Sendu yang Membelenggu

29 15 9
                                    

Sudah 3 hari sejak Kirana menuruti perintah bunda untuk tidak mengganggu Bima. Selama itu pula Kirana hanya menghabiskan waktunya dirumah. Kegiatannya hanya menonton tv membaca buku dan tidur

Ia semakin merasa kehidupannya tidak berguna bagi siapapun. Kirana hanya duduk termenung dan memikirkan hal apa yang membuat bunda memintanya untuk menjauhi Bima

semakin di pikirkan rasanya semakin menyesakkan. Tapi, jika tidak di pikirkan jadi penasaran.

Hingga tak lama bunyi pasukan dalam perutnya mulai berbicara mengisyaratkan bahwa ia harus makan. Dengan langkah gontai karena di liputi rasa malas Kirana menuju dapur

Ia melihat jam dinding untuk memastikan bahwa ibunya sebentar lagi akan pulang. Ia lalu mengambil piring dan duduk di meja makan

Ia menaruh secentong nasi dan satu ayam goreng ke piringnya. Perasaannya kembali hancur ketika ia mengingat kenangan masa kecilnya

Dulu jauh sebelum pertengkaran ini semakin menjadi-jadi keluarga kecilnya selalu menyempatkan waktu untuk makan bersama. Bahkan selapar apapun Kirana ia dengan setia menunggu ayah nya pulang agar bisa makan bersama

Sekarang semuanya sudah jauh berbeda. Sudah tidak ada lagi senda gurau di rumah ini. Semuanya berubah menjadi canggung seolah kedua orangtuanya bukanlah orang yang ia kenal dulu

Kirana mulai menjatuhkan air matanya kembali. Dadanya kembali sesak. Bukan menjadi hal baru ketika Kirana keluar rumah mulut lebar tetangga nya itu akan menggunjing mengenai keluarganya

Seolah tak punya pekerjaan lain, Kirana sering kali menutup mulut dan telinganya. Ia takut jika ia mulai kehabisan kesabaran maka mulutnya ini akan mengeluarkan kalimat yang mungkin akan menjadi Sambaran petir bagi tetangga nya

Keluarga Kirana sudah terkenal berantakan. Ayah nya yang suka main tangan dan ibu yang menangis keras. Bukanlah hal baru lagi bagi tetangga sekitarnya

Dengan perasaan yang mengganjal sembari sesegukan Kirana menghabiskan makanannya. Kirana sering mempertanyakan mengapa Tuhan tidak adil, mengapa jalan cerita hidupnya tak seindah orang lain.

" Kiraa.. " suara panggilan Ibu membangunkannya dari kesedihan dan pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya

Ia merindukan panggilan sayang yang diberikan orang tuanya "Kira". Dulu, ayah sering sekali memanggil namanya dengan lembut ahh tidak mungkin lebih tepatnya dengan penuh kasih sayang

" iyaa bu " Kirana menghapus air matanya, ia menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan hatinya. Kirana tidak mau menunjukkan perasaannya terhadap ibu. Ibunya sudah sangat menderita sudah menanggung banyak beban.

Jika di pikir-pikir Kirana tak perlu menyembunyikan perasaannya, Kirana berhak menyalahkan dan menghakimi kedua orang tuanya. Karena, dari sudut pandang anak-anak yang mengalami masalah di dalam rumah, orang tua memiliki andil besar. Mereka sudah memutuskan sebelumnya mau menjalani dan menghabiskan hidup dengan siapa. Lalu mengapa mereka justru malah bertengkar?

Bukannya kalau sudah tidak saling cinta tidak usah di lanjutkan? Alasannya sederhana, bagi seorang perempuan yang telah menikah dan akan menjadi seorang ibu. Anak adalah segala-galanya. Sejatinya seorang Ibu pasti rela menukar apapun untuk anaknya.

" ayah mu belum pulang? "

" belum "

" Ra, jangan menunggu ayahmu untuk pulang. Jangan menunggunya jika kamu dapat kabar bahagia. Mulai sekarang kamu bisa berbagi cerita pada ibu. "

" Kirana tidak punya cerita yang bahagia setelah rumah ini penuh teriakan dan isak tangis "

Ra, maafkan ibu tidak bisa jadi ibu yang baik untukmu

Itulah yang dilakukan oleh Rini. Sudah sejak awal menikah, ia tahu bahwa Kuncoro tak pernah mencintainya. Bodohnya Rini yang dulu tergila-gila padanya. Hasilnya sungguh mengecewakan. Ia tak pantas bila harus menyesali karena ini semua buah dari keputusannya.

Sewaktu umur Kirana masih 3 bulan Kuncoro pernah mengucap talak pada Rini. Rini tak kuasa, bukannya ia tak mau jika harus membesarkan anaknya sendiri. Namun, ia takut bahwa suatu saat mulut-mulut jahat akan membuat hati anaknya terluka

Ia terpaksa untuk mengemis di hadapan Kuncoro. Sudah berbelas-belas tahun ia memendam semuanya. Mencoba mengubur dan melupakan apa yang telah dilakukan dan diucapkan oleh suaminya.

Tapi, akhir-akhir ini ia tidak tahan. Kirana juga sudah besar ia pasti mengerti. Tapi, Rini tidak mengira bahwa anaknya memiliki trauma dan secara tidak langsung hal itu memengaruhi kesehatan mental nya. Ini keputusan yang memberatkan namun ini juga adalah sebuah keharusan.

Kedua perempuan itu masih menangis sembari berpelukan. Seolah-olah mencurahkan segala perasaan dan luka yang tertanam dalam hati. Selama ini Kirana hanya sibuk memikirkan Bima karena Bima adalah dunianya, ia merasa bersalah atas semua itu

Tapi sekarang tidak lagi. Bima sudah pergi membawa serta perasaannya. Biarkan sisanya kini mulai terhapus seiring berjalannya waktu.

*
*
Gimana kabarnya wahai para pembaca? Butuh mood yang benar-benar baik untuk melanjutkan cerita ini.

Bukan karena rasa malas hanya saja jika di lanjutkan perasaan menyesakkan yang tersimpan harus di paksa untuk di ungkit kembali

Jadi, bagaimana sejauh ini? Apa ada yang perlu ku perbaiki dalam rangkaian kalimatku?

Jangan lupa dibaca, lebih baiknya jika di beri bintang. terima kasih yaa.. jangan lupa berkomentar aku membutuhkan kritik dan saran untuk membangkitkan semangatku kembali☺️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

galaksi duniakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang