap bajunya yang basah oleh air hujan. Dia melirik Riski yang juga membersihkan bajunya.

"Rambut Lo basah." Ucap Riski mengusap kepala Amanda, sementara Amanda meneguk ludahnya menerima perlakuan itu.

Amanda ingin menjauh saja dari sini, dia tidak tahan berada di sini. Semua terasa aneh dan tidak bisa ia pikirkan dengan jernih. Mungkin ini karena hujan, jadi Amanda tidak bisa berpikir jernih sekarang.


~~~~~~~~~~~~
TBC

Garis CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang