"Guanlin... stop. GUANLIN!!!"
Jeno dan Haechan datang di saat yang bersamaan. Dari ambang pintu yang terbuka lebar, kedua pemuda itu melihat dengan jelas bagaimana Jinyoung yang telah tersungkur dan Guanlin yang masih belum berhenti melayangkan pukulannya pada sang Aa'—sebelum Jeno menghardiknya.
Diikuti Haechan, Jeno melangkah masuk sembari menutup pintu markas dengan sedikit bantingan. Sebuah situasi menyeramkan lain ketika Jeno mengeluarkan seluruh emosinya.
"Mundur, gue bilang, MUNDUR!!" seru Jeno lagi.
Pemuda itu memisahkan Guanlin dan Jinyoung dengan cara menarik kerah sang pemuda tinggi, kemudian ia dorong ke arah sofa. Tentu saja, hempasan yang Jeno berikan pada Guanlin tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang pemuda tinggi itu lakukan pada Jinyoung.
Situasi markas benar-benar panas, tidak ada satu pun yang berani membuka suara. Tidak seperti perkelahian lalu yang Guanlin dan Jinyoung lakukan di gedung olahraga, perkelahian kali ini terasa beribu kali lebih intens. Jika dulu mereka berkelahi dengan dalih "bermain basket", kali ini tidak. Kobaran emosi begitu jelas terlihat di netra sang pemuda tinggi.
"Lo liat tuh, temen lo yang hidupnya banyak sandiwara!" seru Guanlin pada Jeno, dengan telunjuk yang ia acung-acungkan penuh emosi pada si Aa'.
"Udah berapa kali gue bilang, gak semuanya harus pake emosi!!" balas Jeno tak kalah keras.
Pun berbeda dengan perkelahian lalu, Jeno juga tidak lagi bisa menoleransi sifat keras kepala Guanlin. Kedua pemuda itu saling beradu tatap dengan dada yang bergerak naik-turun penuh amarah. Poin lebih untuk Jeno adalah karena sekeras kepala apa pun Guanlin, pemuda itu tetap tidak bisa membantah ucapan sang pemimpin.
Di sisi lain, Haechan bergegas meraih kotak obat di dalam lemari dan menyiapkan beberapa peralatan agar Jinyoung bisa mengobati lukanya sendiri. Karena belum sempat mengisi perutnya, pemuda itu tidak bisa benar-benar membela dirinya ketika Guanlin sedang kalap tadi. Imbasnya, beberapa luka serta lebam kembali menghiasi wajah sang Aa'.
"Kyung, lo gak apa-apa?" tanya Haechan pada Nakyung yang terduduk lemas di atas tempat duduk sang pemuda.
"Kepala gue sakit banget sumpah, Chan," keluh gadis itu.
Haechan benar-benar bingung. Di situasi segenting ini, ia yakin Jeno tidak akan mengizinkan mereka untuk meninggalkan markas sebelum masalahnya selesai. Namun, ia sendiri juga tidak punya ide bagaimana cara merawat Nakyung dan Jinyoung dengan peralatan seminim ini.
Pemuda itu lantas meraih dua buah bantal sofa dan diberikannya pada Nakyung. Tak lupa, Haechan pula mengikat surai panjang sang gadis dengan jepitan rambut yang ia temukan di dalam lemari. Dari balik surai panjang gadis itu, terlihat luka kemerahan yang tampak begitu menyakitkan.
"Jen, gue ke kantin sebentar, ya? Mau minta air es ke Bu kantin. Kasian Nakyung sama si Aa' kudu dikompres," ucap Haechan hati-hati, khawatir turut terkena semprotan Jeno.
Tak terduga, ternyata Jeno menetralkan emosinya dan memberi satu anggukan setuju pada Haechan. Berlalulah pemuda itu ke kantin, kemudian kembali dengan satu baskom berisi air es dan dua buah handuk kecil, serta beberapa kotak susu dan makanan ringan.
Perlahan, Haechan segera memberikan pertolongan pertama pada Nakyung dan Jinyoung. Meskipun luka yang Nakyung dapatkan tidak sebanyak Jinyoung, tetapi tetap saja, ia terkena satu bogeman di kepala.
Situasi markas mulai mendingin ketika Haechan sibuk dengan kotak obatnya. Masih dalam keadaan berdiri tepat di depan Guanlin, Jeno kembali membuka lisannya.
"Bilang ke gue, kenapa lo tiba-tiba mukulin Jinyoung?" tanya Jeno dengan nada yang sangat dingin dan tegas.
Bukannya segera menjawab, Guanlin justru terkekeh. "Gak salah nih lo tanya sama gue? Tanya sana sama temen lo yang bermuka dua," ucapnya remeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEGORI: The Lost
FanfictionLayaknya sebuah koin dengan dua muka yang berbeda, ada bayangan hitam yang kerap terlupa, menanti waktunya untuk berbicara. Part of The Lost Universe, the final. Penguanlin, 2020.